Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan Sehat Rasulullah SAW

Pesan Sehat Rasulullah SAW


Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 18 Muharam 1443

Pesan Sehat
Saudaraku, setelah membaca sejarah hijrahnya Nabi, maka kita tidak pernah mendapati riwayat yang bercerita tentang keluh kesah, kepayahan yang amat sangat, dan rasa sakit yang dialami. Padahal durasi waktunya relatif lama dan jarak tempuhnya relatif jauh untuk ukuran zaman unta yang belum mudah p3k atau "tabib" sekalipun. Lalu pertanyaannya? Bagaimana cara Nabi menjaga stamina dalam kondisi menerima tekanan dari orang-orang kafir quraisy? Atau kondisi yang melatari ini justru menjadi motivasi untuk hijrah.

Itulah, betapa kehidupan Nabi menyimpan banyak sekali ibrah. Terlepas dari qadarullah, dalam menjalani hidup ini, seringkali kita baru menyadari pentingnya kesehatan dan nikmatnya sehat di kala kitanya sakit atau salah satu anggota keluarga kita dirawat di rumah sakit.

Ya Allah, padahal hampir seluruh waktu yang dianugrahkan oleh Allah untuk kita jalani dalam hidup ini selalu dalam kondisi sehat wal afiat tidak kurang sesuatu apa. Tetapi sesekali diuji atau ditegur dengan diberi sakit, kita sudah benar-benar merasakan tidak enaknya. Padahal padanya pasti ada hikmah yang bisa diraih, seperti kesempatan taqarrub illlah lebih banyak, dengan terus merintih sembari memanggil-manggil asma Allah sebisanya, melakukan muhasabah sembari beristighfar memohon ampun pada Allah atas segala dosa.

Juga ketika mendapat "giliran" salah satu anggota keluarga kita diuji dengan sakit, rasanya seperti seluruh keluarga juga turut merasakannya. Perhatian dan komitmen semua anggota keluarga tercurah kepada si sakit. Ya liku-liku antri, registrasi, pesan kamar, menunggui resep, mencari obat yang dirujuk oleh dokter, berapapun harganya sering sekali kita pasrah demi kesembuhan anak, istri, suami orang tua dan anggota lainnya. Kalau pas sakit, baru nyadar betapa mahalnya kesehatan, yang sebelumnya tak terpikirkan.

Ya begitulah sebagaimana rasa bahagia yang selalu dirasa, berkeluarga juga menyediakan pengalaman berbeda yang menuntun kita pada kesabaran dan kearifan.

Pada saatnya ketika kita sudah mendengar teguran Allah berupa ujian apapun dan mengambil ibrahnya, maka sudah selayaknya kita  mensyukurinya baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa kesehatan sebagaimana halnya kesempatan, kekayaan, kelapangan dan kekuatan adalah karunia Allah jauh melampaui yang sudah dirasakan ketimbang sakit, sempit, lemah, kekurangan yang kita alami.Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan memujiNya, semoga Allah memudahkan segala jalan untuk tetap istiqamah dalam ketaatan kepadaNya. Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret, yaitu saat diuji kita mesti bersabar dan istiqamah dalam berusaha sampai memperoleh  keridhaanNya menjadi sehat wal afiat lagi. Aamiin