Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Potensi Anak Kepada Kedua Orangtuanya


Oleh: Teuku Hendri Saifullah

Saat ini, kita sedang berada pada zaman modern serta zaman globalisasi. Disebut zaman modern karena manusia mulai mengembangkan/menggunakan teknologi yang canggih dan dapat lebih bergantung kepada teknologi dan sudah praktis dalam berbagai hal dan banyak pemikiran yang sudah mulai maju.
Sedangkan pengertian zaman globalisasi secara umum adalah sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia, menjadi global atau mendunia. Peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain dapat kita saksikan langsung tanpa harus mendatanginya.

Dari penjelasan tentang keadaan zaman yang sedang kita jalani sekarang ini, seharusnya menuntut kita pada sebuah ketegasan dalam mendidik anak. Jika kita memiliki perencanaan yang baik dan benar maka anak dan anggota keluarga kita bisa memilih mana yang baik dan buruk untuk dilakukannya. terlebih pada zaman yang serba canggih sekarang. Penggunaan media sosial yang semakin terbuka lebar begitu juga akses internet yang sudah bisa dimainkan oleh anak-anak SD maupun TK dan ini berpotensi untuk disalahgunakan jika tidak di awasi atau dikontrol.

Pengawasan ini penting dilakukan bagi mereka orang tua karena sudah menjadi kewajiban dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga bukan menyalahkan orang lain jika usaha orang tua belum dilakukan secara maksimal.

Menurut Prof Dr. Abdullah, dalam bukunya The Power of Muhasabah dijelaskan bahwa di dalam Al-Quran mengenai potensi anak dapat dikatagorikan ke dalan 4 potensi yang dapat dirasakan oleh orangtuanya sesuai dengan pendidikan dan arahan yang diterima oleh anak.

1. Anak berpotensi menjadi anak yang shaleh (Qurrata Ayun) yaitu anak yang taat kepada Allah, berbakti kepada orangtua dan berkahlak mulia.

Anak yang seperti ini adalah anak yang diidamkan oleh semua keluarga muslim yang taat kepada Allah. Usaha dan doa terus dilakukan tanpa harus menunggu orang lain untuk merubah demi mendapatkan anak yang shaleh dan shalehah.

2. Anak hanya sebatas kebanggaan orangtua (zinatal hayati dunya). Maksudnya cukup dengan anak mencapai gelar Sarjana, memiliki pekerjaan yang baik. Seperti PNS, Pejabat, Pengusaha dan lain sebagainya.

Anak yang memiliki harta yang banyak, kaya raya atau seperti yang penulis sebutkan diatas adalah sederet keinginan orangtua terhadap anaknya. Hal ini tidaklah masalah. Tetapi akan menjadi masalah besar adalah apabila keinginan ini tidak diiringi dengan pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan anaknya.

Pada zaman modern sekarang ini. Berbagai fasilitas dan harta benda yang berharga dalam kehidupan ini jika mampu dibeli oleh anaknya akan menjadi tolok ukur keberhasilan orangtua dalam mendidik dan membesarkan anaknya.

3. Anak yang dapat menjadi cobaan (fitnah)
Katagori anak seperti ini adalah anak yang menjadi ujian dan masalah dalam keluarganya. Walaupun orangtua sudah berusaha dalam mendidiknya tetapi akhirnya anaknya tersebut tetap tidak mau patuh dan berbakti kepada kedua orang tuanya.

Anak seperti ini sudah diceritakan dalam kisah keluarga Nabi Nuh. Anak Nabi Nuh as. Tidak mau patuh dan menerima perintah ayahnya. Anaknya bernama Kan'an adalah anak yang tidak mau mengikuti arahan ayahnya untuk naik ke atas bahtera (kapal) Nabi Nuh. Sehingga Kan'an mati tenggelem di dalan air banjir.

4. Anak yang berpotensi menjadi musuh ( Aduwwun). Anak yang menukar keimanan dengan kekafiran. Serta menjadi anak yang durhaka kepada orangtuanya.

Anak yang menjadi musuh ini bisa jadi karena keluar dari Agama Islam (murtad) atau anak yang tidak menerima setiap kebaikan agama yang terdapat dalam ajaran Islam. Walaupun orangtua sudah berusaha memperbaikinya.

Keempat potensi diatas adalah mencakup keseluruhan ciri potensi yang dimiliki oleh setiap anak terhadap orangtuanya. Sehingga pilihan nomor 1 yaitu anak yang shaleh adalah pilihanbyang tepat. Mendidik anak yang shaleh bukanlah memberikan pemahaman kepadanya bahwa mereka hanya mengejar akhirat semata.

Tentunya keinginan mendapatkan anak yang shaleh serta kelak akan membahagiakan hati orang tuanya adalah sesuai dengan yang digambarkan AlQuran dalam Al-Furqan: 74

وَٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَ ٰ⁠جِنَا وَذُرِّیَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡیُنࣲ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِینَ إِمَامًا
Artinya:
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
[Surat Al-Furqan 74]

Anak yang shaleh adalah anak yang dididik oleh orang tuanya secara seimbang. Artinya, anak yang taat kepada Allah, Rajin beribadah, taat kepada orang tua, melaksanakan nilai-nilai ajaran agama, Serta juga tetap tekun dan gigih dalam menjalani hidup dengan rajin belajar atau giat mencari rezki yang halal. Biarpun nantinya mereka akan menjadi orang kaya, tetapi orang kaya yang beriman dan dermawan.

Khalifah umar bin khattab berkata: "didiklah anakmu, karena ia hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu." Pesan umar ini memiliki makna bahwa pendidikan harus seimbang artinya ketauhidan dan keshalehan serta ditambah dengan ilmu dunia (ilmu umum) akan dapat menjawab tantangan zaman yang akan dilaluinya.

Alangkah ruginya keluarga yang mengejar popularitas dunia semata dengan mengabaikan nilai-nilai agama. Hal ini akan menjadi boomerang pada orang tuannya. Bisa jadi di hari tua nanti anaknya tidak mau merawat orang tuanya yang sedang sakit karena alasan sibuk dengan pekerjaan, dan memilih mengantarkan orang tuanya ke panti jompo atau membayar orang lain sebagai pembantu untuk mengurusi orang tuanya.

Bahkan yang lebih parahnya lagi ketika orang tuanya telah meninggal anaknya tidak mampu untuk menjadi imam shalat jenazah, karena tidak memiliki ilmu tentang itu. Bisa jadi ini tidak pernah diajarkan kepada anaknya. Akhirnya dicarikan orang lain untuk menjadi imam shalat jenazah serta mendoakan orang tuanya.

Semestinya anak adalah lebih baik menjadi imam. Karena doa yang dibacakan ketika shalat yang dibacakan oleh seorang anak kepada orang tua paati Allah akan mengabulkannya serta menjadi amalan yang pahalanya tidak terputus-putus. Sebagaimana sabda Rasul yang artinya:

Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

Oleh karena itu, sedari dini marilah kita selaku orang tua lebih peduli serta bertanggungjawab jawab terhadap perkembangan dan pendidikan anak kita. Berilah ilmu yang seimbang

Melalui pendidikan yang seimbang InsyaAllah akan menjadikan mereka pribadi shaleh, bertaqwa kepada Allah, menyayangi dan terus berbakti kepada orangtua sampai hari tuanya dan tetap mendoakan kedua oran tuanya jika telah tiada.

anak yang shaleh juga merupakan anak yang mandiri serta gigih dalam mencari kebaikan/kebahagiaan hidup didunia dengan berusaha dan berikhitiar dan juga ingin meraih kebaikan/kebahagiaan akhirat dengan beribadah. Seperti doa yang sering kita panjatkan
ini lafadz doa sapu jagat dunia akhirat:


رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya, "Ya Allah, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa api neraka."

Semoga anak keturunan kita menjadi anak yang shalih dan shalihah. Amin ya rabbal alamin.
Wallahu alam..