Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan Kesetiaan Bagi Kaum Muslim


Pesan Kesetiaan Bagi Kaum Muslim


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 20 Muharam 1443

Pesan Kesetiaan
Saudaraku, di antara kesan saat membaca sejarah hijrahnya Nabi dan para sahabat mulia adalah kesetiaan. Ya, kesetiaan pada Allah, kesetiaan pada RasulNya, kesetiaan pada pasangan, kesetiaan pada sesamanya.

Betapa setianya Ali bin Abu Thalib pada Allah dan RasulNya, yang siap menjadi tumbal keganasan para algojo perwakilan kabilah dari orang-orang kafir quraisy yang bersiap menghabisi nyawanya, dimana di malam keberangkatan hijrah Nabi, bersedia menerima amanah dengan tidur di tempat yang biasa Nabi beristirahat, sehingga dikiranya Nabi masih tidur hingga pagi. Padahal kalaulah mau, Ali bisa saja berlenggang sendiri melakukan hijrah seperti halnya sahabat lainnya.

Betapa setianya Abubakar al-Shiddiq yang bersedia dengan senang hati menemani perjalanan hijrah Nabi padahal bahaya besar dari ancaman orang-orang kafir quraisy selalu mengintai keselamatan nyawanya. Dalam keheningan malam, dengan takdir Allah, kedua manusia agung ini menyelinap berhasil keluar dari kediamannya, lalu dengan untanya menyusuri jalan dan rute yang tidak lazim meinggalkan tanah tumpah darahnya menyusul rombongan kaum muhajirin yang sudah berangkat terlebih dahulu menuju Madinah.

Betapa setianya Asma yang mengemban tugas mensuplay logistik Nabi saat dalam perjalanan atau persembunyian di Gua Tsur. Tentu, mara bahaya selalu mengintainya di samping harus ekstra hati-hati agar misinya selamat. Karena kecerobohan sedikit saja sudah bisa memberikan sinyal bagi orang-orang kafir untuk mengetahui keberadaan Nabi yang sedang dicari untuk dihabisi.

Betapa setianya Amir bin Fuhairah yang bertugas mensterilkan lintasan setelah diliwati Nabi dan Abubakar. Di samping memerah susu dari gembalaannya dan mensuplay kepada Nabi, Fuhairah juga dengan segera mengembalakan domba-dombanya di sepanjang lintasan yang dilalui Nabi Muhammad dan Abubakar di malam harinya, agar tidak tampak jejak-jejak kaki atau pertanda telah diliwati. 

Begitu juga betapa setianya Abdullah bin Uraiqith sang pemandu jalan profesional meskipun masih sebagai pengikut agama nenek moyang. Abdulillah bin Uraiqith bekerja menunjukkan jalan alternatif Makkah Madinah dengan penuh dedikasi.

Nah, inilah kesetiaan yang mendatangkan kekuatan untuk meraih bahagia bersama. Semoga pesan kesetiaan menjadi bagian dari nafas kehidupan kita.  Ya setia terhadap Allah dan RasulNya, setia pada teman, setia pada pasangan kita yang sah, setia kepada keluarga, setia pada pekerjaan terbaik kita, setia terhadap segala hal yang diamanahkan kepada kita, setia dalam - menyampaikan, membela, mempertahankan - kebenaran dan setia mengabdi hanya kepada Allah jua. 

Kira-kira inilah kesetiaan yang diajarkan kepada kita, baik dalam ranah hablum minannas hubungannya diri, keluarga, sesama maupun hablum minallah dengan Allah Rabbuna. Kesetiaan mewujud dalam sikap kebertahanan, istikamah, teguh hati, cinta kasih, berpegang pada janji dan pendirian sebagai seorang muslim dengan mengedepankan kepatuhan dan ketaatan pada Allah ta'ala.

Sungguh merupakan karunia yang amat besar dari Allah yang mesti disyukuri, bahwa kita dilahirkan, dididik dan dibesarkan di lingkungan keluarga muslim, apalagi taat beribadah. Mengapa? Iya karena dalam segala aktivitas kehidupan selalu dituntun dan diarahkan guna memperoleh keridhaanNya semata. Sejak bangun tidur dini hari tadi sudah dibiasakan dengan memanjadkan rasa syukur melalui shalat dan doa-doa sesuai keperluan, terus belajar atau bekerja mencari nafkah, melayani masyarakat, berkidmat pada keluarga sembari beramal shalih hingga saatnya istirahat di sore atau malam hari. Begitu seterusnya.

Dalam ranah akhlak, kita juga dituntun untuk terus qanaah dan belajar setia terhadap apapun yang Allah tetapkan atas diri kita, baik berkaitan dengan rezeki maupun keluarga. Secara etis, tentu tidak beralasan bagi seorang mukmin mengatakan bahwa rumput tetangga lebih hijau, atau berpendapat bahwa indah itu sebelum dimiliki, tapi tidak sesudahnya atau lainnya. 

Kita harus meyakini bahwa apapun ketetapan Allah atas kita sebagai hambaNya merupakan wujud kemahaadilan dan kemahamurahanNya. Rezeki yang Allah anugrahkan kepada kita hamba-hambaNya telah diatur dengan mengikuti sunatullahNya; tidak ada yang kurang, tidak ada yang lebih, semuanya sudah ada ketetapanNya.

Begitu juga keluarga. Sebagaimana orangtua atau ayah dan ibu kita, pasangan hidup atau jodoh kita baik isteri maupun suami, anak-anak kita pun demikian juga. Mereka adalah orang-orang terbaik dan pribadi-pribadi pilihan yang sengaja dikirim oleh Allah ke tengah kehidupan kita masing-masing. Mereka semua tanpa terkecuali adalah "pahalawan" dan menjadi ladang amal bagi yang satu untuk lainnya. Oleh karena itu, semua anggota keluarga harus menunjukkan kesetiaannya yang kontributif, partisipatif, komplementatif, saling asih asah asuh untuk meraih bahagia di dunia, dan di kehidupan akhirat di surga bersama-sama.

Demikian juga dalam ranah hablum minallah, kita mesti setia, dan harus tetap istikamah dalam ketaatan kepada Allah ta'ala, meskipun ujian bisa datang dan pergi, masalah yang harus diselesaikan bisa datang silih berganti. Bila dengan sesama kita telah berhasil mengukuhkan sikap setia melayani, maka kepada Allah kita mesti setia mengabdi. Mengabdi kepada Ilahi secara totalitas sampai akhir hayat saat kita kembali. Allahu a'lam