Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Kepuasan


Sri Suyanta Harsa 
Muhasabah 6 Rabiul Awwal 1443 

Lahirnya Kepuasan 
Saudaraku, ketika harapannya tercapai sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu, hasrat keinginan kita terkabul, dan cita-citanya kesampaian, maka lazimnya melahirkan rasa puas meskipun tetap terus berharap bahwa kepuasan ini menjadi pembuka keberkahan yang akan dikuti dengan kepuasan-kepuasan beikutnya.  Misalnya puas sudah berkeluarga, lalu diikuti puas dapat menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah, lalu puas dianugrahi keturunan yang shalih shalihah dan seterusnya. Demikian puas lulus sarjana S1, lalu puas setelah memperoleh/menciptakan lapangan kerja, lalu puas bisa lulus S2, dan ikuti nantinya lulus S3. Puas yang satu diikuti dengan lainnya. Faidza faraghta fanshab wa ila Rabbika farghab.

Dalam pengertian umum, kepuasan bermakna kesenangan, kelegaan dan atsu keadaan psikis lainnya yang menyenangkan karena terpenuhinya hasrat dan keinginannya. Dalam bahasa agama, kepuasan itu nikmat atau karunia Allah karena keinginannya terkabul. Nah ketika nikmat ini disyukuri maka Allah akan menambah kepuasan demi kepuasan berikutnya. Allah berfirman yang artinya Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Qs. Ibrahim 7)

Dan untungnya kepuasan (baca rasa bahagia)itu milik dan bisa dialami oleh setiap orang dalam kondisinya masing-masing. Bila rasa puas atau bahagia itu hanya karena memiliki banyak harta, maka akan jauh panggang dari api bagi sipapa yang sebagian orang termasuk dalam.kelompok ini; bila kepuasan atau rasa bahagia itu hanya karena duduk di tahta tertentu, maka sungguh malang bagi rakyat biasa sebagai kawulo alit yang sebagian besar penduduk negeri ini (dosen dan pegawai di institusi ini) berada di golongan ini; bila kepuasan atau rasa bahagia itu hanya karena wanita atau pria pasangannya maka sungguh tak beruntungnya bagi si bujang atau selainnya. 

Sekali lagi, syukurnya bahwa kepuasan atau rasa bahagia itu dianugrahkan oleh Allah bagi semua orang dan bagi sediapa saja dengan syarat ia punya hati nurani, tidak pandang bulu siapapun dia kaya ataukah miskin, pejabat ataukah rakyat, jenderal ataupun kopral dan seterusnya. Dalam perspektif Islam, inti kepuasan hanya dialami bagi sesiapa saja dari hamba-hambaNya yang punya hati (nurani). Bila tidak punya hati nurani, maka dipastikan tidak akan bisa merasa puas atau bahagia. Mengapa? Iya lah, karena yang merasa puas atau bahagia itu ya hati bukan selainnya. Jadi, kita persiapkan saja hati nurani. Beres.

Nah, kita sudah dapat keyword muhasabah hari ini, yakni hati nurani. Hati nurani itu adalah hati suci yang bersinar tercerahkan karena tuannya selalu istikamah meniti jalan Allah, mengerjakan perintahNya dan menegah segala yang dilarangNya. Oleh karena itu modal utama agar merasakan kepuasan hidup atau rasa bahagia adalah hatinya nurani. Logika ini ketika dilajutkan berarti semakin bersih (baca nurani) hati seorang hamba, maka semakin sering atau bahkan terus menerus akan merasakan kepuasan demi kepuasan dan rasa bahagia demi rasa bahagia sampai kepuasan atsu kebahagiaannya disempurnakan oleh Allah di surgaNya yang kekal abadi.

Sekarang mari segera bangun dari tidur kita dan berharap pada Allah semoga kita memperoleh keberkahan dan kemenangan hiduo ini;. Mari menjemput karunia Allah yang tak terhingga ini dengan memastikan segera ambil air sembahyang; shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan memohon agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita agar istikamah dalam ketaatan krpadaNya sehingga kita dianugrahi kepuasan demi kepuasan, kebahagiaan demi kebahagiaan hingga sampai di surgaNya.


Allahu a'lam