Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena Anak Gemar Main HP


Oleh Teuku Hendri Saifullah



Ada orang tua beranggapan "jika ingin anak belajar lebih baik maka harus didukung dengan fasilitas yang cukup". Pernyataan ini tidaklah selamanya benar, karena banyak anak yang tidak memiliki fasilitas tetapi memiliki kemauan ternyata kualitas belajarnya juga bisa tercapai dengan baik jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki fasilitas tetapi tidak ada kemauan belajar. Diantara fasilitas tersebut adalah hp smartphone.

Jika kita lihat perkembangan zaman sekarang ini, penggunaan hp smartphone sudah dimiliki oleh anak-anak sekolah bukan saja tingkat SMA/MA tetapi sudah dimiliki oleh anak SMP dan SD dan yang lebih parah lagi orang tua sudah membeli hp smartphone untuk anaknya yang masih sekolah TK/PAUD.

Memenuhi kebutuhan anak "tidaklah salah". Tetapi jika belum saatnya ataupun tidak diawasi dalam penggunaan maka inilah yang menjadi "masalah besar". diakui atau tidak masalah besar ini akan terus menghantui perkembangan buah hati mereka.

Sepintas sebagian anak menggunakan hp smartphone adalah untuk belajar. Seperti mencari materi pelajaran atau menjawab pekerjaan rumah "pr" dari sekolah. Mungkin saja kegiatan belajar ini hanya berlangsung paling lama 30 menit, apatah lagi bagi mereka yang tidak pernah menggunakan fasilitas ini untuk belajar. Sehingga sisa waktu yang ada berpotensi untuk mereka habiskan pada hal-hal yang tidak berfaedah. Seperti main game online atau offline. Bermain tiktok, judi online.

Ada juga yang menggunakan hp untuk bermedsos tanpa ada batasan atau pengawasan, dan maaf. Ada juga anak yang sudah mulai suka menonton atau membuka situs-situs dewasa.

Orang tua yang tadinya berharap dengan adanya fasiitas ini akan membuat anak mereka mudah diatur atau makin berprestasi tetapi malah sebaliknya. Anak sudah mulai menyendiri dengan hpnya atau meghabiskan waktunya bersama temannya ditempat tertentu dan pastinya masih menggunakan hpnya masing-masing.

Alhasil orang tualah yang nanti akan kecewa jika nanti melihat anaknya yang tidak sesuai dengan keinginannya walaupun beralasan semua kebutuhan telah diberikan kepada buah hatinya.

Orang tua seharusnya adalah tempat berlindungnya anak-anaknya dari pengaruh negatif lingkungan. Orang tua menjadi protector (pelindung) artinya menjaga anak dengan memberikan perhatian yang penuh bukan semata hanya dalam hal fasilitas tetapi memberikan pemahaman agama, contoh teladan dalam ibadah dan akhlak, memberikan kasih sayang dan tetap mengontrol perkembangan anaknya.

Oleh karenanya, Peran orang tua sangat menentukan baik-buruk serta utuh-tidaknya kepribadian anak. Untuk itu orang tua pasti akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla kelak di akhirat tentang anak-anaknya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Sehingga tidak salah jika kita katakan bahwa keshalehan atau tidak shaleh anak sangat ditentukan oleh orang tuanya. Karena potensi ketaatan itu sudah ada pada anak disebut dengan "fitrah". Walaupun kemudian mendapat pengaruh-pengaruh luar, termasuk mengenai benar atau tidaknya orang tua dalam mendidik dan mengajarkan anaknya

Kendatipun demikian. Orang tua tetaplah harus tetap berusaha agar tanggung jawab yang telah diberikan oleh Allah dapat terlaksana dengan baik. Sehingga apapun hasilnya orang tua telah melakukan usahanya secara maksimal dan hanya kepada Allah jualah kita bertawakkal. Semoga anak keturunan kita menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Amin ya Allah