Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Zakat Membangkitkan Ekonomi Masyarakat

ZAKAT MEMBANGKITKAN EKONOMI MASYARAKAT

OLEH: TAUFIQ ABDUL RAHIM
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan atau ummat Islam yang terus berkembang serta berinteraksi secara dinamis ditengah kondisi kehidupan modern saat ini, maka bulan Ramadhan tetap menjadi perhatian penting untuk meningkatkan dan melaksanakan ibadah. 

Baik ibadah wajib maupun sunnat dilaksanakan sebanyak serta sebaik mungkin pada bulan yang penuh berkah, maghfirah, bulan kemenangan serta pengampunan dosa dan menjauhkan diri dari api neraka. Makanya bulan Ramadhan menjadi suatu bulan yang dinanti-nati dan dirindukan olah ummat Islam untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadahnya untuk terus mendekatkan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala.

Sehingga dalam satu tahun ada dua belas bulan, sesuai dengan peredaran bulan dan matahari, maka bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi ummat Islam, masyarakat muslim dalam melakukan ibadah menuju manusia bertaqwa sebagai ketaatan perintah Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 183, yang artinya; “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan  atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Ini merupakan landasan fundamental bagi setiap muslim beriman untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, agar menjadi orang yang bertaqwa. 

Dengan demikian, harapan serta target berpuasa adalah menjadi orang yang bertaqwa sebagai posisi tertinggi sebagai muslim beriman, juga istiqamah mejalankan perintah Allah Subhanahuwata’ala sesuai dengan aturan dan ketentuan normatif logis yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Diskusi dan pemahaman ini semakin penting, karena secara alamiah dan pemahaman masyarakat bahwa, pada pertengahan dan atau penghujung bulan Ramadhan selalu dikaitkan dengan pelaksanaan atau menunaikan pembayaran zakat, terutama zakat fitrah. Ini dilakukan sebagai pelengkap dan menyempurkan ibadah puasa yang secara rutin dilaksanakan setiap tahunnya, juga berbagai ibadah lainnya serta perilaku sosial yang demikian menonjol dibulan Ramadhan ini, yaitu infaq dan shadaqah.

Maka zakat, infaq dan shadaqah sebagai kewajiban serta amalan sunnah yang demikian dikehendaki juga meningkat pada bulan Ramadhan, selanjutnya diharapkan menjadi stimulus aktivitas perekonomian secara makro ekonomi. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, Ayat 261, yang artinya “Perumpanaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah, serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. 

Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) dan lagi Maha Mengetahui”. Dimana efek penggandaan ganjaran (multiplier effect) dari zakat ini juga selaras dengan Riwayat Hadist dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Muhammad dalam Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim. Dimana ayat dan hadist tersebut secara eksplisit mengilustrasikan efek penggandaan dari zakat. 

Sehingga sesungguhnya bahwa, zakat fitrah berkaitan langsung dengan pelaksanaan puasa wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan, maka zakat ditunaikan hingga menjelang Idul Fitri, selanjutnya pelaksanaan zakat maal, infaq dan shadaqah juga tidak hanya di bulan Ramadhan dapat dilaksnakan serta bergulir sepanjang waktu dan bulan dalam setiap tahunnya, juga melakukan siklus aktivitas yang positif. 

Potensi zakat secara nasional Rp 327 triliun dari penduduk 87,2%, sedangkan Aceh potensi zakatnya yaitu sekitar Rp 2 hingga Rp 4 triliun, semuanya pada berbagai sektor utama, zakat merupakan salah satu instrumen keuangan sosial syari’ah yang memiliki peran penting meningkatkan, pemulihan serta meningkat makro ekonomi Aceh maupun nasional melalui ekonomi produktif. 

Karena itu secara ekonomi, siklusnya sebagai berikut, yaitu diasumsikan bantuan zakat yang diberikan dalam bentuk konsumtif, dimana bantuan konsumtif diberikan kepada para mustahik akan meningkatkan daya beli atas barang dan jasa yang dibutuhkan. Selanjutnya peningkatan daya beli berdampak kepada peningkatan produksi dari pada produsen ataupun perusahaan, kemudian peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas serta jumlah produksi yang lebih tinggi, ini juga bermakna produsen atau perusahaan akan menambah penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak, juga adanya peningkatan fungsi produksi dan atau faktor produksi. 

Hal ini terus bergulir dalam siklus ekonomi yang lebih besar, cepat, efektif dan efisien serta secara makro ekonomi akan menciptakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang lebih baik. Karena itu, muzakki yang megeluarkan zakatnya diterima oleh mustahik untuk meningkatkan daya beli, maka akan adanya peningkatan konsumsi yang memberikan dampak peningkatan produksi dengan dukungan investasi, kemudian adanya kutipan pajak dan atau pembayaran zakat (mesti ada kejelasan kompensasi antara pajak dan zakat secara undang-undang untuk diimplementasikan), ini menjadi pnerimaan negara yang meningkat, kemudian dari penerimaan pajak/penerimaan negara menjadikannya sebagai dana/anggaran pembangunan, sehingga pembangunan meningkat yang diharapkan menjadikan stimulus baru dan juga banyak tumbuhnya para muzakki baru. 

Karena itu juga, zakat tidak hanya dipergunakan serta disalurkan kepada bantuan yang bersifat konsumtif, tetapi juga diatur kepada yang bersifat produktif menjadi investasi baru serta meningkatkan penggunaan faktor produksi agar aktivitas ekonomi dari zakat “multiplier effect”nya menjadikan perekonomian semakin baik dalam rangka meningkatkan keadilan, kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat. 

Ini tidak saja menjadi wewenang pemerintah serta berbagai lembaga amil zakat lainnya, sebagai ikhtiar menggairahkan semangat filantropi serta medorong, meningkatkan serta menjadikan stimulus ekonomi secara simultan serta berkelanjutan, juga dengan melakukan inovasi sosial yang efektif agar zakat tetap tumbuh dapat meningkat pertumbuhan ekonomi secara makroekonomi kehidupan masyarakat yang lebih luas, sehingga mampu menciptakan kesimbangan kesalehan sosial makroekonomi, serta kehidupan sosial masyarakat. 

Dengan demikian dengan menciptakan kondisi kehidupan serta sistem sosial masyarakat Islam yang “kaffah” dan “istiqamah” menjalankan ibadahnya selaras dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka  dengan sistematika serta melaksanakan manajemen penghitungan zakat serta penyaluran dan pemberian dana atau anggaran yang benar dan tepat dengan pendekatan makroekonomi terhadap pendapatan nasional. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa, zakat telah memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatan nasional, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang sehat, yang berarti berpengaruh positif terhadap pertumbukan ekonomi suatu negara dalam bentuk full employment makro-ekonomi. Kemudian zakat menciptakan peningkatan pendapatan nasional, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dimana zakat harus dialokasikan secara tepat, tetap serta terus diberdayakan. Peran zakat adalah sangat penting dan menjadi unsur utama dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi ummat Islam. Dengan demikian, adanya solusi alternatif dan strategis yang terus-menerus ditawarkan Islam, ini tiada lain adalah dengan sistem manajemen pengelolaan zakat modern (distribusi dan pendayagunaan) zakat yang produktif dan kreatif serta mampu mampu meningkatkan kesejahteraan ummat. 

Dengan sistem manajemen modern, maka pengelolaan sebagaimana dimaksud diharapkan dapat memberdayakan orang miskin menjadi Aghniya (yang kaya) dan menjadikan mustahiq menjadi para muzakki baru yang ramai.        

Dengan demikian Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin, maka dengan cara mengembangkan potensi zakat melalui cara yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam, ini mesti didukung dengan aturan, undang-undang, qanun yang tidak merugikan ummat Islam dan masyarakat, sehingga perekonomiannya dapat terus meningkat menuju kesejahteraan yang sesungguhnya. 

Secara akhlaqul karimah atau etika kehidupan sosial, aturan serta undang-undang dalam bentuk syari’ah, jangan sampai praktik ekonomi zakat yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah menciptkan kondisi ketidakadilan, diskrimintaif, memperburuk kondisi ekonomi, tidak mampu menciptakan keadilan, diskriminatif dan tidak menghargai dan atau melanggar hak azasi manusia dengan bungkus atau tampilan syari’ah dalam aktivitas makro ekonomi yang siklusnya mesti membangkitkan ekonomi masyarakat. 

Sehingga kehidupan ril masyarakat berbagai infrastruktur dan suprastuktur yang agak berwajah buruk, menjadikan kondisi ekonomi tidak stabil dan sulit diakses masyarakatnya siklus keuangan yang dibatasi.