Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Setiap Kita Adalah Musafir yang Rindu Pulang Ke Kampung Halaman

Setiap Kita Adalah Musafir yang Rindu Pulang Ke Kampung Halaman


Setiap kita sebenarnya adalah musafir. makluk dalam perjalanan. Manusia sering melakukan perjalanan. memang sebenarnya Kehidupan ini adalah perjalanan dari kandungan hingga menuju kematian.

Dalam Islam setelah kematian kita akan berjalan lagi menuju ke padang mahsyar, kemudian melakukan lagi perjalanan ke yaumul mizan pertimbangan, lalau berjalan lagi melawati jembatan yang lurus, hingga akhir berhenti di surga atau neraka. Setiap yang beriman pulang ke surga adalah impian sebagai kampung halaman sesungguhnya setelah jauh dalam perjalanan.

Mudik ke kampung adalah hal yang dirindukan. Setiap musafir pasti merindukan pulang kampung halaman, dimana kita dilahirkan. puluhan tahun merantau, siapapun akan menuruh harapan besar pulang kampung. Berjumpa dengan sanak family, orang-orang tersayang yang sudah cukup lama dirindukan.

Begitulah sesungguhnya hidup didunia ini. Sejak adam Allah ciptakan, kemudian tinggal disurga bersama hawa. Semua cucunya termasuk kita hari ini merindukan pulang kesana. Ke surga yang kekal abadi. Tempat pulang seluruh orang-orang beriman yang bertaqwa.

Nilai sosial dalam bermusafir juga tidak bisa kita nafikan. Ada rasa ukhwah, persatuan dan solidaritas disana. Orang aceh ketemunya di aceh, biasa saja. "Awak juli merempek ngen awak juli bak keudee kupi, nyan biasa manteng. Kadang sira jep kupi hana peugah haba, gabuk ngen hp bak jaroe masing-masing". Kalau jumpa orang sekampung di kampung sendiri nilainya tidak terlalu istimewa. Coba kalau jumpa orang juli dikuala lumpur, jumpa orang aceh di hongkong, jumpa orang aceh di australi, jumpa orang aceh di turkey. Jumpa orang aceh di mekkah madinah. Walaupun saling tidak mengenal, atau pernah jumpa tapi tidak bicara, menjadi sama-sama musafir dinegeri orang ada nilai lebih. Kekuatan ukhwah dan solidaritas muncul. Ini dirasakan oleh para musafir kekuatan itu.

Rasul juga memerintah kita menjalani kehidupan ini layaknya bagaikan musafir, coba kita perhatikan hadis ini.

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah memegang pundakku kemudian bersabda, “Jadilah engkau di dunia bagaikan seorang musafir atau penyeberang jalan.” Ibnu Umar berkata, “Apabila engkau di pagi hari jangan menunggu sore, apabila di sore hari maka janganlah menunggu pagi, pergunakanlah kehidupanmu persiapan untuk kematianmu, dan kesehatanmu untuk menghadapi masa sakitmu.”(HR. Bukhari).

Rizki Dasilva