Hidup itu Cermin Diri
Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 26 Rabiul Akhir 1443
Hidup itu Cermin Diri
Saudaraku, karena hidup adalah guru sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah yang baru lalu, maka sejatinya kita dapat menjadikannya sebagai ibrah yang sangat berharga. Apalagi di samping sebagai guru, hidup juga merefleksi pada cermin diri, ia memamtulkan apapun yang ada di depannya. Inilah di antaranya latar, mengapa muhasabah hari ini dikemas di bawah tajuk hidup itu cermin diri.
Karena hidup kita itu cermin diri, maka ia sangat bergantung bagaimana kita bersolek dan berlaku di depannya. Ketika kita menjalaninya dengan penuh ridha, bersyukur, berbahagia karenanya, maka begitulah hidup kita. Sebaliknya bila dijalaninya dengan terpaksa, bermuram durja atau bahkan sebagai derita, maka begitu begitulah kenyataannya. Cermin diri tidak akan pernah dusta.
Oleh karenanya agar hidup kita atau cermin diri tampak bersih, cemerlang dan indah menyenangkan (baca membahagiakan), maka totalitas diri juga harus menyesuaikan. Karenanya tampilan (casing) diri dan gerakan lahiriyah mesti baik, pola pikir harus jernih brilian, niat mau apapun mesti lillah dan suasana hati harus senantiasa bersyukur, sehingga totalitas diri ini merefleksi pada keindahan cermin diri.
Dalam berbagai-bagai kesempatan Allah menuntun kita agar mentadabburi diri, misalnya dengan lafald la’allakum tatafakkarun” semoga kamu sekalian berpikir (Qs. Al-Baqarah 219, 266). “Afala tatafakkarun”, mengapa kamu tidak berpikir (Qs. Al-An’am: 50). “Afala ta’qilun” (Qs. Al-Baqarah: 44, 76. Qs. Ali ‘Imran: 65. Al-An’am: 32). “La’allakum ta’qilun” (Qs. Al-Baqarah 73, 242. Qs. Al-An’am151). “In kuntum ta’qilun” (Qs. Ali ‘Imran 118), "wa fi anfusikum afala tubshirun", dan pada dirimu, apakah tidak kamu pikirakan (Qs. Al-Dariyat 21).
Mengapa wajah kita menyeramkan, tanpa senyuman, tanpa kata, tanpa suasana yang menyenangkan, seperti terus begelimang dalam problem yang tak berkesudahan? Mengapa postur tubuh kita kerdil atau bahkan tumbuh tidak seimbang oleng kiri kanan? Mengapa gerakan badan kita terasa lamban, jalannya terseok-seok seperti sarat beban kehidupan? Mengapa sudah larut malam sudah berbaring di kasur empuk tapi juga tak datang rasa kantuk? Mengapa sudah jalan ke sana kemari tetapi juga masih belum menemukan jati diri? ... dan seterusnya. Cermin diri itu tidak akan pernah dusta.
Atau sebaliknya. Bagaimana menambah keindahan diri, meski usia sudah tak terbilang muda lagi. Bagaimana meningkatkan dinamisasi gairah dan ghirah beramal shalih di tengah-tengah glamornya gaya hidup hedonistik dan materialistik. Bagaimana mempertahankan secara istikamah akan keindahan perilaku yang merefleksi pada cermin diri. Sekali lagi semua totalitas diri dalam menjalani hidup ini merefleksi pada cermin diri. Cermin diri tidak akan pernah dusta.
Oleh karena itu, mari segera bangun tidur untuk menjemput karunia Allah ta'ala, guna menyucikan hati kita, mengasah akal budi kita, menyehatkan fisik kita. Pastikan segera ambil air sembahyang; mengenakan pakaian indah yang kita miliki untuk "sowan" menghadap pada Allah melalui shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an, bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah kepada kita sehingga cermin diri menjadi sangat jelas, hidup ini menjadi indah membahagiakan baik diri sendiri, keluarga maupun sesamanya di bawah ridha Allah ta'ala.
Aamiin ya Rabb