Lahirnya Kebahagiaan
Muhasabah 7 Rabiul Awwal 1443
Lahirnya Kebahagiaan
Saudaraku, kepuasan demi kepuasan sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu tentu selalu diusahakan oleh setiap orang. Mengapa? Ya, karena dari sini kebahagiaan dirasakan. Apalagi bagi orang Islam, yang terus berusaha meraih kebahagiaan sejati. Nah bagaimana formulanya? Inilah yang menjadi tema muhasabah hari ini sehingga diracik dalam judul lahirnya kebahagiaan.
Dalam Islam sejatinya kebahagiaan itu simpel yakni punya hati bersih yang mewujud dalam perilaku dan perberbuatanya yang hanya pada kebaikan saja sehingga bebas dari dosa. Dan sebaliknya orang tidak mungkin merasa bahagia bila busuk hatinya, bisanya melakukan perbuatan buruk dan menjahati sesamanya. Mengapa? Iya, karena perbuatan buruk atau menjahati sesama itu dosa dan dosa adalah ranjau sangat berbahaya bagi rasa bahagia. Karena perilaku dosa pada saatnya akan menimbulkan perasaan resah, hati gelisah, dan susah.
Coba dirasa-rasa, saat terlanjur melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menunaikan kewajiban, misalnya, kita orang-orang beriman pasti akan merasa tidak enak hati, tidak nyaman berpikir, dan tidak enak makan minum bahkan sering berakibat susah tidur. Dan baru merasa lega bila memohon ampunan pada Allah atau meminta dan memperoleh kemaafan sesama atau ketika bisa 'membayar' kelalaian yang sudah terlanjur dilakukan. Sebaliknya, ketika melakukan kesalahan atau kejahatan, tetapi hati masih terasa nyaman dan masih biasa-biasa saja justru hal ini harus diwaspadai; jangan-jangan hati sudah sakit, atau bahkan sudah mati yang tak mungkin bisa merasa bahagia lagi.
Nah, kembali ke formula bahagia yang bersifat universal, cocok untuk siapa saja baik muslim yang miskin maupun apalagi yang kaya, baik yang dipimpin sebagai rakyat maupun apalagi pejabat yang memimpin, bsik yang kopral maupun apalagi bagi yang sudah jendral. Rasa bahagia juga ada di mana saja, yang penting orangnya punya hati, baik di rumah kardus maupun apalagi di istana, baik di kantor tempat kerja, pasar maupun apalagi di masjid. Dan rasa bahagia itu juga bisa terjadi kapan pun juga, yang penting hatinya terus berhasil menuntunnya pada kebaikan saja. Sekali lagi, bahagia itu bisa ada pada sesiapapun dia, di manapun berada, dan kapan saja yang penting bersih hatinya dan baik perbuatannya.
Antitesis dari rasa bahagia itu adalah resah, gelisah susah gundah gulana, yang tentu semua orang berusaha menghindarinya. Ragam rasa tak bahagia ini dalam perspektif bahasa agama, diakibatkan oleh dosa. Oleh karenanya dosa sering digambarkan sebagai noktah hitam yang mengotori kusucian diri dan merintangi jalan bahagia, menghalangi kesuksesan, mengurangi keberkahan.
Logikanya ketika melakukan perbuatan dosa berulang maka noktah hitam itupun berbilang. Begitu seterusnya; bertambah dan tidaknya noktah hitam hanya akan mengikuti berulang tidaknya perilaku dosanya. Dan bila diteruskan logikanya maka tinggi rendahnya perilaku dosa berpengaruh menjadi batu sandung kebahagiaan, jauhnya kesuksesan, dan kurangnya keberkahan dalam menjalani kehidupan di sini, sekarang ini.
Seandainya disadari bahwa setiap diri dicipta dalam kondisi baik, fitrah, suci, bernaluri bertuhan, dan mencintai kebenaran, maka sejatinya awal dari segalanya setiap kita sudah memiliki modal bahagia secara hakiki meski masih potensial. Maka bersyukurlah bagi kita yang kemudian terus dapat mempertahankan kebahagiaan dalam kefitrahan ini dalam bimbingan Islam, keluarga Islam, pendidikan Islam, perekonomian non ribawi, masyarakat santin islami. Seandainya dalam perjalanannya terdapat dinamika karena berbagai sebab dan keterbatasan, maka akan tetap berorientasi pada tuntunan sehingga akan segera kembali pada fitrah sebagai jjati dirinya. Dengan demikian batu sandung bahagia bisa dihilangkan.
Sekarang mari segera bangun dari tidur kita untuk menjenout rasa bahagia yang melmpah disediakan Allah ta'ala. Pastikan segera ambil air sembahyang; shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an, bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan memohon agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita agar istikamah dalam ketaatan kepadaNya sehingga merasakan bahagia demi bahagia hingga Allah menyempurnakannya saat kita di sisiNya. Aamiin
Allahu a'lam