Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lahirnya Rahmatan Lil Alamin

Sri Suyanta Harsa
Mugasabah 29 Rabiul.Awwal 1443

Lahirnya Rahmatan Lil'alamin
Saudaraku, lahirnya Nabi Muhammad saw yang nantinya mendakwahkan Islam sejatinya juga menandai sempurnanya risalah dan penutup rangkaian perutusan rasulullah di atas bumi ini. Karena khatamul 'anbiya' yang menyempurnakan risalah sebelumnya dengan dinul Islam, maka misi yang diemban Nabi Muhammad saw bersifat rahmatan lil'alamin. Inilah yang melatari muhasabah hari ini sebagai catatan akhir muhasabah bulan Rabiul Awwal ini diracik di bawah judul lahirnya rahmatan lil'alamin. 

Allah berfirman yang artinya, Dan tidaklah engkau (wahai Muhammad) diutus ke muka bumi ini kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya 107).
Rahmatan lil'alamin dipahami bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw ke atas bumi ini merupakan karunia dan pencerah bagi seluruh alam.  Sehingga karenanya, dinul Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw juga menyempurnakan risalah sebelumnya.

Cobalah kita cermati sedari Nabi Adam as sebagai manusia pertama seperti telah diingatkan dalam muhasabah ke-1 sampai Nabi Isa as pas sebelum perutusan diri Nabi Muhammad saw sendiri sejatinya merupakan rangkaian perutusan yang sambung menyambung  hingga sempurna pada perutusan Nabi Muhammad saw adalah untuk menyelamatkan dan membahagiakan manusia. Semua rasul mendakwahkan Islam; penyerahan diri secara total kepada Allah ta'ala.

Meski mengalami dinamika, sejatinya keberadaan manusia di muka bumi ini sudah membawa naluri beragama, maka sejak keberadaannya manusia sudah menghajadkan agama; menghajadkan Tuhan. Dalam konteks ini, boleh saya sebut sejatinya manusia adalah makhluk religius atau makhluk beragama atau makhluk bertuhan, yang tidak ada pada makhluk selainnya. Inilah kemudian yang melatari lahirnya agama (muhasabah ke-2). 

Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia juga dibekali dengan potensi internal, di antaranya keinginan memiliki atau melakukan atau meninggalkan sesuatu (muhasabah ke-3). Betapapun demikian dengan besar dan luasnya keinginan sejatinya manusia memiliki kebutuhan (muhasabah ke-4) yang jauh lebih riil dari pada mengejar keinginan yang jelas tak mungkin terjangkau semuanya.

Namun demikian, Allah melalui Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhamnad saw tetap menyediakan kesempatan bagi pemeluknya untuk berusaha menjadi lebih baik, lebih sukses, dan bisa lebih bahagia. Bahkan, selaku hambaNya, tentu, sesiapapun boleh memohon dan berharap  kepada Allah akan kebaikan dan keberkahan hidup. Oleh karenanya dalam muhasabah ke-5 juga disinggung tentang bagaimana melahirkan harapan. Tentu, termasuk dengan hadirnya Radulullah Nabi Muhamnad saw. Misalnya, dengan berusaha meneladaninya, kita berharap syafaatnya.

Yang namanya harapan atau cita-cita yang diinginkan ketika dapat diraih, maka biasanya dapat melahirkan kepuasan seperti disinggung di muhasabah ke-6. Lazimnya kepuasan yang dirasakan oleh hamba ketika dapat istikamah dalam ketaatan akan memengaruhi lahirnya kebahagiaan (muhasabah ke-7). Dan untuk melahirkan rasa bahagia sejatinya kita dapat memulai dari diri sendiri,dari yang kecil, sedari sekarang. Seperti misalnya dengan kesederhanaan seperti yang ficobyohkan oleh Nabi Muhammad saw juga dapat melahirkan rasa bahagia (muhasabah ke-8). Di samping itu, dengan sikap qanaah (muhasabah ke-9), dan kedermawanan (muhasabah ke-10) juga dapat melahirkan rasa bahagia 

Oleh karenanya, penting bagi kita untuk terus belajar lebih serius mengukuhkan kearifan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. (muhasabah ke-11). Dengan istikamah mengikuti keteladanan Nabi Muhammad saw (muhasabah ke-12), misalnya dalam menjaga kemurnian Islam atau kemurnian dalam berakidah (muhasabah ke-13), mengukuhkan kedamaian dan mengajarkannya(muhasabah ke-14), mengukuhkan doktrin kesaamaan derajat (muhasabah ke-15), mengajarkan kesetaraan gender (muhasabah ke-16), memberikan jaminan keamanan (muhasabah ke-17) , kesejahteraan (muhasabah ke-18), keadilan (muhasabah ke-19). Oleh karenanya, semua karunia ini mestinya dapat melahirkan rasa syukur kepada Allah (muhasabah ke- 20). Hal ini, tentu sekaligus dapat memvasilitasi lahirnya energi positif (muhasabah ke-21) yang terus memengaruhi kepada kebaikan. Inilah Islam yang rahmatsn lil 'alamin.

Di samping diutusNya Nabi Muhammad saw sebagai rasul juga menandai lahirnya generasi baru (muhasabah ke-22) yakni generasi yang memiliki peran meneruskan risalah yang telah dibawa oleh paea rasul sebelumnya dan sebagai peran pengganti terhadap hal-hal yang tidak "islamy" lagi seperti yang dpraktikkan oleh orang-orang kafir era jahiliyah.  Oleh karenanya dengan Islam yang didakwahkannya sekaligus menandai lahirnya tuntutan baru yang harus ditaati demi kebahagiaan manusia (muhasabah ke-23). Dan untuk kemuliaan hidup, Islam juga menuntun umatnya untuk meraihnya dengan amalan sunah (muhasabah ke-24). Ketika ajaran Islam telah dipraktikkan dan melembaga dalam madyarajat, naka sejatinya sudah menadai lahirnya tatanan baru yang berkeadaban dan berkemajuan (muhasabah ke-25). Logika berikutnya, dengan lahirnya masyarakat yang memiliki tatanan yang baik, kemudian menjadi prasyarat penting bagi lahirnya keuasaan baru atau negara baru (muhasabah ke-26) dan ujungnya dapat memvasilitasi lahnya peradaban baru (muhasabah ke-27). Inilah Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sawyang sekaligus nenandai lahirnya kesempurnaan risalah (muhasabah ke-28) yang  rahmatan lil alamin (muhasabah ke-29).

Allahu a'lam