Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Dinamis


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Rabiul Akhir 1443 

Hidup itu Dinamis
Saudaraku, dalam muhasabah yang baru lalu, kita diingatkan bahwa hidup itu mesti bergerak. Nah karena bergerak itu, tentu dinamik. Inilah yang melatari muhasabah hari ini sehingga diracik dengan judul hidup itu dinamis. Ya gerak dinamis, hidup dinamis tidak stagnan. Inilah indahnya karunia Tuhan.

Kita tidak bisa membayangkan seandainya dalam hidup dan perjalanannya yang kita lalui di dunia ini hanya terdapat satu kondisi misalnya senang saja atau susah terus menerus, naik dan di atas terus menerus atau turun dan di bawah terus. Menurut subyektivitas saya, rasnya kok mustahil kecuali kitanya sudah tidak hidup lagi di dunia ini. Inilah dinamika hidup dan kehidupan.

Secara internal kedirian masing-masing kita, terutama pada hal-hal yang given sifatnya seperti golongan darah (biru atau merah), warna kulit (putih, hitam, merah, sawo matang) suku (Aceh, Batak, Jawa, Badui, Sasak, Bugis dst), bangsa (Indonesia, Malaysia, India, Arab, Amerika, Eropa dst) atau keragaman ikhtiar, selera, pilihan, status sosial, agama atau lainnya justru dapat meniscayaan adanya kebutuhan untuk saling ta'aruf, tolong menolong, memenuhi, menutupi dan melengkapi dalam berbagai peran kehidupan.

Bahkan termasuk perbedaan dalam penguasaan ilmu, tingkat ketakwaan seseorang yang sejatinya tidak bisa diketahui dan diukur oleh orang lain, juga meniscayakan kebutuhan untuk saling ingat menhingatkan dan saling menasihati pada kesabaran, kebenaran dan ketakwaan.

Di samping itu dinamika pengalaman hidup juga meniscayakan sarat warna, misalnya liku-liku hidup, turun naik, pernah susah lalu senang, pernah terlunta-lunta lalu sejahtera, pernah menderita kemudian bahagia, dulunya muda juga lajang kini sudah berkeluarga atau bahkan usia sudah menua dan seterusnya. Dan justru pengalaman pernah tidur beralaskan tanah atau tikar, kemudian lebih terasa enaknya setelah bobok beralaskan kasur pada dipan-dipan ukiran jepara.

Justru semakin bertambah-tambah rasa syukurnya ketika Allah menganugrahi kesejahteraan setelah hidupnya terlunta-lunta, atau mengalami kelapangan setelah kesempitan hidup, atau menikmati kesehatan setelah sebelumnya sakit dan mengidap penyakit. Menyadari rasa enaknya naik mobil pribadi setelah sebelumnya hanya dengan sepeda (motor) yang kalau hari panas terasa menyengat di kulit, yang bila hujan turun maka basah kuyublah karenanya.

Menikmati indahnya berkeluarga setelah sebelumnya merasakan hidup lajang, yang sebelumnya kalau makan ya makan sendiri, bila mau tidur hanya dengan guling dan bantal atau tidur di meunasah, kalau menghadapi masalahpun tidak ada teman diskusi untuk mencari solusi. 

Bahkan hati kita dicipta oleh Allah juga memiliki sifat berubah-ubah, naik turun, penuh dengan kelembutan meski tidak sepi juga mengeras, sarat dengan perasaan ridha dan puas meski juga berpotensi berkeluh kesah, sering sekali merasa tentram tetapi juga bisa tidak nyaman, diliputi kedamaian meski juga bisa uring-uringan, imannya bertambah-tambah meski bisa susut mengerucut dan seterusnya. Maknya Allah mengingatkan dalam firmanNya yang artinya, Dan Kami bolak-balikkan hati mereka dan penglihatan mereka.”(QS Al-An’am 110)

Pergantian suasana, pengalaman, naik turun, dinamika hidup dan kehidupan justru menciptakan warna warni kehidupan bagaikan pelangi ciptaan Ilahi sehingga lebih menarik, menjadi lebih hidup, lebih indah, dan berkesan di hati.

Tuntunan, tuntutan dan tatanan Islam yang mengabarkan tentang perubahan atau pergantian suasana dapat dirujuk pada firman Allah dalam al-Qur'an misalnya salah satunya, yang artinya Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Qs. Ali Imran 190-191)

Oleh karena terdapat dinamika hidup dan kehidupan yang bersesuaian dengan sunatullahNya, maka kita layak menyikapinya dengan rasa syukur. Aamiin