Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup itu Seimbang

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 15 Rabiul Akhir 1443

Hidup itu Seimbang
Saudaraku, di samping seperti memotret,  para bijak juga menasihati kita bahwa hidup ini bagaikan naik sepeda. Naik sepeda mesti menjaga keseimbangan agar stabil saat berjalan sehingga memudahkan sampai pada tujuan yang diinginkan. Coba bayangkan bila tidak menjaga keseimbangan saat naik sepeda, niscaya akan oleng karenanya atau bahkan jatuh berulang-ulang. Demikian juga hidup. 


Hidup itu mesti menjaga keseimbangan agar bisa stabil saat berjalan mengarungi luas dan panjangnya perjalanan sehingga memudahkan sampai pada tujuan yang digadang-gadang. Dalam hal ini, di samping kondisi pribadi yang mesti seimbang, muatan juga harus diperhatikan; jangan terlalu berat, karena bisa-bisa jomplang atau terbebani di sepanjang perjalanan. Apalagi kondisi jalan tidak selalu mulus dan lurus, adakalanya berkelok, berliku, bahkan naik turun kadang sangat terjal. Belum lagi sesama pengguna jalan dengan gaya dan perilakunya yang beragam. Kehati-hatian (baca takwa) menjadi pakaian yang menyelamatkan.

Lalu, keseimbangan apa yang mesti dikukuhkan? Setidaknya keseimbangan yang harus dipertahankan adalah keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan, keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas, keseimbangan dalam hak dan kewajiban,  keseimbangan dalam menjaga kepentingan dan keseimbangan dalam mengusahakan kebahagiaan.

Pertama, keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan. Totalitas diri kita terdiri dari fisik (badan) dan phikhis (akal dan hati) yang harus dipenuhi kebutuhannya secara simultan dan seimbang. Kebutuhan fisik semestinya juga dipenuhi secara seimbang sehingga serasi dan enak dipandang. Keseimbangan ini merefleksi sempurnanya gerakan dan kaifiyat saat shalat. Perhatikankan saat berdiri tegak atau rukuk, misalnya diperlukan keseimbangan yang luar biasa. 
Coba, bayangkan apa jadinya bila kondisi badan tak stabil, miring kiri atau singit  kanan, pikiran tak seimbang, posisi otak tak setara dengan hati saat rukuk, posisi hati tak merajai saat sujud. Setidaknya terganggu kekhusyukan. Begitu juga hidup dimana seharusnya saat berdiri dan rukuk beraktivitas keseharian, duduk beristirahat. Lagi-lagi kita dituntun untuk terus seimbang.

Kedua, keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas,. Dalam hidup ini, di samping harus menunaikan ibadah mahdhah yang berdimensi vertikal seperti syahadat shalat, dzikir, kita juga dituntun untuk menunaikan ibadah yang berdimensi sosial horisontal seperti zakat, infak, sedekah dll. Kesalihan individu mesti diseimbangi dengan kesalihan sosial.

Ketiga, keseimbagan hak dan kewajiban. Dalam mengarungi hidup dan kehidupan di dunia ini setiap diri memiliki hak dan juga kewajiban. Nah ini mestinya seimbang. Hak itu sendiri harusnya diperoleh secara seimbang dengan penunaian kewajibannya. Misalnya kita berhak dihormati orang lain, karena kita juga berkewajiban menghormati orang lain. Saat belum dewasa, kita berhak atas kepengasuhan orangtua. Tetapi kita juga berkewajiban menaati keduanya. Sebagai hamba Allah yang baik, kita berhak hidup makmur, selagi kita mampu memenuhi kewajiban kepadaNya yakni bersyukur.

Keempat, keseimbangan dalam menjaga kepentingan. Dalam hidup ini, setidaknya ada kepentingan pribadi, ada kepentingan bersama (kepentingan keluarga dan kepentingan sosial.kemasyarakatan). Nah, tentu juga harus dijaga keseimbangannya sehingga tidak terlalu egois (ananiyah) atau sebaliknya, terlalu royal.

Kelima, keseimbangan dalam mengusahakan kebahagiaan. Kita harus meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat; tidak pada salah satunya.

Tuntutan, tuntunan dan tatanan keseimbangan dapat dengan mudah dibaca dalam al-Qur'an yang mulia.  Di antaranya, Allah berfirman yang artinya Dan carilah dengan apa yang dianugerahkan Allah untuk kebahagiaan akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakkan (Qs. Al-Qashash 77)

Dan di antara mereka ada yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka." (Qs. Al-Baqarah 201)

Ditimpakan kepada mereka kehinaan dimanapun mereka berada, kecuali bila mereka menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia (Qs. Ali Imran 112).

Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati (fuad) agar kamu bersyukur (Qs. Al-Nahl 78). Dia-lah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati (fuad). Namun sedikit saja kamu bersyukur (Qs. Al-Mukminun 78) Mereka mempunyai hati (qalbu) yang dengan itu mereka memahami (merasakan) atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar, karena sesungguhnya bukan matanya yang buta, tapi hatinya (Qs Al-Hajj 46). Semoga tetap menjaga keseimbangan. Aamiin