Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Jadi "Genthong Umos"


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 16 Jumadil Awal 1443

Malu Menjadi "Genthong Umos"
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada sifat dan sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai, syukur-syukur segera ditaubati bila masih terpapar virus ini. Di antaranya memiliki sifat "genthong umos". Ya, sifat ini ketika masih melekat di hati, hati sakit sedangkan sikapnya berarti sudah mewujud dalam pekerti hari-hari, "mulutnya bocor".

Secara sederhana, unen-unen atau "ungkapan sindiran" berbahasa Jawa yakni "genthong umos" dimaksudkan sebagai gambaran sifat seseorang yang tidak bisa menyimpan rahasia yang semestinya dirahasiakan. Memperoleh informasi serahasia apapun, tetap akan disampaikan kepada orang lain dan khalayak ramai. Seberapapun air yang dituang pada "genthong umos" (tempayan rembes) ya akan keluar hingga habis tak tersisa. 

Seseorang yang memiliki sifat "genthong umos" itu tidak bisa memilah memilih informasi mana yang harusnya untuk privasi dan konsumsi sendiri dengan informasi mana yang bisa dishare ke publik di khalayak ramai. Malah kalau ada kabar rahasia atau berisi informasi miring tentang seseorang, justru dijadikan sebagai komoditi menarik yang bisa dijual ke mana saja, ke siapapun jua. Dan parahnya komoditi ini justru laris manis. Entahlah, psikologi masa terkesan sakit akut rasanya.

Apalagi zaman seperti sekarang ini, informasi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap orang yang lazim dikonsumsi setiap hari. Oleh karenanya informasi terus diminati, dicari, diburu, dan dikemas juga dibisniskan. Pemilik dan penguasa medianya bisa meraup dolar tak terkira. 

Menurut sifat dan etikanya, setelah diperoleh maka seharusnya tidak semua informasi kemudian dapat diteruskan kepada khalayak ramai. Setiap orang mesti cerdas beretika memilah dan memilih informasi mana yang bisa menjadi konsumsi publik dan informasi mana yang sebaiknya hanya menjadi referensi pribadi saja. Bila tidak bijak, bisa-bisa menjadi "genthong umos", seperti ungkapan sindiran bagi orang-orang yang tidak bisa menyimpan rahasia di atas. Semua informasi diteruskan sehingga menjadi konsumsi publik; ibarat mobil, maka remnya blong.

Hal ini perlu diingatkan terus karena betapa pentingnya menyeleksi berita dan informasi sehingga tidak menimbulkan kegaduhan publik atau menciptakan berita fitnah, sehingga hanya penyesalan diri di kemudian hari.

Sekali lagi pandai menjaga rahasia itu merupakan di antara akhlak terpuji, satu sikap amanah dan memenuhi janji. Sebaliknya bersifat "genthong umos" suka merembeskan semua rahasia dan kabar yang diterimanya merupakan di antara akhlak tercela, karena berpotensi merugikan orang lain, mempermalukan sesamanya, menimbulkan permusuhan dan tidak memperoleh keberkahan hidup.

Coba bayangkan, setelah kita memberitahukan permasalahan pribadi atau keluarga kita kepada seseorang yang sudah kita anggap saudara, lalu ia tidak bisa menyimpan rahasia, dan justru ngomong sana sini dan memberitahu si pulan juga pulin. Duuh...malu, kan? Demikian juga, orang-orang yang menjadikan kekurangan diri kita, dan aib diri kita menjadi barang jualannya.

Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu, bahkan itu adalah membaikkan. Setiap orang akan mendapat hukuman dari sebab dosa yang dibuatnya itu. Dan siapa yang mengambil bagian terbesar akan mendapat siksaan yang besar pula” 

“Mengapa setelah mendengar berita-berita bohong itu orang-orang yang beriman, baik laki-laki ataupun perempuan, tidak meletakkan sangka yang baik terhadap dirinya, mengapa tidak mereka katakan bahwa berita ini adalah bohong belaka?” (Q.S Al-Nur 11-12)

Allah berfirman, “Ketika kamu sambut berita itu dari lidah ke lidah, kamu katakan dengan mulutmu perkara yang sama sekali tidak kamu ketahui, kamu sangka bahwa cakap-cakap demikian perkara kecil saja. Padahal dia adalah perkara besar pada pandangan Allah” (Q.S Al-Nur 15)

Maha benar Allah dengan segala firmanNya