Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Keinginan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 4 Rabiul Awwal 1443

Lahirnya Keinginan
Saudaraku, karena manusia memiliki kebutuhan baik fisik maupun phikhis sebagaimana telah disampaikan dalam muhasabah yang baru lalu, maka dengan kebutuhan lalu menimbulkan keinginan untuk memenuhinya. Tetapi realitasnys sering sekali keinginannya justru melampaui untuk sekedar memenuhi kebutuhannya.

Dalam bahasa agama, keinginan itu lazim disebut hawa atau syahwat yang juga bermakna hasrat, kemauan, kehendak, "niat". Dan tentu ini netral, artinya keinginan itu bisa ke arah yang baik tapi juga bisa ke yang tidak baik. Jadi sifatnya netral meskipun ada kecenderungan dipahani ke arah negatif, terutama kata syahwat.

Istilah keinginan atau "hawa"  ketika dirangkai dengan nafsu, sehingga menjadi hawa nafsu sering dikonotasikan negatif. Padahal hawa itu keinginan dan nafsu itu diri manusia (maka ada nafsu muthmainah ada nafsu lawwamah dan amarah; ada nafsu yang diridhai dan nafsu yang kebablasan),  harusnya hawa nafsu dipahami sebagai keinginan diri manusia yang bisa positif dan bisa negatif. 

Dengan demikian, keinginan diri atau hawa nafsu yang diridhai adalah keinginan yang sekedar untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan keinginan diri atau hawa nafsu yang kebablasan merupakan berusaha jauh melampaui kebutuhannya.

Misalnya badan kita butuh makanan dan minuman sebanyak sepiring atau tiga piring nasi dengan lauk pauk seadanya untuk sehari semalam sekedar untuk menegakkan tulang punggung. Tetapi ternyata hawa atau keinginan bisa jauh melampaui itu

Kita juga butuh mobil. Ya butuhnya kan atu saja, tetapi inginnya dua, tiga, empat atau lebih untuk memenuhi luasnya keinginan hawa kita. Meskipun punya banyak mobil, tokh yang digunakan hanya satu saja. 

Nsh keinginan itu bila wajar dan tidak menyebabkan perilaku sombong mungkin bisa dipahami, apalagi jeinginan itu dimaksudkan demi kebahagiaan. Karena semua kita pasti punya kebutuhan dan juga punya keinginan. Kedua-duanya maunya terpenuhi segera. Nah, padahal realitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup itu jauh berbeda dengan upaya memenuhi keinginan dalam hidup. 

Kebutuhan itu ada batasnya, tapi keinginan tidak. Bila pemenuhan kebutuhan sering mengantarkan rasa merasa cukup, maka menuruti keinginan sering atau bahkan selalu merasa kurangnya. Mengapa?
Karena, keinginan atau want nya manusia biasanya jauh melampaui kebutuhannya atau need nya, dan tidak semua yang diinginkan kemudian menjadi sesuatu yang dibutuhkannya. Contoh konkretnya saat puasa (sunah yaumul bidh ke-2 harj), di siang hari rasanya pengin minum sebanyak-banyaknya, lihat kelapa muda timbul selera, ketemu es dawet pengin juga, begitu juga saat lihat air tebu, es campur dan seterusnya. Penganan ringan begitu juga, pengin bakwan, bakso, timpan, ubi-ubian, kue dan gorengan lainnya. Belum lagi buahnya, pengin kurma, sawo, mangga, jeruk, apel dan semua yang dilihat atsu yang dibayangkannya rasanya dapat dinikmati saat berbuka. Tetapi pengalaman selama ini membuktikan, bahwa tubuh ini butuhnya hanya sedikit, segelas air putih dan beberapa biji kurma sudah sangat memadahi.

Nah, lkemana selera yang menggebu-gebu sedari tadi siang? Itulah yang namanya hawa atau "keinginan", sementara segelas dua gelas air putih, beberapa butir kurma dan sejumput makanan pokoknya merupakan "kebutuhan".

Begitu juga yang lain-lain; penginnya sih beristri lebih dari satu syukur-syukur banyak, padahal sejatinya butuhnya ya satu saja, bukan?. Penginnya rumah pribadinya juga berbilang, padahal satu saja belum karuan bisa merawatnya. Keinginan memiliki pakaian maunya seluruh isi mal dapat pindah ke lemari dalam rumah kita padahal butuhnya yang senalin dua nalin saja. Kalaupun sehari senalin yang dipakai, maka memiliki tujuh nalin saja, setiap sepekan baru berulang memakai pakaian yang sama yang dikenakan sepekan yang lalu. Begitu seterusnya. Intinya, menuruti keinginan tak akan ada puasnya, dan memenuhi kebutuhan pasti memperoleh keridhaan dariNya

Sekali kagi, untuk memenuhi keinginan merupakan kesulitan yang bertambah-tambah. Jangankan memenuhinya, jangan-jangan ketika kita diminta untuk sekedar mengiventarisir seluruh keinginan diri sedari kecil hingga sekarang pun tak sanggup melakukannya. Nah menginvetarisir saja sudah sulit, apalagi merealisasikan ketercapaiannya. Bahkan keinginan bisa muncul pada hal-hal yang irrasional, yang kemudian lebih dikatagorikan sebagai khayalan atau utopia. Seperti ungkapan yang sangat populis "si cebol ingin meraih bintang".

Tentu akan berbeda dengan upaya memenuhi kebutuhan. Setiap kita pasti memiliki kebutuhan. Kebutuhan yang sifatnya fa'ali tentu ada batas dan ukurannya, sekaligus membedakannya dengan kebutuhan ranah intelektual dan spiritual. Dalam Islam diperkenalkan kebutuhan daruriyah, kebutuhan pelengkap (hajjiyah), dan kebutuhan tahsiniyah. Ketiganya mengakomodir kebutuhan primer, sekunder dan tersier untuk menjaga jiwa, agama, akal, kehormatan, keturunan dan harta.
Seiring dengan hari berganti hari, pekan, bulan dan tahun seolah berkejaran kencang tanpa henti, setiap diri juga terus berusaha mencari dan memenuhi kebutuhannya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, yang penting dapat cukup mencukupi. Cukup mencukupi di sini tidak dalam kategori kurang meskipun juga tidak berlebih-lebihan.
Apalagi yang namanya penghasikan itu kan relatif. Dianugrahi sedikit alhamdulillah cukup, dan dianugrahi banyakpun juga tidak berlebih. Inilah kadang menjadi misteri. Malah ada yang bilang banyak pemasukan, maka juga banyak pengeluarannya; dan sebaliknya sedikit pemasukan, maka sedikit juga belanjanya. Yang penting jangan sampai pengeluarannya lebih besar ketimbang pemasukan. Karena kalau ini terjadi sadarlah bahwa dalam istilah fikih keadaan seperti itu disebut miskin. Sepertinya pantes menerima zakat fitrah. Padahal ke sana kemari mengendarai mobil pribadi, penampilannya perlente, dan sering menghabiskan waktu terbaiknya di cafe-cafe. Makanya muhasabah hari ini kita mengulangkaji tentang keberkahan mensyukuri muhasabah.

Kini mari segera bangkit dari peraduan; mari menjemput kemenangan; mari menjemput karunia Allah. Pastikan segera ambil air sembahyang; shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan memohon agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita agar mencukupi kebutuhan kita sekaligus memelihara diri kita dari keinginan .luar yang tak ada habisnya.

Allahu A'lam