Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Tuntutan Baru

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 23 Rabiul Awwal 1443

Lahirnya Tuntutan Baru
Saudaraku, lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad saw dengan Islam yang didahwahkan nantinya sejatinya juga menjadi era baru dengan tuntutan baru yang ketika ditaati maka akan memperoleh kebahagiaan hidup baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Inilah yang melatari sehingga tema muhasabah hari ini diracik di bawah judul lahirnya tuntutan baru.

Dalam Islam diyakini bahwa tuntutan apapun yang dititahkan Allah melalui Rasulullah atas manusia sejatinya untuk kepentingan kemaslahatan (kebaikan, kesejahteraan, keadilan, kenyamanan dan kebahagiaan) hamba-hambaNya, bukan untuk Allah. Allah tetap Maha Segala-Galanya, tetap Maha Besar tanpa harus dibesar-besarkan oleh manusia, Allah tetap Maha Mulia dengan sendirinya meski tidak dimuliakan oleh manusia dan seterusnya. Jadi ketaatan mengerjakan perintah dan meninggalkan laranganNya, semata-mata untuk kepentingan kemaslahatan manusia.

Dalam kajian dasar-dasar yurisprudensi Islam kita mengetahui bahwa titah berupa perintah Allah itu ada yang tegas dan mengikat dinamakan wajib dan ada perintah sifatnya lebih longgar namun untuk kemuliaan pelakunya yang dinamakan sunah. Sebagai hambaNya yang taat, baik yang amar wajib maupun sunnah sebaiknya ditunaikan.
Dalam setiap perintah tersimpan hikmah yang dapat mendukung kesempurnaan karunia yang disediakan Allah padanya. Oleh karenanya tidak alasan untuk mengabaikannya bagi sesiapa yang berharap kebaikan dan kebahagiaan dalam hidupnya.

Dalam al-Qur'an terdapat banyak sekali ayat yang berisi arahan, seruhan, suruhan untuk melakukan sesuatu. Di antaranya, kita diseru untuk berlaku baik dan berbakti kepada orang (QS Al-Isra’ 23) dan berlaku baik dengan orang lain (Qs. Al-Nisa' 36), memaafkannya bila ada kesalahan baik diminta maupun tidak (Qs. Al-A'raf 199), berbicara dengan sopan dan dengan suara secukupnya (Qs Thaahaa 44), berlaku adil (Qs Al-Nisa’ 58), menegakkannya dengan tegas (Qs Al-Nisa’ 135)

Dalam ranah muamalah, interaksi antar sesama lazim terjadi jual beli atau tukar menukar barang atau jasa serta hutang piutang. Dalam hal hutang piutang, misalnya, Allah menuntun kita untuk mencatatnya agar tidaj terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Qs. Al-Baqarah 282), bahkan dituntun untuk memberi kelonggaran dengan memperpanjang tempo bila orang yang berhutang masih dalam kesulitan (QS Al-Baqarah 280).

Dan dalam hubungan sosial lainnya ditekankan kerukunan dan kedamaian. Bila ada perselisihan, maka kita dituntun mendamaikannya (Qs Al-Hujurat 9)
Berkaitan dengan kejelyargaan dan harta warisan, kita dituntun ubtuk membagikan kepada anggota keluarga berhak (Qs Al-Nisaa’ 7), termasuk melindungi anak yatim (Qs Al-Baqarah 220), menggunakan harta untuk kegiatan sosial (Qs. Al Hadid 7), membiasakan memberi makan orang miskin (Qs Al-Maa’uun 3), untuk membantu orang fakir dan orang yang berada di jalan Allah (Qs Al-Baqarah 273)

Dan masih banyak lagi, yang kesemua perintah yang dititahkan oleh Allah atas hamba-hambaNya adalah demi kemaslahatan manusia, maka kita sebagai orang mukmin layak mensyukurinya.

Di samping itu, untuk kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat, Allah melalui Rasulullah juga menuntut manusia untuk menghindari sesuatu. Tuntutan untuk menghindari sesuatu dengan tegas disebut haram dan tuntutan menghindari sesuatu dengan longgar disebut makruh. Terhadap segala hal yang haram dan makruh mestinya dihindari, karena dua-duanya tidak disenangi ketika dilakukan. Dalam penghindaran untuk melakukan sesuatu terdapat hikmah dan demi kemaslahatan manusia. Hikmah dan kemaslahatan ini terpatri pada tujuan pensyariatan yang termanifestasikan dalam setiap larangan.

Sebagai contoh larangan berkata kasar (Qs. Ali Imran 159), atau berlaku sombong dan arogan (Qs Al A’raaf 13), atau mengejek orang lain (Qs. Al-Hujuraat 11), atau mengeluarkan kata yang tidak sopan terhadap orang tua (Qs. Al -sraa’ 23), bertujuan untuk memelihara harmonisasi hubungan terhadap sesama. Begitu juga larangan memasuki kamar pribadi orang tua tanpa ijin (Qs An-Nuur 58), mengikuti orang secara membabi buta (QS Al-Baqarah 170), makan riba’/membungakan uang (QS Al Baqarah 275), melakukan penyuapan (QS Al Baqarah 188), mengingkari atau melanggar janji (Qs. Al Baqarah 177), memakan harta para anak yatim (QS An Nisaa’ 10), memata-matai atau memfitnah orang (QS Al Baqarah 283).

Adapun larangan melakukan kerusakan di muka bumi (QS Al Baqarah 60) agar kelestariaannya dapat terjaga dan dinikmati seluas-luasnya bagi manusia antar generasi.
Sementara itu untuk memelihara kualitas diri dan keturunan, manusia dilarang melakukan hubungan badan saat haid (Qs. Al-Baqarah 222), melakukan hubungan badan di luar nikah (Qs. Al-Isra 32) menikahi mereka yang sedarah denganmu (Qs. Al-Nisaa’ 23), membunuh anak-anakmu karena takut akan kemiskinan (Qs. Al-Israa’ 31, melakukan homoseksual (Qs. Al ‘Ankabuut 29) dan seterusnya dan seterusnya.

Dan masih banyak rambu-rambu yang harus dipatuhi agar manusia dalam kebaikan dan kebahagiaan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Karena kesemua larangan yang dititahkan Allah itu demi kemaslahatan manusia, maka kita layak mensyukurinya.

Langkah konkretnya sekarang mari segera bangun tidur untuk menjemput karunia Allah ta'ala. Pastikan segera ambil air sembahyang; shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita untuk istikamah menaati titahNya; mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya sehingga menikmati hidup bahagia. Aamiin