Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan PUG

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah  Yaumul Bidh ke-1, 13 Muharam 1443

Pesan PUG
Saudaraku, hari ini masih berselancar mengarungi luas dan dalamnya samudra sejarah hijrahnya Nabi dan para sahabat mulia dari Makkah ke Madinah sekaligus berusaha memetik pesan moral yang tersimpan di dalamnya. Mutiara hijrah kali ini berupa pesan pengarusutamaan gender (disingkat PUG).  Inilah yang melatari tema muhasabah hari ini sehingga dikemas di bawah judul pesan PUG. Pesan kesetaraan gender; emansipasi wanita, atau sebutan tentang pengarusutamaan gender lainnya.

Secara umum pengarusutamaan gender dimaksudkan sebagai strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan manusia baik rumah tanvga, masyarakat msupun bangsa negara dan agama melalui  kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan. 

Agar mudah mengingatnya, maka secara singkat pengarusutamaan gender saya pahami sebagai upaya "mengapresiasi" seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan. Apalagi bila diingat tentang profesionalitas sebagaimana muhasabah yang baru lalu, bisa ada pada laki-laki maupun perempuan. Nah sekarang, bagaimana melihat emansipasi wanita atau pengarusutamaan gender dalam sejarah hijrahnya Nabi ke Madinah? 

Soalan tersebut akan segera diketahui dengan jelas sejak mula sekali titah hijrah diturunkan oleh Allah kepada Baginda Nabi.  Malah sekitar dua tahun sebelumnya, yakni pada musim panas 620 Masehi, enam orang dari suku Khazraj Yatsrib datang ke Makkah untuk berziarah. Mereka sementara tinggal di 'Aqabah dan menemui Nabi Muhammad. Mereka sudah mendengar soal beliau dan kenabiannya. Ketika Rasulullah menyampaikan ajaran, mereka langsung menerima. Orang-orang dari Suku Khazraj ini berkata, "Kami telah meninggalkan kaum kami karena mereka tercabik oleh kejahatan dan permusuhan ... Jika Allah mempersatukan mereka karena engkau, maka tidak ada yang lebih mulia daripada dirimu."

Pengalaman enam orang yang menemui Nabi menjadi awal perubahan. Karena di musim haji berikutnya, 621 Masehi, ada 12 orang dari Yastrib yang kembali datang ke 'Aqabah, termasuk dua orang dari suku Aus. Mereka kemudian berbaiat kepada Nabi, yang dikenal sebagai Baiat 'Aqabah Pertama. Sebagai jawabanya, Nabi mengutus Mus'ab bin Umair ke Yatsrib untuk mengajari orang-orang ini tata cara salat dan bacaan Al-Qur'an. Dan pada 622 Masehi, di 'Aqabah ada delegasi 73 laki-laki dan dua orang perempuan yaitu Nusaybah binti Ka’ab dan Ummu Mani’. Di bawah terang bulan, terjadilah Baiat Aqabah Kedua. Inilah, kira-kira pembuka jalan untuk hijrah ke Yatsrib.

Benar adanya, tercatat pada tahun itu juga, perhelatan besar hijrah mulai ditunaikan oleh para sahabat. Para sahabat yang pertama kali berhijrah ke Yatsrib, di antaranya Abu Salamah bin Abdul As'ad dan istrinya; Ummu Salamah, Amir bin Abi Rabi'ah bersama istrinya, Laila, disusul Abdullah bin Jahsyin, kemudian secara bergelombang disusul oleh keluarga dari sahabat lainnya. Hanya Umar bin Khattab satu-satunya sahabat yang berhijrah secara terang-terangan. Saat itu, hampir semua peserta hijrah yang sudah berkeluarga, berangkat hijrah bersama pasangannya, kecuali ada alasan khusus. Abubakar misalnya, justru menemani hijrahnya Nabi. 

Ups, bukannya tidak ada yang masih gadis berhijrah ke Yatsrib. Aisyah putri Abubakar dan Ummu Qais contoh yang dekat. Bahkan Ummu Qais ini jelang perkawinannya meminta syarat bagi yang mau mengawininya mesti ikut hijrah dan dari sini kemudian menjadi asbabul wurud hadits tentang ketulusan niat (innamal a'malu binniyat...).

Adalah Ummu Kultsum binti Uqbah yang berjuang menyusul Rasulullah saw hijrah ke Madinah seorang diri tanpa suami yang masih bersikukuh dengan kekafirannya. Peristiwa ini kemudian menjadi asbabun nuzul latar turunnya ayat 10 surat al-Mumtahanah. Bahwa Allah memerintahkan Nabi untuk menguji perempuan yang berhijrah, apakah hijrahnya karena kecintaannya kepada dunia atau karena Allah. Allah berfirman yang artinya Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka... (Qs. Al-Mumtahanah 10)

Selain itu, kisah kesetiaan Ummu Aiman, pengasuh Nabi sejak kecil. Dan tentu banyak lagi kaum perempuan yang turut hijrah ke Madinah, bahkan masing-masing sudah berkontribusi pada Islam, termasuk ada yang memiliki peran penting dalam menyukseskan agenda hijrah Nabi. Oleh karena itu, hijrah apalagi hijrah yang bersifat substantif sejatinya merupakan tuntutan universal, untuk kapan saja, di mana saja dan siapa saja. Hijrah bukan urusan laki-laki saja, tetapi juga perempuan. Yang turut menyukseskan hijrahnya Nabi bukan saja para sahabat yang laki-laki seperti Abubakar, Ali, Amir bin Fihairah, Abdullah bin Uraiqith, Abdulllah bin Abubakar, tetapi juga sahabat dari kaum perempuan seperti Asma' bin Abubakar, Nusaybah binti Ka’ab dan Ummu Mani’.

Dengan demikian, sejarah telah menjadi saksi bahwa kesetaraan gender atsu emansipasi wanita atsu pengarusutamaan gender - antara laki-laki dan perempuan - merupakan kelaziman sehingga berjalan secara alamiyah tanpa ada yang mempersoalkannya. Kapan tentang gender dipersoalkan, bahkan menjadi semakin rumit? Jawabannya, tentu sangat jauh di masa-masa berikutnya. Apalagi doktrin maskulinas seolah mendominasi pasaran. Inilah di antara latar munculnya gerakan kesetaraan gender, emansipasi wanita atau pengarusutamaan gender.

Nah, tentang pengarusutamaan gender ada baiknya bila kita mengambil ibrah dari sejarah awal Islam, seperti sejarah hijrahnya Nabi dan para sahabat mulia. Allahu a'lam