Pesan Profesionalitas
Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 12 Muharam 1443
Pesan Profesionalitas
Saudaraku, muhasabah hari ini masih mengambil ibrah dari hijrahnya Nabi dan para sahabat mulia dari Makkah ke Madinah, yakni menangkap pesan profesionalitas.
Dalam pemakaian umum profesional(itas) selalu merujuk pada makna positif yakni kemampuan bekerja dengan baik atau mengemban profesi yang digelutinya bersesuaian dengan keahlian yang dimiliki. Biasanya kemampuan spesifik ini diperoleh dari pelatihan atau pendidikan yang khusus untuk itu. Namun demikian kita juga tidak menutup mata dalam realitas kehidupan ini ternyata "profesionalitas" ada yang diperoleh secara informal dan nonformal, termasuk mengakomodir kepiawaian dan bakat yang sifatnya heriditas (baca profesionalitas genetik). Wah sungguh bersyukurnya bila memiliki atau waris mewarisi "gen profesionalitas" tertentu, seperti suaranya merdu, gayanya jenaka, tangannya "bertuah" apapun masakan dengan tangannya menjadi enak dan seterusnya. Karena nasab dan nasib, tentu rada "mustahil" untuk dipelajari atau ditiru. Sehingga ada ungkapan bahwa bakat masing-masing orang menjadi talentanya.
Ya betapa tidak, Nabi Muhammad saw saat perhelatan besar hijrah ke Madinah telah menempatkan dan membagi tugas sesuai dengan kesanggupan (baca keahlian) yang dimiliki oleh para sahabat. Nabi Muhammad saw meminta Abubakar al-Shiddiq yang pembawaannya bersahaja berwibawa untuk menemani keberangkatan hijrahnya Nabi. Coba bayangkan bila Umar yang menggantikan posisi Abubakar. Apa jadinya? Niscaya Umar tidak akan sanggup bersikap sembunyi-sembunyi saat berangkat. Dan hal ini dibuktikan dengan hijrahnya sendiri yang terang-terangan menantang maut, meski tidak ada seorangpun kafir quraisy yang menyahuti. Hal ini karena sikapnya Umar yang keras dan tegas bersikukuh membela agama dan Nabinya.
Mengapa bukan Ali bin Abu Thalib yang diminta menemani? Ya, karena Ali sendiri yang serumah sudah ditugasi oleh Nabi untuk mengecoh perhatian para algojo perwakilan kabilah kafir quraisy yang sudah mengepung kediamannya. Dalam hal ini posisi Ali juga tak tergantikan oleh siapapun. Dengan strategi ini, Nabi dapat keluar dari kediamannya menuju ke rumah Abubakar yang sudah menunggu. Lalu keduanya berangkat menyusuri rute yang tidak lazim.
Sebelum jauh melangkah, Nabi dan Abubakar menyelinap di Gua Tsur selama tiga hari. Tentu ini sudah direncanakan, karena sebelumnya Abubakar sudah menugasi putranya Abdullah bin Abubakar untuk membaur dengan kaum kafir quraisy guna mencari informasi hal ikhwal rencana mereka. Di samping itu, Asma' binti Abubakar ditugasi mensuplay logistik selama dalam persembunyian.
Adalah unik memang, Abdullah bin Uraiqith yang saat itu masih musyrik ditunjuk sebagai "navigator" penunjuk jalan menuju Madinah, karena dipandang berkompeten profesional tentang hal ikhwal medan dan geografi Makkah Madinah. Coba bayangkan, seandainya Abdullah bin Uraiqith berkhianat! Sejarahnya akan beda. Tetapi tidak, sehingga hijrahnya Nabi relatif aman. Meski ada kendala tetapi atas bantuan Allah, semuanya menjadi mudah.
Pesan pofesionalitas lainnya ditunjukkan pada amanah yang diembankan kepada Amir bin Fuhairah, mantan budak Abubakar yakni bertugas menggembalakan domba-dombanya untuk diperah susunya pada malam hari dan digembalakannya kembali di siang hari sekaligus untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Nabi, Abubakar, Abdullah bin Uraiqith.
Meski sudah dipersiapkan secara matang, namun terutama Abubakar tidak bisa terbebas sepenuhnya dari was-was dan khawatir. Sikap dan perasaan saat bersembunyi di Gua Tsur diabadikan oleh Allah dalam firmanNya yang artinya, Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Qur'an menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. Al-Taubah 40)
Atas anugrah dan pertolongan dari Allah, ada saja jalan keluar untuk selamat, dari hal-hal yang memang sudah direncanakan sampai pada hal-hal yang adikodrati sehingga hanya dengan iman di hati bisa memahami. Hal-hal yang adikodrati di antaranya peristiwa yang menimpa Suraqah, tiba-tiba kuda yang tungganginya jatuh berkali-kali saat mau mendekati untuk mencelakai Nabi, bertenggernya burung di mulut Gua Tsur di tempat persembunyian Nabi juga Abubakar dan teranyamannya sarang laba-laba sehingga menutupinya pintu gua. Siapapun pasti mengira tidak ada seorangpun yang memasukinya.
Lalu apa ibrahnya? Ya itu tadi, menerima atau memberikan tugas dan amanah atas dasar profesionalitas. Saya rasa ini menjadi di antara prinsip dalam membangun peradaban. Allahu a'lam