Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Kesederhanaan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Rabiul Awwal 2443

Lahirnya Kesederhanaan
Saudaraku, seperti yang sudah disampaikan bahwa rasa bahagia itu simple, yakni hatinya baik yang mewujud dalam perilakunya yang baik. Rasa bahagia bisa karena beragam cara, tetap satu cita yakni meraih ridha Allah ta'ala. Jadi bahagia itu simple, sederhana, apa adanya dan yidak neko-neko. Nah inilah yang melatari tema muhasabah hari ini sehingga diracik dalam judul lahirnya kesederhanaan 

Kesederhanaan itu tumbuh dari hati yang baik, hati yang indah. Maka kesederhanaan itu sejatinya merupakan hiasan hati, kemudian tentu mewujud dalam perilakunya yang anggun mempesona dalam kehidupan sehari-hari. Inilah mengapa kesederhanaan itu merupakan kepribadian islami sehingga menjadi tuntutan kearifan. Karena kesederhanaan merupakan kepribadian, maka ia akan merefleksi dalam setiap gerak gerik, perilaku, tutur kata dan dalam berpenampilan.

Ya, wujud perilaku sederhana itu bisa dalam banyak hal, di antaranya sederhana dalam bertutur kata. Bahwa bertutur kata itu sebaiknya seperlunya saja dan tidak berteriak teriak, meledak ledak menunjukkan kesejatian diri. Dalam Islam, melalui Nabi Muhammad saw kita dituntun untuk bertutur seperlunya selebihnya dianjurkan diam. Nabi bersabda, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam” (HR Muslim no 222).

Demikian juga, sederhana dalam berbusana. Memang selama ini ada kecenderungan bahwa busana dan penampilan lahiriyah lainnya sering kali menjadi penanda akan status dan strata sosialnya, tetapi sejatinya status dan strata dirinya ditentukan oleh kualitas pakaian takwa di hatinya, bukan pada busananya.
 
Sederhana juga harus mewujud dalam gaya hidup (lifestyle) dan perilaku kesehariannya. Tidak mrenampak-nampakkan diri atas lainnya. Ya gaya hidup orang-orang yang sederhana itu jauh dari hedonisme hedonistik yang hanya berorientasi dan mengejar pada tercapainya kesenangan duniawi saja menelantarkan urusan ukhrawi yang sejatinya sebagai muara kebahagiaan yang hakiki.

Sederhana juga mewujud dalam makan minum. Islam menuntun kita bijak dalam hal makanan dan minuman. Bujan saja harus halal dan baik makanan dan minumannya, tetapi juga harus yang bergizi dan sederhana saat mengonsumsi.

Perilaku kontrakesederhanaan seperti berlebih-lebihan dalam berperilaku, banyak bertutur kata, bermewahan dalam berbusana, berlebihan bergaya hidup, berlebihan makan, dan berlebihan dalam banyak hal lainnya tidak ada manfaatnya kecuali hanya mengundang bahaya. Allahu a'lam