Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salman Alfarisi, Pemimpin yang Teladan

Salman Alfarisi, Pemimpin yang Teladan

Oleh : Teuku Hendri Saifullah


Sebuah jabatan terkadang membuat seseorang hidup dengan berbagai fasilitas yang mewah dan mahal serta juga ingin dilayani dengan baik oleh bawahannya atau rakyatnya. Hal ini sangatlah lumrah jika jabatan itu dipegang oleh mereka yang tidak takut kepada Allah yang telah memberikan amanah jabatan padanya.

Berbeda halnya dengan yang dialami oleh shahabat Nabi yang juga Gubernur Madain pada masa kekhalifahan Umar bin khattab, dia adalah Salman Al-Farisi seperti kisah berikut ini:

Pada suatu hari, seorang laki-laki yang yang datang dari Suriah terlihat kelelahan memikul barang dagangan yaitu buah tin dan kurma. Pada saat yang bersamaan orang Suriah ini melihat seorang laki-laki yang berpenampilan sederhana dan biasa saja sedang berada didepannya.

Tanpa menunggu lama, langsung saja dipanggil laki-laki tersebut dan berkata: "Maukah anda membantu saya mengangkat barang-barang ini dan nanti saya akan membayar upahnya" maka sesuai dengan keinginannya barang-barang tersebut langsung diangkat oleh laki-laki dan dipikul diatas bahunya menuju ke tempat tujuan.

Ketika ditengah perjalanan mereka berdua berpapasan dengan satu rombongan. Orang yang membantu orang suriah ini memberi salam kepada mereka, rombongan inipun menjawab salam sambil berhenti "Waalaikum salam, Amir"

Jawaban salam tersebut membuat orang suriah ini menjadi heran. Kenapa mereka menyebut kata "Amir" (arti: pemimpin). Keheranan ini ditambah lagi dengan permintaan dari anggota rombongan teraebut untuk memikul barang bawaan laki-laki ini dengan maksud ingin menggantikannya sambil berkata: "Berikan kepada kami, wahai Amir"

Sehingga akhirnya mengertilah orang Suriah ini bahwa orang yang dia suruh ini adalah seorang Gubernur Madain yaitu Salman Al Farisi ra.

Orang Suriah ini menjadi salah tingkah bercampur gugup karena telah menyuruh sesuatu yang tidak semestinya kepada seorang pemimpin sambil berkata: "Saya Minta Maaf Amir. Saya tidak tau bahwa Anda adalah Salman AlFarisi dan biarlah saya saja yang mengangkatnya sendiri". Sambil menampakkan wajah penyesalan yang teramat sangat. Seketika saja Salman menolak dan menjawab: "Tidak, Biarlah saya antar sampai kerumahmu."

Menurut Salman, pekerjaan yang berkaitan dalam melayani masyarakat adalah pekerjaan yang sangat mulia. Dan tidak mengurangi kemuliaannya disisi manusia walaupun jabatannya adalah seorang Gubernur. Melainkan akan meninggikan derajatnya disisi Allah swt.

Setidaknya ada 2 kategori pemimpin yang bisa kita teladani dari kisah Salman Al-Farisi yaitu
1. Pemimpin yang rela berkorban pada rakyatnya
Masyarakat miskin dan kurang mampu sudah menjadi kewajiban bagi pemimpin untuk membantunya. Tidak tebang pilih. Apakah dia orang dekat hubungan dengan penguasa atau tidak. Semuanya berhak mendapat bantuan.
Allah berfirman:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Maidah: 8).

Sungguh tidak adil jika ada pemimpin yang hanya memperdulikan pihak yang dia senangi saja tanpa memikirkan ada orang lain yang juga rakyatnya yang seharusnya juga turut dibantu

2. Pemimpin yang hidup sederhana
Keteladanan yang dicontohkan kepada rakyat dengan hidup sederhana adalah salah satu tanda seorang pemimpin yang baik. Tidaklah disebut pemipin yang suka hidup bermewah mewahan tetapi rakyatnya masih dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Allah berfirman:

وَٱلَّذِینَ إِذَ

اۤ أَنفَقُوا۟ لَمۡ یُسۡرِفُوا۟ وَلَمۡ یَقۡتُرُوا۟ وَكَانَ بَیۡنَ ذَ ٰ⁠لِكَ قَوَامࣰا
Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar (QS. Al-Furqan 67)

Kesederhanaan bukanlah berarti kikir melainkan tetap memenuhi kebutuhan asalkan tidak mubazir. Artinya membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhan bukan mengikuti hawa nafsu atau keinginan belaka.

Dari kisah diatas apakah sekarang masih ada pemimpin seperti ini. Tidaklah pemipim yang selalu ingin dipuji dengan jabatan yang sedang diraih. Ataupun yang selalu ingin didengar oleh bawahanya walau terkadang banyak perintahnya atau aturannya yang menyakiti hati rakyatnya.

Pemimpin yang baik dan bertaqwa kepada Allah tentunya akan mendapatkan rakyat yang baik pula. Semoga 2 keteladanan ini dimiliki oleh para pemimpin negeri kita tercinta "INDONESIA" Amin. Ya Allah