Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu pada Keluarga

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 27 Jumadil Awal 1443

Malu pada Keluarga
Saudaraku, bila kita masih saja melakukan dosa dan atau masih menunda-nunda taubat atas kealpaan selama ini, di samping harus malu pada diri sendiri,  mestinya juga malu pada keluarga; malu pada istri, malu pada suami, malu pada anak juga cucu.

Coba bayangkan! Seandainya, diri kita sendiri ibadahnya, atau shalat misalnya, jangankan memperindahnya dengan shalat malam dan atau shalat sunah lainnya, shalat fardhu saja masih malas menunaikannya atsu hanya senin kamis atau malah masih sporadis melakukannya. Begitupun, kita masih berani-beraninya berharap bahkan menyuruh anak-anak kita (baca juga anak-anak murid, atau mahasiswa atau santri kita) untuk disiplin shalat. Apa tidak malu pada mereka? Apa cermin di rumah sudah retak? Anak-anak kita sudah rajin dan bahkan disiplin juga istikamah melakukannya, sementara kita sendiri, entahlah?!. Astaghfirullah al-'adhim

Seandainya kita masih melakukan tindak korupsi atau mencuri, atau memungut penghasilan yang bercampur antara yang halal, yang subhat dan yang haram, lalu "rezeki" itu kita bawa pulang ke rumah untuk menghidupi keluarga. Coba pikirkan sejenak apa jadinya, bagaimana akibatnya pada pertumbuhan, perkembangan dan perilaku mereka? Istri atau suami dan anak-anak kita mengonsumsi dan memenuhi kebutuhan hari-harinya dengan "rezeki" penghasilan yang kita bawa seperti itu tadi. Padahal apapun yang dikonsumsi akan masuk ke dalam tubuh, memberi tenaga, menjadi darah dan daging serta membesarkannya. Oleh karenanya, bila kemudian ada di antara mereka yang nakal atau bahkan jahat suka berbuat maksiat, maka kita sebagai orangtua yang seharusnya instrospeksi, harus segera mawas diri Jangan-jangan tumbuh kembangnya mereka berasal dari asupan gizi dan sesuatu yang kehalalannya masih diragukan.

Meskipun keluarga tidak sepenuhnya mengetahui hal ikhwal semua perilaku kita apalagi saat di tempat kerja, di kantor, di pasar, di supermarket, di sawah, di laut, di udara dan di manapun, namun kepada mereka semua jua, anggota keluarga kita berharap menjadi pasangan dan anak-anak yang qurrata akyun, penyejuk mata dan membahagiakan hati. Lalu diri kita tidak menjadi teladan bagi meraka, lalu seenaknya membawa penghasilan yang tidak jelas kehalalannya. Coba kita melakukan muhasabah, coba mawas diri!

Jadi ya idealnya harus malu lah pada keluarga, malu pada pasangan kita, malu pada anak-anak kita. Maka ketika shalat kita masih sporadis atau malas melakukannya, mestinya ingat istri, ingat suami dan ingat anak kita di rumah yang sudah rajin. Malah mereka juga bangun tidur dan berjaga di sepertiga terakhir setiap malam untuk shalat tahajud, tilawah dan bermunajat ke haribaan Allah ta'ala. Sementara kita masih saja nyenyak tidur dalam mimpi-mimpi indah syahwatiyah yang meninabobokkan kita. Saat bangun pas adzan atau malah jauh setelahnya, apa tidak malu pada mereka? Anak-anak kita sudah dalam kesibukan bermakna, sedangkan kita ..eh masih ogah-ogah di pembaringan. Duuh begini ini mau sampai kapan???

Ketika mau melakukan mark up anggaran atau membuat laporan bodong atau akan melakukan korupsi atau akan mencuri atau mengurangi timbangan atau melakukan kejahatan lainnya, idealnya juga terbayang wajah tulus istri atau suami dan wajah polos anak-anak kita di rumah. Mereka dengan tulus penuh harap mendoakan keselamatan dan keberkahan kerja kita di manapun berada, mereka menanti kehadiran kita dan mereka berharap sangat besar dapat hidup sejahtera bahagia bersama kita di bawah keridhaanNya. Idealnya, janganlah kita menyia-nyiakan doa tulusnya, penantian dan pengorbanan mereka. 

Oleh karena itu, bila masih iya, maka STOP sekarang juga, dan kini mari menghidupkan sepertiga akhir setiap malam dengan ibadah, segera bangun tidur untuk istikamah dalam ketaatan pada Allah, menjemput keridhaanNya, guna menyucikan hati kita, mengasah akal budi kita, menyehatkan fisik kita. Pastikan segera ambil air sembahyang; mengenakan pakaian indah yang kita miliki untuk "sowan" menghadap pada Allah melalui shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita sehingga dapat hidup secara layak bermartabat di dunia ini, dan meraih kebahagian surga nan abadi. Aamiin ya Rabb.