Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan Muharam Buat Kaum Muslim



Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 29 Muharam 1443

Pesan Muharam
Saudaraku, bulan Muharam yang sekaligus menandai tahun baru hijriyah 1443 kali ini sungguh luar biasa. Bagaimana tidak luar biasa? Pada bulan ini saja terjadi "ketentuan Allah" yang memang harus terjadi, baik atas diri Nabi Muhammad saw rasulNya dan kaum muslimin, serta secara khusus bagi setiap kita..

Berawal dari upaya menangkap pesan hijrah sebagaimana di diulangkaji dalam muhasabah ke-1 kita memperoleh banyak pelajaran berharga. Di antaranya mengingatkan kita pada pesan peradaban sebagaimana diulas di muhasabah ke-2. Dan tentu peradaban yang adi luhung meniscayakan kesadaran kolektif setidaknya mengingatkan kita akan pesan ikhtiar sebagaimana tema muhasabah ke-3. Di samping itu betapa indahnya mengenang pesan pengorbanan yang harus dilakukan saat "hijrah" sebagaimana ditulis pada tema muhasabah ke-4. Makanya dalam ini, pesan tawakal yang menjadi isi muhasabah ke-5, dab pesan ikhlas yang menjadi tema muhasabh ke-6 menjadi sangat signifikan.

Karena hijrah itu merupakan agenda dalam hidup dan kehidupan, maka pesan gerak yang nerupakan ibti hidup sebagaimana muhasabah ke-7, dan pesan kemerdekaan yang menjadi ini jemanusiaan seperti muhasabah ke-8 menjadi prasarat meraih kemajuan. Hal ini ditandai keinginan, kemanpuan dan kreativitas membangun diri dan negeri seperti yang diesankan dalam muhasabah ke-9. Semua ini dioerlukan kepiawaian dalam membaca sebagainana pesan muhasabah ke-10, kehati-hatian muhasabah ke -11, profesionalitas muhasabah ke-12. Di sanping tentu harys mengakomodir semua potensi yang dimiliki baik dari sdm laki-laki maupun sdm perempuan seperti yang dipesankan dalam pengarusutamaan gender (PUG) dalam muhasabah ke-13.

Di atas semua itu, upaya membangun diri dan negeri (tentu juga Iskam) harus dilakukan secara keberlanjutan seoerti pesan muhasabah ke-14, bandai nembaca pesan dari emesta muhasabah ke-15, pesan sejarah muhasabah lke-16. Dan jangan dipikir untuk semua ibi tidak perlu fisik yag sehat bugar dan trampil atau berkecerdasan kinestetik Tentu sangat oerlu seperti yang dipesankan dalam muhasabah ke-17, sehat lahir batin seoerti isi muhasabah ke-18. Dan dalam mengerjakan program tertentu, juga perlu tim yang solid yakni the real team seperti isi muhadasah ke-19. Di samping tentu harus memperhatikan aspek psikologisnya (muhasabah ke-20), aspek kesetiaan (muhasabah ke-21), aspek ekonomis (muhasabah ke-22).

Terlepas dari itu tentu secara pribadi saya sebagai hambaNya, tentu uga memiliki keterbatasan seperti yang yang dipesankan dalam kedhaifan hamba (muhasabah ke-23). Dalam hal ini, saya ketika rada lalai menjaga diri maka tak kuasa diuji dengan merasakan dahsyatnya rasa sakit terpapas virus 19 (bersam istri). Tetapi, tentu Allah dengan kemahakenalanNya pada hamba-hambaNya (muhasabah ke 24) kemudian menganugrahi kesembuhan. Ini semua karena saya dan istri memperoleh hidayah yang tudak disangja-sangka (muhasabah ke-25). Makanya peristuwa dalam muharam ini saya dianugrahi oleh Allah akan pengalaman beda (muhasabah ke-26) baik rasa sakitnya maupun banyaknya hidayah yang tersedia. Inilah yang jemudian saya rekam dalam pesan edukatif (muhasabah ke-27), yang di dalamnya saya tulis dialog imaginer (muhasabah ke-28) atas pengakaman spiritual diri saya.

Semua pengalaman ini saya rangkum dalam
Pesan muharam sebagai tema muhasabah ke-29 sebagai mengakhiri muhasabah bulan baru hijriysh 1443 kali ini.

Dan sebagai tambahan, dalam muhasabah kali ini juga saya rasakan bahwa saat menyikapi kesulitan (dalam hal ini terpapar covid 19), kita mesti bijak. Berangkat dari petuah bijak dari Ali bin Abu Thalib yang lalu bahwa orang optimis selalu melihat kesempatan dalam setiap kesulitan, maka bila mengalami kesulitan harus kita jadikan sebagai kesempatan untuk melatih diri menjadi orang yang sabar, berani menghadapi dan menyelesaikan masalah, tabah, ridha, ikhlas dan tetap husnudhan pada Allah.

Sejatibya kesulitan hidup itu dapat berupa himpitan ekonomi, atau faktor keterbatasan fisik, sakit berpenyakit dan kesehatan yang tidak kunjung membaik, memiliki masalah tempat tinggal, seret menemukan jodoh, kesulitan memperoleh keturunan, kebuntuan memperoleh pekerjaan yang profesional, kesulitan memahami seseorang dan ragam kesulitan hidup lainnya.

Apapun bentuk kesulitan hidup yang dihadapi, Ali bin Abi Thalib lebih praktis menasihati, Jangan biarkan kesulitan hidup membuatmu gelisah. Karena bagaimanapun juga hanya di malam yang paling gelap bintang-bintang akan tampak bersinar lebih terang.

Kesulitan atau masalah hidup yang digambarkan sebagai gelap pekatnya malam justru akan semakin mengkodisikan bertambah terangnya sinar bintang-bintang di kejauhan. Nah sekarang tinggal kita berkesempatan untuk tampil menjadi bintang-bintang kehidupan bagi diri, keluarga, bangsa dan negara serta agama. Atau bahkan bagaikan rembulan yang menyediakan sinar harapan yang lebih luas bagi kehidupan. Nah semua ini merupakan ranah pilihan.

Di samping itu, kesulitan yang digambarkan sebagai gelap pekatnya malam, tentu tidak selamanya tetapi akan segera berlalu berganti menjhladi fajar dan terang di siang hari. Makanya ungkapan habis gelap terbitlah terang menyiratkan bahwa kesulitan pasti sesudahnya akan disusul dengan kemudahan. Bahkan dalam Al-Qur'an sebagai normativitas Islam, Allah sangat menghendaki kemudahan bagi hamba-hambaNya. Dalam kesulitan sekalipun, Allah masih menyertakan padanya banyak kemudahan.

Allah berfirman fainna ma'a al'usyri yusra. Maka sungguh bersama dalam suatu kesulitan terdapat kemudahan. Kesulitan yang biasanya manusia hadapi itu spesifik dan jelas, tetapi kemudahan yang disediakan Allah bersamanya bisa beragam dan tidak terbatas. Makanya Allah menggunakan kata makrifah dalam kesulitan (al-'usyri) dan nakirah untuk kemudahan (yusra). Suatu kesulitan, bersamanya banyak kemudahan. Kita sering menghadapi suatu kesulitan hidup, tetapi bersamanya terdapat banyak jalan keluar dan kemudahan yang bisa jadi tidak disangka-sangka.

Saat sakit, misalnya, bersamanya tersedia obat, kesetian dan perhatian keluarga dan kunjungan handai tolan dan saudara, kiriman paket-paket makanan, buah-buahan, bahkan obat. Di sanping itu tentu tersedia kesempatan untuk muhasabah dan beristighfar memohon ampunan kepada Allah lebih banyak. Jangan-jangan pemberian sakit yang dialami kali ini justru karena jarang menyebut dan mengingat Allah. Dengan sakit, kemudian banyak berbaring, istirahat sembari bermuhasabah memanggil Allah, Allah, ya Allah, ya Allah, ya Rahman, ya Rahman, ya Rahim, ya Rahim ya Baasith, astaghfirullahal 'adhim dan seterusnya.

Mengapa? barangkali Allah juga cemburu, karena asmaNya jarang disebut-sebut, tidak diingat, tidak disembah, yang sering diingat hanya harta, tahta, wanita/pria/keluarganya. Maka sakit dan kondisi sulit itu peringatan agar kembali menyebut dan mengingat Allah sesering mungkin. Maka sesiapa saja yang ingin sehat wa afiat dan selalu dalam kenudahan, maka ia harus selalu bersama Allah, mengingatNya, menyebut asmaNya, dan mematuhi titahNya.

Betapa banyak seseorang yang merasa gagal dan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, justru menjadi pribadi yang tangguh, ulet, tertempa sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri yang justru dapat menyerap banyak saudara-saudara yang menganggur di sekitarnya.

Ketika seseorang menghadapi masalah atau dalam kesulitan hidup tertentu, maka bersamanya tersedia pilihan penyelesaian, tertempanya sikap ulet dan sabar, terpatrinya keyakinan akan pertolongan Allah, terkabulnya doa dan permohonannya. Begitulah kemurahan dan ragam kemudahan Allah atas hamba-Nya. Allah menegaskan, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs. Al-Thalaq 2 -3)

Allah menginginkan bagi kalian kemudahan, dan (Allah) tidak menginginkan bagi kalian kesulitan. Qs. Al-Baqarah 185) Dan tidaklah (Allah) menjadikan atas kalian keberatan dalam agama Islam (Qs. Sl-Hajj 78) juga, Tidaklah Allah hendak menjadikan keberatan atas kalian. (Qs. Al-Maidah 6)

Nah, bagaimana menyikapi kesulitan hidup? Kita dituntun untuk menambahi iman di dada, berdoa dalam shalat-shalat termasuk shalat tahajud dan shalat dhuha yang kita tegakkan, berusaha menyelesaikan satu per satu kesulitan hidup yang dihadapi dan tawakal berserah diri pada kenahabijakan ketentuan Allah atas makhlukNya.

Saudaraku secara religius, di atas kesulitan hidup, sejatinya ada kesulitan yang harus kita khawatirkan lebih serius. Kesulitan yang lebih akut ini bisa berupa kesulitan menjaga keistiqamahan dalam beribadah, kesulitan menambahi amalan-amalan wajib dengan amalan-amalan sunat karena kesibukan duniawiyah dan rutinitas kerja, kesulitan bangun dini hari untuk bersimpuh di atas sajadah memohon ampunan Ilahi, kesulitan memanage waktu untuk anak, istri dan keluarga tercinta, kesulitan mendawamkan dalam membaca al-Qur'an dan problem religiusitas lainnya.

Menyikapi kesulitan dalam peningkatan kualitas religiusitas, kita lakukan lebih intensif dalam berdoa dan berusaha semaksimal mungkin. Di antaranya dengan pembiasaan diri menunaikan amalan-amalan pendukung meski awalnya berat, berteman dengan orang-orang yang lebih taat agar termotivasi pada peningkatan ketaatan, menghindari dunia persendau gurauan yang berlebihan dan lain sebagainya.

Wal hasil terhadap kesulitan pun, kita dituntun untuk optimis dan mensyukurinya secara proposional dengan hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri dengan hati yakni meyakini dengan penuh kesadaran bahwa kesulitan hidup merupakan ujian pendewasaan dan instrumen kenaikan kelas ketakwaannya. Sedangkan kesulitan dalam peningkatan kualitas kehidupan merupakan sarana muhasabah untuk segera berbenah ke arah yang lebih maslahah.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya memperbanyak melafalkan alhamdulilahi rabbil'alamin, kita masih dianugrahi kekuatan untuk menyelesaikannya.

Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret. Kesulitan hidup dijafikan sebagai media melatih diri untuk lebih sabar, tabah, ridha, ikhlas dan tetap husnudzan pada ketentuan Allah ta'ala sembari terus berdoa berusaha untuk menyelesaikannya. Sedangkan kesulitan dalam peningkatan religiusitas harus segera ditaubati agar tidak berkerusan dalam keterlenaan.

Catatan muhasabah ini dilakukan di keheningan malam usai bermunajat 29 Muharam 1443, Pengalaman Loen Tuan Sri Suyanta Harsa. Untuk itu saya dan kami bersyukur kepada kepada Allah dan berterima jasih jeoada keluarga tercinta, saudaraku dari wa kawom FTK, Forduna, Keluarga Unmuha, Warga Muhammadiyah dan teman-teman mahasiswa S2 IAIN Gajah Putih, Pak Eka Kalimantan, Bu Cut Geh dan lainnya yang belum saya sebut) . Salam Takdhim Sri Suyanta Harsa dan keluarga