Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Manja Melulu

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Jumadil Awal 1443

Malu Manja Melulu
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada sifat dan sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai, syukur-syukur segera ditaubati bila masih ada. Di antaranya sifat dan sikap manja selalu seperti layaknya balita saja. 

Sifat dan sikap "manja" dan "bermanja" sepertinya harus dibedakan. Mengapa? Karena sifat dan sikap "bermanja" dalam batas kewajaran bisa dipahami, apalagi dimiliki hampir dominan istri pada suaminya. Makanya dalam KBBI bermanja bermakna bermesra, beramah-ramah, berbaik-baik, bercengkerama, bercumbu-cumbu atau berjinak-jinak merpati. Sedangkan manja bermakna kelakuan yang kurang baik karena selalu diberi hati, tidak pernah ditegur apalagi dimarahi, dituruti semua kehendaknya, dan sebagainya. Misalnya karena anak sulung atau anak bungsu atau anak (laki-kaki atau perempuan) satu-satunya, maka seseorang bisa menjadi manja. 

Lazimnya manja merupakan sikap diri sebagai gejala normal pada anak-anak balita saja yang ingin selalu memperoleh perhatian orang tua atau lingkungannya. Tetapi meski demikian, sikap manja juga dapat terjadi pada orang-orang dewasa. Sejatinya dalam kasus ini, ia belum dewasa atau badannya saja yang dewasa tapi hati dan sikapnya persis layaknya balita. Inilah orang-orang yang boros di umur, hemat di perilaku.

Kita sebagai orangtua tahulah bagaimana anak-anak bersikap dengan manjanya. Ilustrasinya ya cenderung egois, mau menang sendiri, kalau dilarang malah marah dan memukul, menolak berbagi mainan atau makanan dengan teman, dan sering ingin memiliki apa yang dimiliki teman serta selalu ingin agar dituruti, kalau ngambek cenderung bersikap berlebihan, seperti berbaring di lantai dan tak mau bangun, atau berguling-guling sambil menangis, penginnya segala yang diinginkan segera tercapai dan segera dirasakan, bila keinginannya tidak segera terpenuhi, maka menangis senjatanya atau emosinya kemudian meledak-ledak. Belum lagi sikapnya yang aneh-aneh lainnya. Ibu atau ayahnya harus menjadi punya dia sendiri tidak bagi lainnya, maka tak boleh menaruh perhatian pada orang lain sedikitpun. Mau makan hanya ketika disuapin atau bahkan dikunyahkan makanannya; mau bobok hanya ketika dikeloni. Kalau lagi uring-uringan, wah sikapnya ada-ada saja, ini salah itu salah semuanya serba salah.

Nah, sekarang tinggal memperhatikan dan merasakan bagaimana diri kita atau bagaimana orang-orang yang ada di sekitar kita? Bila ternyata masih terdapat tanda-tanda seperti ilustrasi di atas, maka sejatinya kita masih bersikap layaknya balita, meski sudah kumisan, meski sudah ubanan. Ini hanya ada dua alternatif yakni karena sifat manjanya atau karena sudah tua renta  Bahkan dalam kondisi tertentu boleh mengenakan pampes dan yang benar-benar manja diizinkan membawa kompengan.

Rasanya kok absurd ya! Sudah menjadi abdi negara berbilang tahun, tapi pekerjaannya harus diberitahu terus dan diingatkan selalu akan kerajinannya. Sudah berkeluarga tapi masih saja mengharap-harap "disuapi" (baca dicukupi) oleh orangtua atau keluarga besarnya. Sudah dewasa-dewasa umurnya, tapi masih minta dilayani padahal untuk memenuhi kebutuhan hari-hari. Sudah kawakan, tapi takut kedinginan bila sebentar-sebentar harus mengambil air sembahyang, apalagi harus bangun di sepertiga akhir  setiap malamnya untuk mengabdi Ilahi.

Semoga menjadi ibrah. Aamiin