Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Karakteristik Orang Yang Memakmurkan Masjid


Oleh: Teuku Hendri Saifullah
Jika sebuah mesjid telah terbangun. Maka sudah menjadi keharusan kepada umat muslim untuk memakmurkannya. Mesjid tidak dianggap makmur jika tidak ada jamaahnya, artinya tidak ada kegiatan shalat berjamaah 5 waktu yaitu shalat shubuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya. Shalat berjamaah tentunya dihadiri oleh masyarakat yang berdomisili di seputaran mesjid atau bisa jadi musafir atau siapa saja yang secara kebetulan melaksanakan shalat secara berjamaah di tempat tersebut.


Melaksanakan shalat berjamaah adalah salah satu cara kita mengikuti sunnah rasul. Sebagaimana sabda beliau.


وقال صلى الله عليه وسلم: {صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَة الفَذِّ بِسَبْعٍ وعِشْرِينَ دَرَجَةً}.
Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan selisih 27 derajat. (HR. al-Bukhari)


Permasalahan yang kita lihat sekarang masih banyak mesjid yang memiliki bentuk fisik megah dan didukung dengan kubah yang besar dan menara yang memenjulang tinggi. Seharusnya memiliki jamaah yang banyak, tetapi hanya dihadiri oleh beberapa orang jamaah saja. Itupun jamaah yang berumur lansia (lanjut usia).


Sebenarnya Allah swt telah memberikan kepada kita agar lebih mengerjakan shalat berjamaah, seperti rukuk dengan mengikuti orang lain yang rukuk sebagai salah satu bukti shalat berjamaah. Sebagaimana dijelaskan dalam Quran surat Al-Baqarah: 43


وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّ ٰ⁠كِعِینَ


Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.


Beberapa ulama menafsiri kalimat terakhir dalam ayat tersebut sebagai shalat berjamaah. Bahkan sejumlah ulama menjadikan ayat itu sebagai landasan untuk mewajibkan shalat berjemaah.


Nabi Muhammad SAW sendiri telah menganjurkan umatnya untuk menunaikan shalat lima waktu secara berjemaah.
Bahkan, dikatakan tak sempurna shalat seorang Muslim yang bertetangga dengan masjid jika tidak menunaikan shalat berjamaah.


"Tidak sempurna shalat seseorang yang bertetangga dengan masjid kecuali dengan berjamaah. Dalam suatu riwayat, kecuali di masjid," (HR Ahmad).


Dan berbahagialah bagi mereka yang senantiasa dalam shalatnya dilaksanakan di mesjid sehingga termasuk kedalam salah satu karakter pemakmur mesjid. Seperti yang dijelaskan dalam Quran suray At-Taubah ayat 18.


إِنَّمَا یَعۡمُرُ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ یَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰۤ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَن یَكُونُوا۟ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِینَ
"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."


Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang yang dikatakan memakmurkan mesjid haruslah memiliki 4 karakteristik. Keempat karakteristik tersebut adalah:


1. Memiliki Iman yang Mantap
Orang musyrik ataupun kafir tidaklah dapat disebut orang yang memakmurkan mesjid. Keimanan merupakan sebuah pondasi dalam beragama Islam, tidaklah sesorang dianggap menjadi seorang muslim sehingga dia mengucapkan 2 kalimat syahadat. Syahadat tersebut merupakan bukti pengakuan keimanan dan akidah kita akan kebenaran Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah serta mengakhir Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.


Bagi orang yang memakmurkan mesjid haruslah menjaga iman dan alirannya agar tidak rusak atau pun hilang. Dikarenakan melakukan amalan-amalan yang tidak bersumber dari Al-quran dan sunnah. Seperti melakukan tahayyul, khurafat dan bid'ah. Serta perilaku syirik lainnya.


Beriman kepada Allah juga termasuk beriman kepada datangnya hari akhir. Ini adalah cerminan bahwa kita yakin bahwa kehidupan yang kita rasakan sekarang ini pas waktunya akan berakhir. Tidak ada kesempatan lagi untuk beramal dan bertaubat. Sebelum ini terjadi orang yang memakmurkan mesjid akan merasa bahwa kesempatan itu harus segera dimanfaatkan dengan melakukan ibadah dan amalan shalih lainnya.


2. Konsisten Melaksanakan Shalat Berjamaah
Tujuan asasi pendirian mesjid adalah sebagai tempat melaksanakan shalat berjamaah. Oleh karena itu, seseorang yang memakmurkan mesjid adalah yang dalam kesehariannya melaksanakan shalat berjamaah di mesjid selama tidak halangan baginya melaksanakannya dimesjid seperti sakit dan lain sebagainya.


Walau demikian, disamping sebagai tempat shalat, mesjid juga harus berfungsi sebagai tempat pendidikan, tempat pembinaan jamaah, pusat dakwah dan kebudayaan, pusat kaderisasi umat, basis kebangkitan umat Islam.


3. Menunaikan Zakat
Setiap individu muslim yang memakmurkan mesjid senantiasa rela mengorbankan sebagian hartanya dijalan Allah. Karena mereka yakin harta adalah titipan dari Allah dan jika sudah saatnya maka akan diberikan kepada yang membutuhkan. Pemberian tersebut bisa berbentuk zakat, infaq dan sedekah.


Sesungguhnya harta yang diberikan di jalan Allah adalah untuk membersihkan hartanya. Sehingga tidak ada lagi hak orang lain di dalam hartanya. Sebagaimana firman Allah dalam Quran surat At Taubah 103


خُذۡ مِنۡ أَمۡوَ ٰ⁠لِهِمۡ صَدَقَةࣰ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّیهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَیۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنࣱ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِیعٌ عَلِیمٌ


"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."


Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawy dalam Kitab Fiqih Zakat, mengatakan bahwa "zakat bukan hanya bertujuan sekedar untuk memenuhi Baitul maal dan menolong orang yang fakir saja, tetapi agar manusia lebih tinggi nilainya daripada harta”.


Dengan demikian, manusia adalah Tuan dari harta bukan menjadikan diri sebagai budak harta. Sehingga para muzakkir (Orang yang berzakat) merasa tidak takut kekurangan dengan harta yang dikeluarkan. Karena mereka yakin harta yang disedekahkan/dibelanjakan di jalan Allah maka itu akan menjadi sedekah jariyah yang pahalanya akan terus diterima walaupun dia telah meninggal dunia.


4. Tidak Takut Kecuali Hanya Kepada Allah
Secara psikologis, takut adalah kondisi psikis (kejiwaan) yang diliputi rasa khawatir, kegalauan, ketakutan, waswas, atau kurang nyaman terhadap sesuatu yang tidak disukainya itu jika terjadi pada dirinya. Takut bisa saja menjadi energi positif jika dimaknai secara positif, demikian pula sebaliknya.


Seorang muslim apalagi yang senantiasa memakmurkan mesjid. Tidak boleh terpengaruh untuk takut dalam menjalankan perintah Allah, perilaku takut menghadapi tekanan dan ancaman orang lain tidak lantas membuat kita berlaku zalim atau berubah dari keyakinan semula yaitu beriman dan bertaqwa kepada Allah.


Oleh karena itu, menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, takut kepada Allah SWT itu hukumnya wajib. Karena takut kepada Allah dapat mengantarkan hamba untuk selalu beribadah kepada-Nya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan. Siapa yang tidak takut kepada-Nya, berarti ia seorang pendosa, pelaku maksiat. Karena tidak takut kepada Allah, koruptor semakin merajalela, semakin serakah, dan tidak lagi memiliki rasa malu.


Muslim yang memaknai takut secara positif pasti akan bervisi masa depan, menyiapkan generasi yang tangguh, kuat, dan unggul firman Allah dalam QS an-Nisa’ ayat 9


وَلۡیَخۡشَ ٱلَّذِینَ لَوۡ تَرَكُوا۟ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّیَّةࣰ ضِعَـٰفًا خَافُوا۟ عَلَیۡهِمۡ فَلۡیَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡیَقُولُوا۟ قَوۡلࣰا سَدِیدًا


Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.


Dari penjelasan dapat dipahami bahw takut secara positif dapat mengantarkan hamba meraih dan merengkuh rasa cinta paling tinggi, yaitu ridha, sehingga pada gilirannya dapat meraih surga-Nya firman Allah dalam Quran surat al-Bayyinah : 8
جَزَاۤؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّـٰتُ عَدۡنࣲ تَجۡرِی مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِینَ فِیهَاۤ أَبَدࣰاۖ رَّضِیَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُوا۟ عَنۡهُۚ ذَ ٰ⁠لِكَ لِمَنۡ خَشِیَ رَبَّهُۥ
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.


Oleh karena itu keempat karakter yang telah dijelaskan setidaknya menjadi acuan bagi untuk menilai apakah karakter ini sudah ada dalam diri kita. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.