Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Salah Melulu

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 4 Jumadil Awal 1443

Malu Salah Melulu
Saudaraku, sebagai manusia biasa, kita tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari salah, silaf dan perilaku dosa. Untungnya dalam Islam terdapat ajaran bertaubat, sehingga perilaku salah, silaf dan dosa yang tidak disadari apalagi disadari mendapat kemaafan dan pengampunan Ilahi. Makanya orang baik itu bukan orang yang tidak pernah melakukan kesilafan dan kesalahan. Tetapi kesilafan dan kesalahannya membuat dirinya segera sadar lalu mentaubatinya.

Kemaafan dan pengampunan Ilahi tentu menjadi efektif ketika pertaubannya dilakukan secara serius yang oleh agama dikenal dengan taubat nasuha. Di antara "rukun" taubat nasuha adalah istighfar memohon ampunan misalnya dengan melafalkan astaghfirullahal-'adhim, al-nadm atau menyesal telah berbuat dosa, berazam bercita-cita tidak akan mengulanginya lagi, dan mengiringinya dengan perbuatan yang baik. 

Jadi di antara rukun taubat yang paling penting adalah tidak mengulangi perbuatan dosanya. Bila masih mengulangi lagi perbuatan dosanya berarti taubatnya mencla mencle, kapoknya seperti makan cabei atau kapok lombok saja, sekarang kapok karena kepedasan tapi besuk lusa diulanginya lagi.

Idealnya kita harus merasa malu bila berbuat salah melulu, bila berlaku khilaf selalu, bila berulang-ulang melakukan dosa, ya malu pada diri sendiri dan malu pada Allah. Apalagi melakukan kesalahan yang sama atau dosanya serupa. Masak terjungkal di tempat yang sama berulang kali. Seekor binatang melata sekalipun, tidak akan jatuh lagi di lubang yang sama yang sebelumnya telah memberinya pelajaran. Dari Abu Hurairah. Nabi bersabda, seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali (HR. Bukhari dan Muslim).

Sendainya kita seorang pendidik pasti juga gemes terhadap kelakuan peserta didik yang melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang kali. Ini pertanda kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya tidak cukup menjadi pelajaran bagi dirinya.

Secara etika, suatu maksiat atau dosa yang sama ketika diulangi lagi dan diulangi lagi, harusnya menuai hukuman yang semakin berat bagi pelakunya. Bahkan kalau hal itu terjadi pada konversi agama atau murtad berulang kali, maka hukumannya bisa menjadi sangat besar dan berat.

Dalam Al-Umm, Imam Syafi'i menyatakan seseorang yang berpindah meninggalkan kesyirikan menuju keimanan, kemudian dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu adalah orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan maka hendaknya bersegera bertaubat. Jika dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima Allah. Namun jika dia tidak bertaubat, maka dia harus dihukum mati.

Allah swt berfirman yang artinya: “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seadainya mereka sanggup. Siapa saja yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,”. (Qs. Al-Baqarah 217)

Imam Syafi'i juga berkata: “Seorang tsiqah (adil dan shabit dalam periwayatan hadis) dari kalangan sahabat kami mengabari, dari Hammad, dari Yahya bin Sa’id, dari Abu Umamah bin Sahl Hanif, dari Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah halal darah seorang Muslim kecuali dengan salah satu di antara tiga, yakni kafir setelah iman, berzina setelah menikah, dan membunuh seseorang bukan karena nyawa seseorang (maksudnya bukan karena orang yang dibunuh itu memang harus dibunuh karena dia membunuh seseorang).

Nah, mencla mencle dalam tukar menukar keyaninan itu berat resikonya, oleh karenanya tidak etis melakukannya. Kita memohon hidayah kepada Allah, semoga tidak berketerusan dalam perilaku salah dan dosa. Seandainya terdapat perilaku salah atau dosa, maka segera disadarinya dan bertaubat nasuha karenaNya. Aamiin