Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Memeneg Bumi


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 3 Rabiul Tsani 1443

Hidup itu Memeneg Bumi
Saudaraku, di samping mengemban tugas mengabdi pada Ilahi, manusia yang ada di dunia ini juga harus mengelola bumi dan memakmurkannya. Bila mengabdi Ilahi melekat peran 'abdullah, maka mengelola dan memakmurkan bumi, manusia mengemban peran kekhalifahan. Khalifah itu pengelola bumi. Inilah mengapa muhasabah hari ini diracik di bawah judul hidup itu memeneg bumi. Ini juga bermakna orang-,orang yang hidup di atas bumi ini tapi kerjanya mengeksploitasi bumi atau menelantarkannya sejatinya sudah kontraakhlakul karimah. Atau bahkan hatinya telah mati meskipun fisiknya masih berjalan ke sana sini. Oleh karena itu penting untuk mengingatkan kita kembali tentang peran memeneg bumi; peran kekhalifahan di atas bumi ini.

Ya peran kekhalifahan. Karena dalam iman Islam, diyakini bahwa hanya manusia saja yang bisa merepresentasikan kelengkapan sifat dan asmaNya Allah yang sembilan puluh sembilan asmaul husna pada dirinya. Dan hanya pada diri manusia sajalah yang dikenal dengan mikrokosmos makhluk yang merefleksikan sifat makrokosmos ini pada dirinya. Sementara makhluk selain manusia hanya menggambarkan sifat sebagian saja. Oleh karenanya hanya manusia sajalah yang bersedia menanggung amanah kekhalifahan di muka bumi. Dan di samping itu semua ternyata hanya manusia saja yang juga berperan sebagai 'abdullah, hamba Allah, abdi Allah di muka bumi.

Tentang perannya sebagai khalifah di muka bumi ini manusia harus mengelola dan memakmurkan bumi sejak dini. Dalam hal ini sebelum awal penciptaan manusia telah secara lugas diingatkan oleh Allah. Allah berfirman yang artinya, Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'" Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau! "Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (Qs. Al-Baqarah 30). 

Term khalifah dalam normativitas yang artinya tertera di atas dan di ayat tempat yang lain di samping dimaknai pemimpin, juga dimaknai sebagai pengganti. Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasiDan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi. (Qs. Al-An'am 165)  Dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi. (Qs. Al-Naml 62) Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai ganti kalian di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun. (Qs. Al-Zukhruf: 60) Maka datanglah sesudah mereka generasi lain. (Qs. Al-A'raf 169)

Dengan makna pengganti, dalam historisitas Islam kita juga mengenal Khalifah Abubakar yang menggantikan kepemimpinan umat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad saw, dan berturut-turut setelah Abubakar wafat, adalah Khalifah Umar bin Khatab, Khalifah Usman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abu Thalib. Bahkan saat negara berbentuk monarkhi sekalipun masih menggunakan istilah kekhalifahan, seperti Kekhalifahan Bani Umayah, Kekhalifahan Bani Abbas dan seterusnya.

Ketika makna pengganti atau wakil diturunkan dari peran manusia sebagai khalifatullah, maka manusia itu adalah pengganti atau wakilnya Allah di bumi. Oleh karena peran kekhalifahan tidak (kuasa) diemban oleh makhluk selainnya, maka manusia mestinya benar-benar menyadarinya dan berusaha memenuhinya. Untuk memenuhi peran ini, manusia dituntut dan dituntun untuk meniru sifat-sifat kemuliaan Allah, seperti pengasih, penyayang, pemaaf, pelindung, pembangun, pemakmur, cerdas, kreatif, adil, kuat, kaya, sabar, .... dan seterusnya.

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat (kekhalihan) itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72).

Sekali lagi, bahwa hanya manusia sajalah yang memikul amanat sebagai khalifah di muja bumi; sebagai pengganti atau wakilnya Allah di bumi. Maka perlu diingat bahwa manusia di bumi ini bukan pengganti atau wakilnya setan, maka harusnya manusia tidak berperilaku seperti setan yang suka mengganggu, menyesatkan, mengadu domba, sombong, perusak, pendendam.. dan perilaku syaithaniyah lainnya.

Sebaliknya sebagai khalifah di muka bumi, manusia yang merasa masih dianugrahi hudup oleh yang maha hidup hendaknya berperan maksimal dalam memanage atau mengelola bumi ini untuk kemaslahatan hidup makhluk di atasnya seluas-luasnya dari antargenerasi. Bumi yang hijau segar menyegarkan dan subur makmur harus dipelihara sehingga bisa dinikmati sepanjang masa. Bumi yang indah dengan ragam flaura dan faunanya yang melengkapi mesti diuri-uri sehingga bisa dinikmati oleh antargenerasi.

Untuk bisa mengemban amanah kekhalifahan dengan baik, maka kita menghajadkan iman yang kukuh, ilmu pengetahuan yang mumpuni, ketrampilan dan kreativitas cerdas yang dimiliki. Di sinilah pentingnya menjemput karunia Allah, beribadah, shalat, berdoa agar menjadi hamba-hambaNya yang pandai bersyukur.

Langkah konkretnya sekarang mari segera bangun tidur untuk membuktikannya. Pastikan segera ambil air sembahyang; shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita untuk dapat mengemban amanah sebagai khalifah, sehingga kita dapat mewariskan surga (baca  bahagia) kepada anak cucu kita 

Amiin ya Rabb