Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Split Personality

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 15 Jumadil Awal 1443

Malu Split Personality
Saudaraku, bertepatan dengan pertengahan bulan, maka muhasabah hari ini mengingatkan kembali tentang pentingnya seimbang dan keseimbangan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan antara jasmani dan ruhani, antara fisik dan phikhis, sehingga tidak terjadi split personality, berkepribadian pecah. 

Karena setiap diri kita dianugrahi unsur fisik (panca indera) dan unsur phikhis (akal dan hati), maka dalam pendidikan juga mengakomodir tiga istilah tentang tugas yang semestinya diberi perhatian secara seimbang, yakni melatih, mengajar, dan mendidik sebagai tanda mensyukuri potensi atas karunia Ilahi (baca 16: 78). Allah berfirman yang artinya Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Nahl 78)

Melatih cenderung kepada pemenuhan dan pemberdayaan fisik, mengajar untuk pemenuhan dan pemberdayaan akal, dan mendidik untuk pemenuhan dan pemberdayaan perasaan dan hatinya. Kesemua tugas mulia ini harus dilakukan secara simultan dan serasi seimbang untuk melahirkan seseorang atau generasi rabbani yang berkepribadian utuh nan indah (insan kamil).

Resiko terburuk ketika pemenuhan kebutuhan dan pendidikannya timpang adalah munculnya seseorang atau generasi yang berkepribadian tidak utuh dan timpang yang saya sebut sebagai kepribadiannya pecah (split personality). 

Kepribadian yang sempurna keindahannya hanya akan mewujud pada orang-orang yang cerdas kepribadiannya, meliputi cerdas fisik, cerdas akal pikiran, cerdas perasaan, dan cerdas hatinya. Inilah yang saya sebut sebagai kecedasan holistik.

Pertama, kecerdasan fisik lazimnya mewujud pada diri yang sehat, bugar, rupawan, tampan/cantik, semampai, menawan, menarik, rapi, pakaiannya islami juga serasi dan terampil. Dalam dunia pendidikan kecerdasan fisik ini dikenal dengan kecerdasan kinestetik (KK). Meskipun usia terus semakin menua, namun KK mestinya dipertahankan selagi mungkin untuk meraih bahagia.

Kedua, kecerdasan akal biasanya mewujud pada pribadi yang cakap, pintar, genius, intelek, dan memiliki kemandirian dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia pendidikan kecerdasan akal ini dikenal dengan kecerdasan intelektual (KI).

Ketiga, kecerdasan perasaan lazimnya mewujud pada halusnya budi pekerti, care, peduli, sensitif, apresiatif, berjiwa sosial yang senantiasa bisa merasakan apa yang dialami oleh sesamanya. Dalam dunia pendidikan kecerdasan perasaan ini dikenal dengan kecerdasan (sosial) emosional (KE).

Keempat, kecerdasan hati lazimnya mewujud pada figur uswatun hasanah, beriman kepada Allah, beramal shalih, bertakwa, sabar, qanaah, 'iffah, wara' dan memeluk akhlaqul karimah lainnya. Dalam dunia pendidikan kecerdasan hati ini dikenal dengan kecerdasan spiritual (KS). 

Dan mengapa kita harus berusaha bahkan berjuang tanpa henti untuk mengemban amanah pendidikan guna melahirkan generasi rabbaniy yang memiliki kecerdasan holistik. Karena bila timpang akan lahir generasi yang memiliki kepribadian pecah (split personality) tadi. 

Dikatakan berkepribadian pecah karena kediriaannya tidak tumbuh berkembang dengan baik dan tidak sempurna sebagaimana yang dikehendaki oleh cita cinta dan pesona Allah, Penciptanya. Oleh karenanya perilaku kesehariannyapun seringkali timpang; menabrak-nabrak aturan dan melabrak norma keluhuran bangsa juga rambu-rambu agama. 

Sehat badannya dan tajam pikirannya, tapi bila kosong hatinya dari spiritualitas, maka menjadi bahaya, hidupnya bisa jenius dan glamor tapi gersang tak memeluk makna apa-apa. Demikian juga bila fisiknya terlantar, akan menjadi orang yang sakit-sakitan, loyo dan tak mampu melakukan ini dan itu, juga tak bisa khusyuk saat beribadah.

Memang, kepribadian pecah bisa saja menerpa siapapun dia, tetapi ketika melanda pada orang-orang yang notabene kuat ilmu pengetahuan termasuk "ilmu agamanya" dan kekuasaannya, akan berdampak sangat besar terhadap kehancuran peradaban suatu bangsa. Mesti diingat, dapat meruntuhkan peradaban bangsa yang adiluhung.

Orang-orang yang idealnya tahu dan sadar diri harus membangun generasi demi generasi, malah menggerogoti tanpa  disadari. Lahirnya tahu mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi tetap saja dilanggar dengan melakukan yang buruk meninggalkan yang baik. Semestinya paham bila korupsi itu harus dijauhi, tapi tetap saja dicoba diraupi untuk memperkaya diri. Harusnya tahu mendekati zina itu haram, tapi tetap saja mencicipi berkali-kali, entah anak orang atau murid sendiri. Untuk orang seperti ini kata Ibnul Qayyim menyatakan bahwa orang yang paling bodoh adalah orang yang mengetahui Allah itu maha pengampun, lalu menjadikan alasan perkara itu untuk terus berbuat dosa. 

Na'udzubillah tsumma na'udzubillahi min dzalika. Kita berlindung kepada Allah, semoga tidak memiliki kepribadian pecah atau split personality. Aamiin