Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Medsos penebar maut, manut atau semakin mawut ?


Pemerintah sangat getol menganjurkan 5M sebagai usaha memerangi covid19. Jurus 5M dari memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, hingga membatasi mobilitas dan interaksi adalah paket lengkap pencegahan penyebaran covid19.

Buat warga jogja yang kreatif dan suka humor 5M dinilai kelewat panjang. Maka media sosial saat ini viral dengan slogan ala Jogja gerakan 1M, sangat ringkas hanya 1M. Slogan 1M adalah singkatan “MANUTO”, yang artinya taatlah pada protokol kesehatan.

Masyarakat Jogja sadar ledakan kasus covid19 saat ini adalah buntut dari perilaku “ora manut” (membangkang) sebagian warga yang mengabaikan protokol kesehatan. Biasanya warga yang mengabaikan protokol kesehatan merujuk kepada pendapat yang seliweran di media sosial.

Dalam berbagai kemasan acara di media sosial gencar dihembuskan analisis bahwa covid19 hanyalah virus flu biasa yang dibesar-besarkan oleh konspirasi global. Lengkap dengan klaim data-data rujukan dari antah berantah untuk menunjukkan covid19 lemah, serta daya bunuhnya rendah tak sehebat demam berdarah dengue.

Narasi yang demikian genit meyakini skenario global dalam pandemi covid19 hanyalah soal bisnis penjualan vaksin. Bahkan para pegiat medsos aliran ini  mengklaim vaksin-vaksin yang digunakan oleh pemerintah Indonesia tidak manjur. Mereka dengan genitnya menyampaikan bahwa tidak tepat menghadapi covid19 dengan program vaksin massal. Bahkan tega pula menuduh para dokter hanya “nun inggih sendiko dhawuh” dengan kemauan WHO.


Kalah bertempur di hulu

Pendapat para “ilmuwan medsos” diyakini oleh sebagian masyarakat dan mendapat dukungan dengan memviralkannya. Biasanya masih dibumbui dengan frasa “jangan panik” karena covid daya bunuhnya rendah. Kemudian disusul gerakan mengajak stop berita covid19 dengan alasan dapat menurunkan imun masyarakat.

Genitnya narasi para pegiat medsos pro konspirasi menumbuhkan ketidakpercayaan publik kepada jurus 5M nya pemerintah. Buntutnya adalah pembangkangan yang lumayan massif untuk mengabaikan protokol kesehatan.

Harapan pemerintah dengan gerakan 5M dapat mengendalikan jumlah pasien covid selalu stabil di bawah ambang batas kemampuan  layanan fasilitas kesehatan. Namun apa daya, dalam pertempuran di hulu kita kalah telak. Informasi-informasi dari para “ilmuwan medsos” mengalir tak terbendung dan telanjur dirujuk oleh sebagian masyarakat. Pembangkangan disiplin 5M berakibat lonjakan kasus penderita covid19, hingga akhirnya di sektor hilir fasilitas kesehatan tak mampu melayani.


Nakes dan relawan kelelahan

Karena jumlah penderita covid19 telanjur melonjak tak terkendali, maka para nakes, relawan ambulan, dan relawan pemakaman menjadi tumpuan akhir. Saat ini mereka menjadi ksatria yang berjuang habis-habisan dan sangat lelah. Di pihak lain, masih saja sebagian masyarakat yang telanjur fanatik dengan pendapat para “ilmuwan medsos” gencar menghembuskan hoax tentang covid19.

Sebenarnya para “ilmuwan medsos” beserta pengikutnya sikapnya tidak konsisten. Nyatanya mereka tidak pernah berperan di masyarakat untuk menolong korban-korban covid19. Seharusnya mereka ini sangat berani menolong, wong yakin covid19 bukan penyakit berbahaya.

Jika konsekuen semestinya mereka selalu hadir takziyah dan terlibat dalam pemulasaraan hingga memakamkan para korban corona. Nyatanya mereka selalu ngumpet saja. Demikian pula saat ada pasien covid19 yang butuh pertolongan untuk dievakuasi ke RS, para pengikut “ilmuwan medsos” ogah tampil juga. Jadi untuk apa kita percaya omongan mereka di medsos.


Pilih manut atau semakin mawut?

Atas nama kebebasan berpendapat, gencarnya hoax tentang covid19 di media sosial sama sekali tak terbendung. Publik yang percaya dengan narasi-narasi ngelantur tentang konspirasi yang diusung para “ilmuwan medsos” telanjur secara massif mengabaikan protokol kesehatan.

Walhasil hari-hari ini kita saksikan lonjakan pasien covid19 hingga jauh di atas ambang batas kemampuan fasilitas kesehatan. Saat ini para nakes dan relawan sangat kelelahan menjadi garda terakhir melawan pandemi ini.

Kita semua yang orang awam kesehatan, bisa menjadi garda terdepan untuk mengurangi beban para nakes dan relawan dengan selalu manut menegakkan protokol kesehatan. Tidak ada pilihan lain untuk melawan pandemi ini selain manut secara kolektif. Maka guyonan poster covid yang semarak di Jogja itu sangat tepat. Cukup konsisten dengan gerakan 1M (MANUTO), yen ora manut maka keadaan semakin mawut.

 

Tulisan ini telah dimuat pada tanggal 12 Juli 2021 di :

https://suaramuhammadiyah.id/2021/07/12/medsos-penebar-maut-manut-atau-semakin-mawut/