Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Blid Spot Dan Etika Kritik


Oleh: Teuku Hendri Saifullah, MA

Seorang pemain bola yang handal. Kita contohkan saja cristiano ronaldo atau sering dikenal dengan nama CR7, dia adalah seorang pemain yang sudah masyhur dengam kepiawaiannya dalam memainkan bola serta dengan mudah memasukan gol ke gawang lawan. Keberhasilan cristiano ini tidak terlepas dari kerja keras dari seorang pelatih. Pelatihnyalah yang lebih mengerti dalam memberikan strategi dan latihan serta memperbaiki cara bermain seseorang. Hal ini bukanlah berarti para pemain ini tidak bisa menyaingi pelatihnya tetapi jawaban yang tepatnnya adalah karena permain tersebut tidak bisa menilai cara bermainnya sendiri sehingga diperlukan bantuan orang lain yang memiliki keahlian di bidang tersebut.

Cerita diatas penulis angkat sebagai ilsutasi akan sebuah kehidupan seorang manusia yang tidak mampu melihat kelemahan dirinya secara langsung atau di kenal dengan istilah Blind Spot (Titik buta). Blind spot juga dipahami sebagai titik kelemahan seseorang akibat keterbatasannya dalam menilai dirinya sendiri.

Semua perbuatan manusia tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan ini bisa berbentuk verbal (perkataan) dan bisa berbentuk perbuatan atau tingkah laku. Kesalahan terjadi karena ada seuatu yang seharusnya tidak terjadi atau tidak harus dilakukan serta bisa juga karena ketidaksesuaian dari suatu ucapan, tindakan ataupun suatu keputusan.

Semuaa kita termasuk juga penulis mengakui bahwa keterbatasan dalam menilai diri sendiri adalah kodrat setiap manusia, oleh karenya kita membutuhkan orang lain yang bisa memeberikan masehat jika kita melakukan suatu kesalahan atau penyimpangan.

Kita butuh orang lain yang senantiasa menasihati, mengingatkan, bahkan mau menegur kita jika kita mulai melakukan sesuatu yang salah. Secara sadar dan tidak sadar kesalahan pernah kkta lakukan. Kendatipun demikian tidaklah membuat kita kecil hati atau bahkan merasa terhina jika mendapat teguran ataupun nasehat. Malahan inilah yang akan mengangkat derajat dan membawa keselamatan bagi hidup kita jika kita terima dengan rendah hati dan lapang dada.

Dalam realita kehidupan manusia sekarang, ada juga orang yang tidak mau dikritik ataupun dinasihati. Apalagi jika itu dilakukan oleh orang yang berada dibawah kekuasaannya. Perbedaan status sosial ataupun ekonimi bukanlah syarat untuk memberikan nasihat atau kritikan walau dalam kenyataan masih jarang kita lihat bawahan dapat dengan mudah memberikan teguran atau kritikan kepada atasannya.

1. Kritikan Karyawan kepada direkturnya

Seharusnya seorang bos atau direktur sebuah perusahaan membuka ruang bagi karyawannya untuk mereka bisa memberikan masukan dan saran terhadap dirinya selaku bos atau juga kepada perusahaan miliknya jika melakukan kesalahan. Karena bisa jadi jika ini dilakukan akan membuat perusaaan ini akan semakin maju lantaran semua karyawannya merasa terlibat dalam memberikan kontribusi demi memajukan perusahaan tersebut.

2. Kritikan Rakyat kepada Pemimpinnya

Tidak ada negara yang tidak menginginkan rakyatnya sengsara atau melarat. Peran pemimpin negara atau presiden beserta seluruh aparaturnya terus berusaha dalam memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya.

Dalam menjalankan tugas negara seorang pemimpin baik kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur dan Presiden juga tak luput dari kesalahan. Tentunya saran, kritikan dan nasihat dari pihak lain termasuk dari rakyatnya adalah hal yang perlu diterima demi kemajuan suatu bangsa dan negara tercinta. Dan ini akan membuat sebuah pemerintahan semakin kuat karena mendapat dukungan dari rakyatnya.

3. Subtansi Nasihat menurut ajaran Islam

Kritikan dan nasihat seharusnya menjadi sebuah batu loncatan kesuksesaan dimasa yang akan datang selama pihak yang dikritik terus memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah dilakukan.

Titik kelemahan atau titik buta (blind spot) dari seseorang tidak akan menjadi masalah jika senantiasa mau menerima nasihat, kritikan dari orang lain. Tentunya semua ini berisikan sesuatu yang membangun atau mengarah kepada kebaikan serta di sampaikan dengan santun dan beretika tanpa ada rasa kebencian satu dengan yang lain.

Dalam Islam, kita tidak dilarang dalam memberikan nasihat sebagaimana firman Allah dalam QS Al- Asr

وَٱلۡعَصۡرِ ۝ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ ۝ إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلصَّبۡرِ

1. Demi masa.
2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran

Pada ayat ketiga diatas, Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa saling menasihati untuk kebanaran (haq) mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan kebenaran dari orang lain serta mengajarkannya kepada orang lain. Seseorang belum lagi terbebaskan dari kerugian bila sekadar beriman, beramal shaleh dan mengetahui kebenaran itu, tetapi ia berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain. Selanjutnya pada ayat berikutnya juga syarat untuk terbebaskan dari kerugian total adalah saling wasiat mewasiati menyangkut kesabaran.

Perlu juga kita pahami bahwa nasihat, kritikan yang kita sampaikan kepada orang lain harus sesuatu kebenaran (haq) karena kebenaran itu sifatnya tidak berubah-rubah, dan sesuatu yang tidak berubah, bersifat pasti, dan sesuatu yang pasti menjadi benar, dari sisi bahwa ia tidak mengalami perubahan.

Semakin jelas bagi kita bahwa kritikan atau masukan haruslah bersifat kebenaran. Dan kebenaran adalah suatu yang harus kita terima demi meyelamatkan kita dari kerugian hidup di dunia ini.

4. Etika menyampaikan kritikan dan nasehat

Agar sebuah kritikan atau nasihat tepat sasaran, Alquran telah menunjukkan kaidah-kaidahnya. Seperti Firman Allah dalam QS. an-Nahl ayat ke-125. Artinya,

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Dalam menyampaikan kritikan kita juga harus memeiliki etika dan tata cara yang baik. Dari ayat diatas secata umum etika dalam menyampaikan kritikan dan nasihat ada beberapa cara yaitu: (1) bil hikmah (hikmah); (2) al mau'izah al hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan cara yang baik).

bil hikmah berarti menyampaikan kebenaran dengan terlebih dulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar dan mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya.

bilmau'izah hasanah, berarti memberi kepuasan kepada jiwa seseorang atau komunitas yang menjadi sasaran dakwah. Hal itu dengan cara-cara yang baik, seperti memberi nasihat, pengajaran, serta teladan yang positif.

mujadalah billati hiya ahsan adalah dakwah yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran (dialog), sesuai kondisi masyarakat setempat tanpa melukai perasaan mereka

Jika ketiga cara ini dapat dilajukan maka penulis yakin tidak ada orang yang akan merasa tersinggung apalagi marah jika suatu saat mereka mendapatkan kritikan.

Semoga kita terus dapat menjadi manusia terbaik walaupun dalam diri kita terdapat titik buta (blind spot) atau titik kelemahan yang ini hanya bisa kita perbaiki jika kita mau menerima nasihat, kritikan atau saran dari orang lain. Guna menyelamatkan kita dari kerugian dimasa yang akan datang. Amin ya rabbal alamin

Sumber bacaan:
1. Tafsir Al Misbah, M. Quraish Shihab
2. Menjadi Bijak dan Bijaksana, Ibnu Basyar