Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu itu Jangan Salah Pasang

Sri Suyanta Harsa

Muhasabah 3 Jumadil Awal 1443


Malu itu Jangan Salah Pasang 

Saudaraku, sebagaimana telah disampaikan dalam muhasaah yang baru lalu bahwa malu adalah kekuatan internal yang menghiasi hati seseorang untuk tidak membiarkan sesuatu yang rendah terjadi pada dirinya dan tidak melakukan segala yang berpotensi mendatangkan ketidaksukaan Allah atasnya. Inilah makanya malu itu merupakan di antara akhlak mulia, akhlaknya para Nabi dan aulia. Oleh karenanya, malu itu jangan salah pasang.

Sifat malu harusnya merupakan kekuatan yang dengannya dapat menghalangi untuk melakukan perbuatan maksiat atau dosa atau segala yang dibenci oleh agama. Abu Mas'ûd 'Uqbah bin 'Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu 'anhu ia berkata: Artinya: "Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya di antara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah: 'Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.'" (HR. Bukhari No. 3483). 

Bila perbuatannya sesuka hati, tak menghiraukan halal haram, tak ada kontrol, tak ada rem, maka pertanda tak punya rasa malu. Dan karena malu itu bagian dari iman, maka jangan-jangan juga tak punya iman.

Malu benar-benar harus menjadi benteng yang menghalangi seseorang untuk berbuat tercela. Inilah malu yang terpuji. Sedangkan malu yang tidak pada tempatnya adalah malu terhadap upaya perbaikan atau malu dalam melakukan kebaikan atau malu lantaran kekurangsempurnaan diri. Ini malu salah pasang.

Dari Aisyah r.a. pernah mengatakan sebaik-baiknya wanita adalah wanita Anshar. Sifat malunya tidak menghalangi mereka untuk bertafaqquh fiddin (menuntut ilmu agama)?. (Hr. Bukhari No. 130). Di samping itu Mujahid  juga mengatakan bahwaTIdak akan memperoleh ilmu orang yang malu (menuntut ilmu) dan orang yang sombong?. (Hr. Bukhari No. 130).

 Malu yang tidak pada tempatnya, misalnya malu bila harus mencari nafkah untuk keluarga dengan bekerja secara serabutan atau bekerja kasar. "Malu rasanya, masak sudah sarjana, tapi kerja serabutan atau bekerja kasar tidak sesuai dengan gelarnya". Padahal bekerja mencari nakah seperti apapun juga tidak perlu malu, yang penting pekerjaan itu halal, baik dan nafkah keluarga terpenuhi.

Malu tidak pada tempatnya juga sering terjadi, seperti malu bertanya kepada orang yang berilmu terhadap hal-hal yang tidak diketahuinya. Malu seperti ini bisa-bisa beresiko yakni harus menanggung gelapnya dunia, padahal pelita tersedia di mana-mana hanya tidak dipungutnya dengan bertanya saja.

Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib  pernah berkata: “Orang yang tidak tahu tidak pantas untuk tidak bertanya, dan orang yang ditanya tidak perlu malu bila tidak mengetahuinya untuk mengatakan: Saya tidak tahu”.

Demikian juga malu dengan keadaan dirinya yang kurang sempurna atau cacat. Misalnya ditakdirkan oleh Allah memiliki postur tubuh pendek gemuk atau cacat bawaan tertentu tidak seperti teman-temannya yang tinggi semampai dan sempurna. Karena kondisinya ini lalu merasa rendah diri dan malu bersosialisasi dengan sesamanya. Padahal mestinya, apapun kondisinya harus disyukuri dengan tetap percaya diri, tokh masing-masing orang punya garisan tangan yang beda-beda.

Termasuk malu yang salah pasang adalah malu mengenakan busana dan atribut muslim/muslimah, karena khawatir dikatakan sok alim atau berlagak suci. Idealnya, tidak perlu malu ketika kesadaran untuk mengenakan busana dan atau atribut muslim/muslimah, maka segera memulainya. Biarlah orang lain berkomentar apa saja, tokh tidak merugikan dia dan tidak ada untungnya bagi kita bila dipujinya.

Malu tidak pada tempatnya, juga ketika harus mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Mestinya berani berbuat, ya harus berani bertanggungjawab. Kalau benar-benar telah melakukan kekeliruan, ya harus segera disadari dan tidak boleh malu mengakuinya, istighfar lalu berusaha memperbaikinya.

Malu tidak pada tempatnya, juga ketika harus mundur dan menyerahkan amanah kepada ahlinya karena kegagalan dirinya saat mengembannya. Idealnya ya harus jantan dan berani, mundur bila tidak bisa atau gagal menjalankannya. Sudah tidak bisa atau gagal menjalankannya, tapi tak disadarinya dan malu mengakuinya, malu mundur karenanya. Nah, malu salah pasang seperti ini hanya akan mempersulit diri 

Dan masih banyak lagi malu yang tidak pada tempatnya. Semoga semua ini membuat kita semakin arif dan bijaksana.