Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Kebutuhan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 3 Rabiul Awwal 1443


Lahirnya Kebutuhan
Saudaraku, karena manusia dicipta oleh Allah terdiri dari unsur fisik dan phikhis, maka sejatinya kita hanya butuh pemenuhan terhadap keduanya. Dan kebutuhan ini rasanya sudah ada sejak kita di dalam kandungan ibu.

Kebutuhan fisik. Kebutuhan fisik ini bermula dari sejak dalam kandungan, berupa asupan makanan minuman yang dapat diperoleh secara otomatis dari ibudanya. Oleh katenanya saat seorang ibu mengandung biassnya, maka kebutuhan akan makanan dan minuman lebih diperhatikan oleh keluarganya ketimbang masa sebelum atau setelahnya. 

Kebutuhan phikhis. Demikian juga kebutuhan phikhis seorang jabang bayi di dalam kandungan seperti rasa aman dan nyaman akan diperoleh secara otomatis dari ibundanya.

Kebutuhan jabang bayi akan mendapatkan momentumnya ketika ia sudah lahir di dunia ini. Makanya seorang bayi menangis pertanda butuh sesuatu. Bagi kita keluarga muslim, setelah jabang bayi lahir dan memperoleh pemenuhan kebutuhan fisik seperti air susu ibundanya dan  kehangatan tubuhnya dengan dibalut kain bedong, maka kebutuhan phikhis juga diperhatikan dengan memberi rasa aman dan nyaman seraya mendekatkan pada pelukan kasih sayang ibundanya.

Terlebih lagi, kemudian puncaknya adalah memperdengarkan adzan atsu iqamat atau bacaan ketauhidan lainnya. Untuk ini, bahkan ada yang berpendapat bahwa tangisan pertama seorang jabang bayi adalah disebabkan akan kebutuhannya pada ketauhidan. Mengapa? Karena ketika di alam dzuriyat dan saat lahir sudah membawa futrah kebertuhanan, yakni Allah.

Karena sejatinya saat ruhnya dicipta di alam dzuriyat telah bersaksi bahwa Allah adalah Rabbnya. Dalam hal ini Allah berfirman yang atinya (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Qs. Al-A'raf 172). Inilah benih-benih Islam (baca keyakinan akan adanya Allah yang esa) dipersaksikan secara primordial. 

Kira-kira janji ketauhidan tersebut dipegang teguh oleh seorang jabang bayi yang terlambangkan pada gengganan tangannya. Maka ketika lahir dan genggamannya terlepas, seorang jabang bayi dianugrahi intuisi "sedih" dan butuh ketauhidan lalu menangis.. Di sinilah makanya Nabi menasihati agar orangtuanya memperdengarkan adzan atau kalimat ketauhidan lainnya.

Jadi secara pedagogis, memperdengarkan adzan atau kalimat ketauhidan lainnya itu sebagai pemenuhan kebutuhan akan agama (Islam). Sekaligus seolah orangtua ingin menyatakan dengan bahasa verbal bahwa "Anakku, jangan menangis lagi, di sini di dunia ini saya ayahmu, ibumu dan semua keluargamu akan membantu nemenuhi kebutuhan hatimu dengan Islam yang ajaran intinya mengesakan Allah sebagaimana dijanjimu dulu yang dipersaksikan di alam dzuriyat" seraya adzan.
.
Apa anak kita mendengar? Apa mengerrti? Apa hatinya memahami? Hanya Allah sing moho pirso. Satu hal yang kita tahu bahwa Islsm melalui Nabi menuntun begitu. Kita yakin ketauhidan pasti lengket terhunjam di hatinya karena seluruh prndidikan berikutnya akan ada sehingga terus mengukuhkannya. Coba perhatikan piringan hitam buatan manusia saja bisa menampungi suara yang banyak, masak hati yang putih bersih buatan Allah tidak bisa memanpungi kalimat tauhid? Pasti bisa!

Dengan demikian lahirnya kebutuhan baik fisik maupun phikhis itu melekat otomatis pada diri manusia. Makanya ketika kita perhatikan pendapat para pakar tentang kebutuhan dari berbagai perspekif (macam,  dan sifatnya) bermula dari diri manusia yang terdiri dari dua unsur ini

Abraham Maslow, misalnya, membagi keebutuhan pada lima, yakni Pertama, kebutuhan fisik (physiological needs). Kebutuhan fisik inu yang paling mendasar dan paling mendominasi kebutuhan manusia. kebutuhan ini lebih bersifat biologis seperti oksigen, makanan, air dan sebagainya. Pemikiran 

Kedua, kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia akan cenderung 
mencari rasa aman, bisa berupa kebutuhan akan perlindungan, kebebasan dari rasa takut, kekacauan dan sebagainya. Kebutuhan ini bertujuan untuk mengembangkan hidup manusia supaya menjadi lebih baik.

Ketiga, kebutuhan akan kepemilikan dan cinta (The belongingness and love  Needs). Detelah kebutuhan fisik dan rasa aman terpenuhi, manusia akan  cenderung mencari cinta orang lain supaya bisa dimengerti dan 
dipahami oleh orang lain. Jadi, Kebutuhan akan cinta tidak sama dengan kebutuhan akan seks. Sebaliknya, Maslow menegaskan, 
kebutuhan akan seks justru dikategorikan sebagai kebutuhan fisik.  Kebutuhan akan cinta ini menguatkan bahwa dalam hidup, manusiia tidak bisa terlepas dari sesama.

Keempat, kebutuhan untuk dihargai (The esteem Needetelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, maka sudah menjadi naluri manusia untuk bisa dihargai oleh sesama bahkan masyarakat. Maslow mengklasifikasikan kebutuhan ini menjadi dua bagian yaitu,  Pertama lebih mengarah pada harga diri. Kebutuhan ini dianggap kuat, mampu mencapai sesuatu yang memadai, memiliki keahlian tertentu menghadapi dunia, bebas dan mandiri. Sedangkan kebutuhan 
yang lainnya lebih pada sebuah penghargaan. Yaitu keinginan untuk memiliki reputasi dan pretise tertentu (penghormatan atau penghargaan dari orang lain). Kebutuhan ini akan memiliki ampak secara psikologis berupa rasa percaya diri, bernilai, kuat dan sebagainya.

Kelima, kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization). Kebutuhan inilah yang menjadi puncak tertinggi pencapaian  manusia setalah kebutuhan-kebutuhan di atas terpenuhi. Pencapaian  aktualisasi diri ini berdampak pada kondisi psikologi yang meninggi pula seperti perubahan persepsi, dan motivasi untuk selalu tumbuh dan berkembang.

Dari segi sifatnya Islam membedskan kebutuhan menjadi dharuriyat sebagai kebutuhan pokok, hajjiyat sebagai kebutuhan skunder dan tahsiniyat sebagai kebutuhan tersier.

Alkahu a'lam