Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Berdusta

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 17 Jumadil Awal 1443

Malu Berdusta
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada sifat dan sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai, syukur-syukur segera ditaubati bila masih terpapar virus ini. Di antaranya memiliki sifat kadzdzab atau pendusta. Ya, sifat ini ketika masih melekat di hati, hatinya sakit, sedangkan sikapnya berarti sudah mewujud dalam pekerti hari-hari, "mulutnya bercabang". 

Ya mulutnya bercabang, tutur katanya bohong, meleceng dari kebenaran sehingga sesat dan menyesatkan. Sesat itu pasti tak akan menyampaikan pada tujuan. Maka pendusta atau pembohong itu sesat menyesatkan, bila tidak segera bertaubat, akan menuai akibat, sejak hidupnya jauh dari berkat, sekaratnya sudah berat, dan di akhirat terkena laknat.

Rasulullah bersabda, "Jauhilah oleh kalian dusta, karena dusta menjerumuskan kepada perbuatan dosa, dam perbuatan dosa mejerumuskan kepada Neraka. Dan sesungguhnya seseorang berdusta, dan membiasakan diri dengannya sehingga dicatat di sisi Allah sebagai "Kadzdzab". Dan hedaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada Surga. Dan sesungguhnya seorang laki-laki bersikap jujur dan bersungguh-sungguh untuk jujur, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai "Shiddiq"." (Shahih, riwayat Imam al-Bukhari dan imam Muslim dengan sedikit perbedaan redaksi. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim 1809, Shahih al-Jami' 4071)

Dusta atau bohong sebagai penyakit hati bisa menjangkiti siapa saja bila tidak hati-hati. Bila menjangkiti, maka akan merefleksi pada sikap dan tutur katanya yang tidak benar sehingga sesat lagi menyesatkan.

Rasulullah bersabda, "Sesudahku nanti akan ada pemimpin yang berbuat zalim dan berdusta, siapa yang membenarkan kedustaannya dan membantu kezalimannya maka tidak termasuk golongan dari umat ku dan aku juga tidak termasuk darinya dan ia tidak akan datang ke telaga (yang ada di surga)." (HR. Nasa'i)

Dalam literatur Islam, dusta yang harus segera ditaubati adalah dusta kepada Allah dan Rasulullah. Di antara dusta kepada Allah adalah "berfatwa" (dan berlaku) menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan janganlah kamu mengatakan apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “ini halal dan ini haram”, untuk mengadakan kedustaan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. al-Nahl 116)

Adapun berdusta terhadap Rasulullah, di antaranya menyandarkan "ucapan, perbuatan dan ketetapan" pada Nabi padahal bukan. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.” (Hr. al-Bukhari dan Muslim) 

Termasuk sudah bersyahadat, tapi belum juga ingat akhirat, hidupnya malah berlaku maksiat, dan sudah selalu diberi nasihat tapi belum kunjung bertaubat. Mengaku mencintai Nabi dan berselawat ke atasnya, eh masih saja melukai hati "Sang Kekasih" dengan tidak mengikuti sunahnya. 

Di samping itu, masih terdapat lagi kemungkinan adanya perbuatan yang dikatagorikan sebagai laku perbuatan para pendusta agama. Allah berfirman yang artinya “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat ria dan enggan (memberikan) bantuan.” (Qs. Al-Ma'un)

Dalam kehidupan berkeluarga, terutama orangtua kepada anak-anaknya juga harus hati-hati, jangan sampai terjerat pada pasal dusta mendustai. Seorang ayah atau ibu bilang-bilang akan membelikan atau memberikan sesuatu agar anaknya tidak menangis atau berhenti rewel, maka harus benar-benar dipenuhi. Bila tidak, maka ini sudah cukup sebagai kebohongan, dan secara tidak disadari orangtua sudah mengajarinya. Begitu juga guru atau dosen atau terhadap peserta didiknya; pemimpin terhadap rakyatnya, kontestan pemilu saat kampanye terhadap massa konstituennya. 

Abdullah bin ‘Amir  berkata: “Suatu hari ibuku memanggilku dan waktu itu Rasulullah sedang duduk di rumah kami. Ibuku berkata, “Ke sinilah nak, ibu kasih sesuatu!” Maka Rasulullah berkata pada ibuku, “Apa yang ingin engkau berikan pada anakmu?” Ibuku menjawab, “Kurma.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Adapun seandainya engkau tidak memberikan sesuatu (kurma) pada anakmu maka dicatat hal tersebut sebagai suatu kebohongan.” (Hr. Abu Dawud)

"Kalau saya jadi - pemimpin, anggota dewan, rektor, dekan, ketua atau lainnya - akan mensejahterakan rakyat, menaikkan gaji, melakukan ini dan itu". Semua janji ini dalah hutang, jika cita-citanya dikabulkan, maka janji-janji politiknya harus ditunaikan. Bila tidak, maka sudah cukup mengindikasikan kedustaan dirinya. 

Oleh karena itu kata-kata yang diucapkan harus dikontrol, tutur kata mesti dijaga dan bila berjanji syukur-syukur direkam atau ditulis, agar menjadi prioritas yang mesti dipenuhi. Semoga semua kita dipelihara dan dijauhkan dari sifat dan sikap dusta. Aamiin