Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Bersyukur


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 12 Rabiul Akhir 1443

Hidup itu Bersyukur
Saudaraku, disadari atau tidak semua kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini banyak sekali menerima karunia Allah dan bantuan dari sesama. Kita hanya dituntun beryukur kepada Allah dan berterima kasih pada sesama. Inilah mengapa muhasabah hari ini diberi judul hidup itu (mestinya) bersyukur.

Pertama, menerima karunia Allah. Secara umum, dari lahir ke dunia ini sampai suatu saat nanti ditentukan ajal untuk kembali ke haribaan Allah, semua kita menerima karunia Allah yang unlimited tak terbatas kualitasnya dan tak terhitung kuantitasnya. Untungnya kita tidak diminta menghitung atau apalagi membayarnya; kita hanya dituntun mensyukuri karuniaNya atas kita. Itupun, ketika kita bersyukur, maka kebermanfaatannya juga kembali ke kita juga, bahkan bisa jadi justru ditambahiNya dengan karunia lainnya.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Qs. Ibrahim 7)

Coba renungkan, kita dilahirkan dari keluarga, ayah ibu yang sudah istikamah dalam iman dan Islam, sehingga sejak akan kehadiran kita di dunia ini sudah dikondisikan dan dipraktikkan kehidupan berislam. Saat di kandungan ibu sekitar sembilan bulan, ayah dan keluarga sudah merindu menantikan kita makanya digelar syukuran dengan berbagai acara dan kenduri. Demikian juga saat kita dilahirkan di dunia ini, kita disambut dengan syukuran sampai digelar akikahan. Kita juga dibesarkan, diasuh dan dididik secara islami serta dicarikan lingkungan sosial, juga institusi pendidikan yang kondusif. 

Ketika mencari jodoh atau dijodohkan dengan pasangan kita juga dilakukan atas pertimbangan dinul Islam dan kepatutan yang berlaku, sehingga bisa menciptakan keluarga yang sakinah mawadah warahmah saling asih asah dan asuh menggapai ridha Allah ta'ala.

Dalam megarungi kehidupan ini, kita juga menerima karunia Allah yang terkira, berupa badan sehat wa afiat, bakat yang menjanjikan, akal yang cemerlang, kekayaan yang relatif mencukupi, tahta yang sesuai, istri/suami yang terpilih, anak-anak yang qurrara akyun, kesempatan dan waktu luang, dan hati yang selalu bersyukur. Kemampuan secara istikamah dalam ketaatan hanya kepada Allah juga merupakan karunia terbesar yang harus terus disyukuri.

Kita juga menetap tinggal dan beraktivitas harian di lingkungan sosial yang relatif istikamah dalam menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Islam sehingga dapat leluasa mewujudkan keberislaman kita dalam kehidupan praktis. Bahkan sampai meninggal dunia pun, (jenazah) kita akan diselenggarakan secara Islami sehingga benar-benar inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Q

Dan tentu masih banyak lagi ilustrasi tentang karunia Allah yang kita nikmati. Sepertinya malah tidak cukup kata-kata untuk menggambarkannya.Semua ini tentu layak disyukuri.

Kedua, menerima bantuan sesama. Di antara karunia Allah itu adalah batuan dari sesama. Ya dalam hidup dan kehidupan ini, berbagi memang menjadi keniscayaan, antara menerima dan memberi selalu silih berganti. Kita benar-benar tidak bisa hidup sendiri, menjabat di sebuah organisasi/perguruan tinggi/pemerintahan sendiri. Oleh karena itu sedari bangun tidur hingga tidur kembali kita menghajadkan bantuan dari orang lain tanpa henti. Bahkan ketika meninggal dunia sekalipun, (jenazah) kita masih perlu dibantu diurus oleh keluarga dan banyak saudara kita dari mandi, wudhuk, shalat hingga masuk ke dalam tanah di bumi. Semua ini karena kita tidak bisa melakukan sendiri lagi. 

Ketika bangun tidur, kita ingin minum segelas atau dua gelas air putih hangat, misalnya, sudah berapa pihak yang kita perlukan banyuannya. Sejak dari tukang bangunan yang membuat sumur bor, pembuat mesin pompa air, pembuat pipa, penyambung aliran listrik, pembuat dispenser .. hingga penyambung kabel sehingga air hangat bisa kita nikmati setiap hari. 

Ketika hendak bersuci di kamar mandi, shalat malam, tilawah Qur'an dan menghidupkan dini hari dengan ibadah coba berapa pihak yang berkontribusi memudahkan urusan kita ini. Sangat banyak pihak yang memberi bantuan dan menyediakan layanan sehingga kita mudah dan dimudahkan dalam mengabdi pada Ilahi.

Nah gambaran kondisi hidup kita seperti itu, kira-kira apa masih bisa takabur? Ingin hebat sendiri? Ingin menang sendiri? Ingin berkuasa sendiri? Ingin hidup sendiri? Masuk surga sendiri? Saya yakin jawabannya pasti TIDAK. Tidak etis takabur, tidak bisa hebat sendiri, tidak akan menang sendiri tanpa lainnya,  tidak mampu berkuasa sendiri, tidak bisa hidup sendiri? Apa tidak keterlaluan mau masuk surga sendiri padahal durga itu luasnya tak terbatas, kenikmatan diperuntukkan untuk sebanyak-banyaknya hambaNya.

Oleh karenanya dalam keadaan apapun dan di manapun kita mesti bersyukur kepada Allah dan berterima kasih pada sesama; kepada kedua orangtua dan keluarga, kepada sanak saudara, kepada semua guru kita, juga kepada anak difik kita, para pemimpin kita, psra penyedia layanan atas semua kebutuhsn kita. Aamiin