Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Malas Melulu

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 5 Jumadil Awal 1443

Malu Malas Melulu
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada saja sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai. Di antaranya sikap malas atau ogah-ogahan melakukan sesuatu, padahal sesuatu itu merupakan kebaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun sesamanya. 

Berikut di antara ilustrasi sifat dan sikap malas yang bisa saja terjadi pada diri kita yang mesti diwaspadai dan segera ditaubati. Seorang guru atau dosen, misalnya, tidak mempersiapkan perangkat pembelajaran dan bahan ajar secara maksimal, tetapi hanya memadakan rutinitas yang ada sebelumnya sehingga hari ke hari proses belajar mengajar hanya berjalan monoton saja. Apalagi mata pelajaran atau mata kuliahnya sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga seperti mekanik saja, jalan begitu-begitu saja. Ditambah lagi strategi pembelajarannya juga tidak diupdate, RPP  atau RPSnya juga hanya copypaste dari tahun-tahun sebelumnya. 

Demikian juga, mahasiswa ketika mengerjakan tugas dari dosennya hanya bermodal paket data saja
 untuk bwosing di internet lalu copypaste dari postingan yang relatif sudah lengkap adanya di google. Lalu ganti cover, bubuhi nama sendiri dan kirim ke dosen, bahkan tanpa editing sama sekali sehingga tulisannya dempet-dempet susah dibaca. Padahal sungguh elok bila mau membaca banyak buku, lalu menuliskan satu per satu huruf, kata per kata dan kalimat demi kalimat, sehingga ilmunya relatif lebih melekat dan berkat.

Seorang mahasiswa tingkat akhir, misalnya, juga ada di antaranya yang malas sekali bimbimban untuk tugas akhir atau TAnya (baca skripsi, tesis atau disertasi), ogah-ogahan ke perpustakaan, malas baca buku, malas meneliti, malas menulis. Pihak akademik sudah mengingatkan, sudah menelpon, sudah menegur dan sudah memberi dispensasi untuk membantu persiapan "operasi sesar" agar segera lulus, agar segera keluar dari rahim almamaternya. Apalagi orangtua dan keluarga di rumah di kampung halamannya sudah menghitung hari, bahkan sudah mempersiapkan acara wisudanya atau walimatul 'ursynya usai sarjana.

Sebagai kepala rumah tangga, misalnya, sering juga ada di antaranya yang dilanda sikap malas berusaha, ogah-ogahan bekerja mencari nafkah padahal sudah punya anak. Mentang-mentang masih bisa berharap pada kekayaan orangtua, sehingga malas bekerja. Tentu, sikap malas seperti ini hanya akan mempersulit diri dan keluarga besarnya saja. Semoga segera disadarinya.

Sifat dan sikap malas bisa saja muncul, apalagi lingkungan ikut mengondisikannya. Misalnya tradisi duduk-duduk ngopi di kedai kopi sepanjang hari, sehingga menyita seluruh waktu terbaiknya. Padahal, kalaupun ngopi atau ngeteh di kedai-kedai kopi idealnya ya hanya untuk sekedar ngopi dan ngeteh secangkir saja kan? Ya paling banter untuk ngopi/ngeteh ini kan bisa setengah atau satu jam saja. Masak secangkir kopi/teh bisa menghabiskan waktu terbaiknya di sepanjang pagi?

Juga sifat malas yang lebih akut lagi yakni malas beribadah padahal sudah srmalin menua. Bersyukur bila sudah istikamah mengerjakan ibadah dalam standar mininal.  Standar minimal, yakni mengerjakan ibadah difardhukan saja seperti bersyahadat, shalat lima kali sehari semalam, berpuasa Ramadhan, mengeluarkan zakat fitrah dan zakat mal, menunaikan haji. 

Padahal masih banyak sekali ibadah standar lebihan (perbanyak dzikir, shalat-shalat sunat, puasa sunat, infak sedekah wakaf) yang sebaiknya ditunaikan juga secara istikamah dan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Namun karena gairah dan ghirah beribadah bisa fluktuatif, meningkat saat bulan Ramadhan dan setelahnya sering kali terbawa rasa malas sehingga grafiknya menunjukkan penurunan, maka tetap harus diwaspadainya. Jangan salah terjun bebas karena terbawa oleh sifat dan sikap malas  

Padahal mesti selalu diingat bahwa kesempatan yang tersedia hari ini, bulan ini dan tahun ini belum tentu masih atas jangkauan pelukan diri kita ke depan nanti. Lihatlah pengalaman praktis di sekitar kita, guru-guru kita dan teman-teman sebaya atau bahkan adik-adik kita satu per satu sudah inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, harus berangkat menuju ke haribaan Ilahi. Kitapun ikut menshalatkan jenazahnya dan mengantarnya ke peristirahatannya yang terakhir. 

Di saat yang sama, kita juga saksikan banyak kolega yang kemarin dulu masih sehat wal afiat, kini sudah harus dipapah atau mesti berbaring di rumah sakit karena sakit tak bisa lagi beribadah secara maksimal seperti saat sehat wal afiat.

Bila mengambil ibrah dari ayat-ayat yang dibentangkan di depan mata seperti ini, masih malas melulu termasuk dalam beribadah juga, rasanya kok keterlaluan banget penurunan kualitas iman kita. Kini saatnya beristighfar tanpa henti di samping harus terus berdoa. Dari Anas bin Malik ra berkata, Nabi berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan pertimbangan, kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, tumpangan hutang dan penggunaan orang.” (HR Bukhari no 6369). 

Kini, untuk nengusir rasa malas itu mari segera bangun tidur untuk menjemput karuniaNya, guna menyucikan hati kita, mengasah akal budi kita, menyehatkan fisik kita. Pastikan segera ambil air sembahyang; mengenakan pakaian indah yang kita miliki untuk "sowan" menghadap pada Allah melalui shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita sehingga dapat hidup secara layak bermartabat di dunia ini, dan meraih kebahagian surga nan abadi. Aamiin ya Rabb