Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Tangan di Bawah

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 7 Jumadil Awal 1443

Malu Tangan di Bawah
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada sifat dan sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai, syukur-syukur segera ditaubati. Di antaranya sifat dan sikap tangan selalu di bawah alias suka "meminta-minta" pada sesamanya. Sifat ini menjadi watak yang memang suka meminta-minta, bukan lantaran terpaksa, bukan karena papa. Jadi bisa jadi tidak ada hubungannya dengan kaya atau miskin, tapi karena mentalnya yang memang pengemis. Oleh karenanya sikap ini biasanya dilatari oleh sifat over, over malasnya, tak mau berikhtiar atau ogah-ogahan seperti yang telah diingatkan dalam muhasabah sebelumnya. 

Karena menyangkut dengan watak, maka sikap meminta-minta ini pelakunya bisa siapa saja dan di mana saja, bahkan bisa termasuk orang yang notabene "kaya" bahkan "bergelar", berpenampilan perlente, dan yang berpakaian rapi berjas juga berdasi.

Ya meminta-minta di sini mengakomodir sikap sejak meminta-minta materi dengan menengadahkan tangan berharap kasihan sesama; mengedarkan proposal demi proposal agar disetujui dan cair anggaran usulannya dari satu instansi ke instansi lainnya sampai menghiba-hiba memohon agar diberi jabatan.

Dari sudut manapun, yang namanya meminta-minta pada sesama ya tetap berefek pada menurunnya kewibawaan diri dan kualitas religiusitas dirinya. Oleh karenanya agama mengajarkan bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah; ajaran memberi lebih diapresiasi tinggi ketimbang meminta-minta yang disayangkan terjadi..

Kita tidak mengetahui secara persis para peminta-minta materi atau uang sekedar untuk membeli "sesuap nasi" yang sering beroperasi di trafic light, perempatan jalan, di sentra-sentra publik itu benar-benar karena kepapaannya atau karena profesi yang digeluti selama ini?. Bila benar,m maka sekrang ada profesi yang bisa ditulis di KTP, yaitu swasta atau pengemis profesional. Allahu a'lam. 

Pasalnya sering juga ada postingan yang menghentakkan jiwa seperti "pengemis tapi jutawan, pengemis tapi rumahnya di kampung mewah lengkap dengan kendaraannyadi parkir di garasi, pengemis tapi istrinya berbilang dst". (Coba kita-kita yang PNS sudah berkepala lima saja belum tentu bisa). Belum lagi para peminta-minta, pengemis yang dieksploitir oleh oknum. Mestinya meminta-minta karena keterbatasan ekonomi seperti ini - bila benar - harus dijadikan sebagai kondisi dharurat, sehingga sementara saja - bukan untuk profesinya - untuk kemudian bekerja apa saja yang penting halal.

Begitu juga meminta-minta melalui kedok proposal bantuan. Ini lebih canggih, lebih menggiurkan dan lebih meninabobokkan kalau berhasil. Tetapi idealnya juga harus benar-benar dharurat dan benar-benar untuk kepentingan umat, bukan atas interes pribadinya yang memanfaatkan umat.

Termasuk meminta-minta dibuatkan artikel, dibuatkan makalah untuk kenaikan pangkatnya, dibuatkan skripsi, dibuatkan tesis, bahkan dibuatkan disertasi. Masak yang membuat TA orang lain, yang diuji dirinya, yang meneliti orang lain, yang disemati gelar kesarjanaan dirinya. Duh, rusaknya dunia kampus! Perselingkuhan akademik marak terjadi! Melorotnya akhlak terpuji! Bagaimana ilmunya bisa berkah?Bagaimana gelarnya yang panjang bisa menghidupi? Bila seperti ini, apa tidak malu? Apa tidak malu-maluin diri dan institusinya?

Apatah lagi menghiba memohon jabatan ini dan itu, padahal belum tentu amanah karenanya atau belum tentu berkah nemberkahi saat menduduki kursi empuknya. Rasanya kok tidak tidak etis ya, seandainya mampu sekalipun. 

Akhlak Islam menuntun, mestinya dengan memantaskan diri saja untuk bekerja secara ikhlas dan cerdas sudah cukup memadai, sehingga "Sang Atasan" pasti akan mempercayainya. Seandainyapun tidak diberi amanah, ya sudah, tidak apa-apa, bukan? Karena dirinya memang tidak ada ambisi atau orientasi untuk menduduki jabatan ini itu. Nah, mudah, bukan? Ketimbang minta-minta sesuatu, yang ketika dikasih tokh belum tentu berkah memberkahi. Malu, bahkan malu-maluin. Semoga menjadi ibrah

Allahu a'lam