Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Guru


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 25 Rabiul Akhir 1443

Hidup itu Guru
Saudaraku, membicarakan tentang (hidup itu) kurikulum, kurikulum untuk hidup, bahan ajar utamanya buku sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah dua hari terakhir ini belum lengkap rasanya ketika tidak menyertakan guru sebagai subyek pendidikan yang sangat krusial di samping peserta didik. Inilah yang melatari muhasabah hari ini sehingga diracik di bawah judul hidup itu guru. Mengapa demikian?

Ya, tentu saja, bukankah hidup adalah rangkaian yang sambung menyambung dari pengamalan (practical life) yang satu dengan pengamalan lainnya; dari pengalaman (experience life) yang satu dengan pengalaman lainnya. Bukankah, pengamalan dan pengalaman hidup selama ini sebagai guru terbaik bagi kita? 

Pengamalan dan pengalaman hidup menjadi guru terbaik karena apapun yang dilakukan dan apapun yang dialami baik diri sendiri maupun oleh orang lain akan menjadi guru bagi diri untuk lebih baik, lebih menyenangkan dan lebih membahagiakan.  Oleh karenanya apapun praktik baik dan apapun pengalaman hidup yang menyenangkan, akan diusahakan untuk diulanginya agar meraih kesenangan/kebahagiaan berikutnya. Demikian juga sebaliknya. Apapun praktik dan pengalaman hidup yang tidak menyenangkan, maka pasti akan dijauhinya. Namun barangkali kita juga mesti ingat bahwa layaknya pensil, kita akan mengalami pengalaman yang bisa jadi menyakitkan (baca saat dirauti) dari waktu ke waktu, merasai banyak persoalan, tetapi kita membutuhkan semua ini agar tumbuhkembang menjadi pribadi lebih tangguh untuk eksis dalam kehidupan.


Jadi sekali lagi hidup adalah guru. Dan tentu, kita termasuk di dalamnya. Kalau hidup itu guru, maka semua kita yang merasa hidup berarti guru, apatah lagi yang hidupnya berprofesi sebagai guru. Coba kita renungkan, bahwa hidup adalah guru. Bukankah kini kita sedang belajar pada hidup juga kehidupan ini dan hidup/kehidupan juga mengajari dan mendidik banyak hal kepada kita. Mari kita buka kenangan dan pengalaman hidup yang lazim dijalani.

Dulu saat dilahirkan lazimnya kita menangis, lalu oleh dukun bayi, atau perawat, atau bidan atau dokter yang menangani persalinan, diri kita didekatkan dengan pelukan ibu dan setelah menemukan "sumber kedamaian" bersama ibu, maka kitapun diberi asupan air susu ibu. Begitu seterusnya, asal merasa haus atau tidak nyaman karena pipis atau sakit, maka kitapun menangis, lalu ibu dan atau ayah mengasuh juga merawat kita. Jadi di samping berbekal insting, kita pun belajar dari pengamalan dan  pengalaman hidup yang kita lalui. Karena haus agar disusui maka kitapun menangis, karena pipis agar diganti popoknya kitapun menangis, karena dingin agar dikeloni ibu, kitapun menangis.

Begitulah seterusnya. Jadi menangis itu di antara ikhtiar yang relevan sebagai practical life atau pengamalan hidup saat bayi dan karenanya kita dapat memenuhi hajat dan keinginan kita. Setelah bertumbuhkembang menjadi anak, remaja, dewasa mungkin kita tidak menangis lagi agar terpenuhi kebutuhan kita, melainkan kita berikhtiar semampunya seperti dengan meminta secara verbal dan atau memantaskan diri agar kita diperhatikan.

Membangun maghligai rumah tangga, hidup bersama jodoh pilihan kita yang diikat oleh perkawinan yang sah (mitsaqan ghalidza) memberi banyak sekali pendidikan dan pelajaran pada masing-masing kita. Hidup berkeluarga mengajari kita bagaimana hsrus mencari nafkahuntuk diri dan keluarga, mengelola penghasilan agar hari-harinya dapat dilalui dengan aman, nyaman, tentram dan syukur-syukur membahagiaan. Hidup berkeluarga juga menjadi guru kita; mendidik kita untuk saling mencintai, menghargai, tolong menolong, saling melengkapi, saling mengisi, saling asah asih dan asuh antar suami istri, sehingga dapat menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Loen tuan pernah diberi amanah sebagai asisten direktur program pascasarjana, lalu sekretaris lembaga penjaminan mutu dan wakil dekan bidang akademik dan kelembagaan di institusi hari-hari mengabdi, padahal sebelumnya belum pernah menjabatnya. Dan juga tidak ada sekolahnya atau prodinya yang mendidik agar menjadi asdir, sekretaris LPM, WD1, namun realitasnya ketika disadari justru asdir, sekretaris LPM, WD1, yang mendidik banyak hal kepada kita. Kita benar-benar dibelajarkan dan atau dididik oleh hidup yang kita jalani. Jadi hidup adalah guru.

Demikian juga hslnya hidup bermasyarakat juga menjadi guru kita: mendidik kita untuk memahami satu sama sesama warga, mendidik untuk saling menghormati, tolong menolong dan saling bekerja sama. Hidup bermasyarakat mengajari kita akan sikap toleran atau tasamuh terhadap keragaman yang ada. Hidup bermasyarakat memungkinkan kita mersih cita cinta bersama.

Hidup dan kehidupan yang terus berlangsung sedari kita lahir, balita, remaja, dewasa hingga kini menua senantiasa melingkupi mengajari dan mendidik tentang semua hal krpada kita sehingga dapat meneruskan hidup secara berkualitas. Selagi hidup saat menua seperti tuan puan segenerasi saya atau di atasnya, hidup mendidik kita agar semakin dekat Allah ta'ala (taqarrub ilallah) dengan melakukan ketaatan demi ketaatan sehingga hidup benar-benar bahagia karenaNya.

Dalam realitasnya, orang-orang yang berhasil (baca sukses, sejahtera, dan bahagia) hidupnya adalah orang-orang yang bersedia belajar dari guru, belajar dari hidup; dari pengamalan; dari pengalaman hidup yang dilaluinya dan dilalui oleh orang-orang sebelumnya yakni orang-orang yang dianugrahi nikmat (baca orang-orang Islam) bukan dari orang-orang yang dilaknat (baca orang yahudi yang tidak beriman) dan bukan dari orang-orang yang dzalim (baca orang nasrani yang tidak beriman). 

Langkah konkretnya kini mari segera bangun tidur untuk menjemput karuniaNya, guna menyucikan hati kita, mengasah akal budi kita, menyehatkan fisik kita. Pastikan segera ambil air sembahyang; mengenakan pakaian indah yang kita miliki untuk "sowan" menghadap pada Allah melalui shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah kepada kita sehingga hidup ini guru kita, hidup menjadikan kita bijak, hidup ini mendidik kita semakin dekat dengan Allah, zat pemberi rahmat dunia maupun akhirat.

Aamiin ya Rabb