Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Perjuangan


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 5 Rabiul Akhir 1443

Hidup itu Perjuangan 
Saudaraku, sebagaimana telah disebut dalam muhasabah yang baru lalu bahwa dalam mengemban perannya sebagai khalifah maupun 'abdullah (hamba Allah) di muka bumi ini, manusia dipastikan menghadapi ujian, baik ujian sakit maupun sehat, baik ujian sempit maupun lapang, baik ujian keburukan maupun ujian kebaikan, baik ujian mati maupun hidup. Inilah konsekuensi hidup. Maka bagi yang tidak mau menerimanya, sejatinya sudah tidak hidup lagi. Allah berfirman yang artinya Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs. Al-Anbiya' 35)

Lazimnya, dalam menghadapi, melaksanakan dan menyelesakan ujian dihajatkannya kesungguhan perjuangan  atau jihad bagi manusia. Maka tema muhasabah hari ini kita akan mengulangingatkan bahwa hidup itu perjuangan. Maka bagi yang tidak jihad atau tidak bersungguh-sungguh berjuang untuk hidup sejatinya tinggal kerangka kembali.

Dalam iman Islam, perjalanan hidup seorang muslim di dunia ini tentu punya makna, dan tidak ada yang sia-sia, tersimpul dalam tiga kata yaitu lahir, jihad dan wafat. Dan bukan lahir, menderita, dan mati. Jadi lahir ke dunia ini kita dituntun membawa makna kebahagiaan, hidup berjuang menebar kebajikan dan wafat masuk surgaNya.

Ilustrasi perjalanan hidupnya orang beriman di antaranya dapat digambarkan sebagai berikut. Seseorang eksis di dunia ini tentu bermula dari kelahiran. Lahir ke dunia ini disambut dengan doa dan kasih sayang oleh keluarga dan kehidupan sosial masyarakat sekitarnya. Keduaorangtua, begitu bersyukur dan berbunga-bunga atas anugrah kelahiran anaknda. Dari bayi terus tumbuh berkembang menjadi anak-anak, kemudian remaja di bawah asuhan dan pendidikan terbaik dari keluarga dan institusi pendidikan formal dan non formalnya. Kemudian menjadi dewasa dan berkeluarga untuk belajar kemandirian. Dalam kesehariaannya selalu dalam aktivitas yang bermakna, belajar, mengajar, bekerja, mencari nafkah, beramal, berinterksi sosial, berusaha berperadaban, menjadi khalifatullah, menjadi abdullah yang setia pada Rabbnya.

Bukankah semua aktivitas dan rutinitas tersebut menghajadkan jihad atau kesungguhan berusaha, kegigihan berjuang bergelut dengan dinamika dan problema yang datang silih berganti dalam hidup ini. Inilah tuntunan iman Islam yang mengajarkan bahwa hidup ini tidak sia-sia tetapi punya makna. Makanya kemudian melahirkan ungkapan bahwa lahir ke dunia membawa harapan, semasa anak remaja dan dewasanya menjadi tumpuhan keluarga, sepanjang hidupnya merupakan jihad atau perjuangan memeluk kebenaran, dan insyaallah wafatnya dalam kesyahidan yang nyata, di akhirat memperoleh balasan surga.

Tuntunan, tuntutan dan tatanan Islam untuk bersungguh-sungguh dalam berbagai ajtivitas bermakba dapat dirujuk pada firman Allah dalam al-Qur'an yang artinya, Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Qs. Al-Hajj 78)

Gambaran kesungguhan tersebut tentu akan kontras dengan keyakinan, pendapat dan pengalaman dari orang-orang yang tidak beriman (baca orang-orang yang mengingkari kebenaran, kafir), negative thinking, berprasangka buruk pada Allah. Baginya hidup ini sarat derita penuh sengsara dan ibarat seperti di neraka. Sedari lahir sudah menangis, dan selama bayi terus menangis, saat kanak-kanak tak terpenuhi semua keinginannya sehingga juga sering menangis seolah protes kepada orangtuanya, saat remaja juga menderita karena tak kesampaian cita-citanya, saat dewasa hidupnya juga sarat problema, belum lagi reda masalahnya sudah berangsur menua dan punya anak yang memaksanya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Tak disadarinya umur sudah senja, mulai sakit-sakitan tak kuasa lagi melakukan ini dan itu, akhirnya jalanpun dipapah anak cucu, diobati atau didoakan "kepulangannya".
Bagi orang-orang yang negative tinking seperti ilustrasi di atas terasa bahwa lahir, hidup dan mau matinya dalam penderitaan. Makanya ada ungkapan lahir ke dunia ini hanya untuk menderita, hidupnya tidak punya makna, dan saat meninggal dunia banyak orang yang justru lega karenanya. Na'udzubillahi .

Oilihan gambaran mana yang mewujud dalam realitas diri dan keluarga kita, tentu berpulang sepenuhnya kepada masing-masing kita, dan keluarga kita. Oleh karenanya, pada saat idealitas jihad atau perjuangan hidup telah dikukuhkan dan menjadi nyata, maka kita sebagai bagian daripadanya layak mensyukurinya baik dalam hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri dianugrahi kemampuan bersungguh-sungguh berjuang dalam hidup dan kehidupan ini di hati dengan meyakini bahwa perjuangan hidup menjadi penanda eksistensi diri kita di hadapan ilahi.

Kedua, mensyukuri dianugrahi kemampuan bersungguh-sungguh berjuang dalam hidup dan kehidupan ini di lisan dengan memperbanyak melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan banyak mengingatNya, semoga Allah menganugrahi kemampuan kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani hidup dengan ragam problemanya.

Ketiga, mensyukuri dianugrahi kemampuan bersungguh-sungguh berjuang dalam hidup dan kehidupan ini dengan langkah konkret. Di antaranya dengan meluruskan niat karena Allah atas semua aktivitas, berpikir positif atas ujian yang ada, dan berbuat apa saja hanya mencari keridhaan Allah saja