Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu Terlalu Ambisius

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 21 Jumadil Awal 1443 

Malu Terlalu Ambisius
Saudaraku, dalam menjalani hidup ini ada sifat dan sikap yang kontra produktif dengan akhlaq al-karimah yang mesti diwaspadai, syukur-syukur segera ditaubati bila masih terpapar virus ini. Di antaranya memiliki sifat dan sikap ambisius Ya, sifat ini ketika masih melekat di hati membuat hati sakit, sedangkan sikapnya berarti sudah mewujud dalam laku pekerti hari-hari, di antaranya bisa bersikap terlalu bernafsu, terlalu ambisius.

Sebenarnya setiap manusia memiliki keinginan, itu sih wajar-wajar saja, tetapi kalau sudah berambisi, atau malah ambisius atau terlalu bernafsu maka sudah berbeda.  Dalam penggunaan yang lazim, ambisi yang wajar merupakan suatu istilah untuk menggambarkan hasrat yang besar untuk mencapai sesuatu. Adapun ambisius, lebih sering dikonotasikan negatif dalam budaya kita, karena dipahami sebagai sikap yang menggebu-gebu, ngoyo dan terlalu bernafsu dalam mencapai sesuatu. Lebih konyol lagi, sudah syahwatnya besar tetapi tenaganya tak berimbang atau nafsu besar tenaga kurang. Duuh, ngenes jadinya. Mengapa? Ya, karena terlalu ambisius itu bisa menyiksa diri sendiri atau setidaknya berpotensi mempersulit diri.

Mengapa terlalu ambisius itu mesti dihindari? Ya, soalnya kalau sudah ambisius, apalagi terlalu bernafsu, maka biasanya kemudian tidak mengenal halal haram, tak peduli sikut kiri dan sikat kanan, memengkal yang di belakang, menjegal yang mau maju duluan, pijak sana dan injak sini dan di mana-mana, yang penting tujuannya tercapai. Di samping juga bisa menjadi gila pujian, tidak bisa mengukur kekuatan diri, suka membanding-mbandingkan, dan bisa menjadi semakin takabur, tamak lagi pelit.

Untuk meraih jabatan tertentu, misalnya, kalau diraih dengan terlalu bernafsu atau ambisius sekali seperti yang diilustrasikan di atas, maka ketika jabatan sudah dalam genggaman justru ada yang kemudian ''sudah merasa nyaman duduk di kursi goyang sehingga tidak bekerja lagi. Mengapa? Iya, karena sudah di zona aman, di samping sudah capek saat berusaha akan meraih kursi dimaksud, sehingga ketika sudah duduk di kursi tinggallah istirahatnya, tinggal menikmati kursi empuknya. 

Tentu akan berbeda bila amanah tersebut diduduki oleh orang-orang amanah yang tidak ambisius; yang tidak ''capek'' saat menjadi calon, makanya ketika menduduki suatu jabatan tinggallah kerja, kerja, dan kerja.

Sekali lagi bila keinginan dan cita-cita atau ambisi yang dimaknai positif dalam arti keinginan kuat untuk meraih cita-cita dengan mengindahkan etika dan tatakrama, agaknya bisa dimengeri bahkan diapresiasi. Tetapi ketika di tangan orang-orang yang serakah, maka ambisi, ambisius, terlalu bernafsu justru akan merugikan diri sendiri dan pihak lain.

Semoga kita, saya tuan puan yang membaca muhasabah ini dianugrahi nafsu yang dirahmati sehingga memperoleh ridha Ilahi. Oleh karena itu, mari segera bangun tidur untuk menjemput keridhaanNya, guna menyucikan hati kita, mengasah akal budi kita, menyehatkan fisik kita. Pastikan segera ambil air sembahyang; mengenakan pakaian indah yang kita miliki untuk "sowan" menghadap pada Allah melalui shalat malam, dzikir, tilawah Qur'an,  bermunajat kepada Allah memohon ampunan dan berharap agar Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita sehingga dapat hidup secara layak bermartabat di dunia ini, dan meraih kebahagian surga nan abadi. Aamiin ya Rabb