Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan Kemerdekaan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Muharam 1443
(Edisi Mensyukuri Kemerdekaan RI Ke-76, 17 Agustus 2021)

Pesan Kemerdekaan
Saudaraku, di samping ibrah adanya perubahan, ikhtiar, peradaban, pengorbanan, tawakal, ketulusikhlasan, dan gerak dinamis, pragmen hijrah juga mengajarkan tentang kemerdekaan. Inilah yang melatari tema muhasabah hari ini sehingga diracik di bawah judul pesan kemerdekaan. Hal ini sekaligus sebagai ekspresi akademik rasa syukur kita kepada Allah atas kemerdekaan yang telah bangsa Indonesia raih 76 tahun yang lalu. Ya, betapa tingginya makna atas pesan kemerdekaan. 

Bila kemerdekaan dimaknai sebagai terbebasnya tekanan (baca penjajahan) dari pihak luar, maka jawabannya sudah sangat jelas bahwa hijrahnya Nabi dan para sahabat mulia pada tahun 622 M ke Yastrib sekaligus merupakan moment terbebasnya tekanan sepihak dari orang-orang kafir quraisy sebagaimana yang dialaminya saat mereka di Makkah. Saat itu, ketika Nabi dan para sahabat mulia sudah keluar dari teritorial Makkah apalagi sudah sampai di teritorial Yatsrib (Madinah), maka urusannya tentu sudah berbeda. Artinya, Nabi dan para sahabat mulia sudah berada di luar jangkauan orang kafir quraisy. Terdapat hukum sebagai konsensus umum yang terjaga dan harus saling dihormati bila tidak ingin konflik antar suku atau bahkan perang antar klan terjadi.

Seiring dengan perjalanan masa dan perkembangan umat Islam, pesan kemerdekaan bagi Nabi dan para muhajirin benar-benar semakin kukuh ketika Yatsrib menjadi Madinah al-Munawarah. Hal ini tampak jelas setelah Yastrib menjadi Madinah Al-Munawarah, Kota Yang Bercahaya. Betapa gemerlapannya Madinah di kemudian hari, karena menjadi wilayah yang disinari oleh nur cahaya Ilahi, sarat dengan beragam kemajuan peradaban telah ditorehkannya. 

Diawali dengan lahirnya masyarakat utama yang penduduk atau orang-orang di dalamnya meskipun heterogen tetapi saling tolong menolong dalam kebaikan, saling menghargai, saling menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan saling menguatkan. Kemudian lahirnya Piagam Madinah yang menyatukan seluruh hajat dan kepentingan penduduk Madinah. Lalu kukuhnya ketaatan pada kepemimpinan Nabi Muhammad saw yang smart dan al-amin, sampai berdirinya nations state "Negara Kota Madinah" yang mengesankan. Inilah negara utama yang barangkali idenya telah diimpikan digadang-gadang oleh Plato pada zaman keemasan peradaban Yunani pada tahun jauh sebelum masehi, seribuan tahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad saw.

Tercatat dalam sejarah bahwa saat Nabi Muhammad saw wafat tahun 632 M, Jazirah Arabia telah disinari oleh cahaya Islam yang berasal dari Madinah Al-Munawarah. Cahaya itu telah membebaskan (baca memerdekakan) dari gelapnya kebodohan, kejahiliyahan, dan kemusyrikan umat manusia. Kemudian pada masa Khulafa' al-Rasyidun, cahaya Islam telah keluar menembusi dinding Jazirah Arabia masuk merembes dan membuncah ke berbagai penjuru negeri bahkan melintas benua, baik ke Benua Asia (juga ke Asia Tenggara), Afrika, maupun Eropa. Bahkan pernah eksis tiga kekhalalifahan semasa di tiga benua, yaitu Kekhalifahan Bani Abbas di Arab dan Benua Asia berpusat di Bagdad, Kekhalifahan Bani Umayah di Benua Eropa berpusat di Andalusia, dan Kekhalifahan Bani Fatimiyah di Benua Afrika berpusat di Mesir.

Nah, pesan moralnya persis seperti bangsa Indonesia saat 17 Agustus 1945 atas karunia Allah tepat 76 tahun yang lalu, berhasil memerdekaan diri dari penjahahan Belanda menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, adil dan makmur berdasarkan Pancasila "Piagam Madinah"nya Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Hijrah membawa pesan kemerdekaan yang kini estafetnya dipergilirkan oleh antar generasi di negeri ini yang harus bisa mensyukuri bahwa semua ini merupakan karunia Ilahi.

Dirgahayu bangsaku, dirgahayu Indonesiaku, dirgahayu kemerdekaan kita semua yang ke-76, semoga benar-benar mandiri dari pengaruh manapun yang destruktif. Aamiin