Mawar Bersemi Di Puncak Turgo, Sebuah Cerita Pendekaran
“Beri aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia”…..itu kalimat popular yang diucapkan Bung Karno puluhan tahun silam. Nampaknya ekspektasi Bung Karno pada anak muda demikian besar, dan ini cukup beralasan karena mereka adalah pemilik masa depan bangsa. Maka di lingkungan Muhammadiyah termasuk Tapak Suci selalu akrab di telinga kita istilah kader dan perkaderan yang tentunya identic dengan anak muda. Tentu tidak berlebihan bila saya awali tulisan ringan ini dengan pengalaman berkegiatan bersama sekelompok anak muda yang menjadi peserta Latihan Kader Pimpinan Tapak Suci (LKPTS) Pimda 02 Bantul angkatan ke-5 tahun 2009.
Saya tidak bermaksud terlampau bangga dan menonjolkan LKPTS angkatan ke-5, hanya saja serangkaian kenangan bersama mereka begitu lekat dalam benak saya. Maklumlah saya cukup lama terlibat dalam proses pembinaan mereka sejak masih menduduki tingkat siswa Tapak Suci. Bagi saya setiap angkatan LKPTS selalu memiliki keunikan dan keunggulan yang khas. Jadi saya sama sekali tidak menganggap para kader Tapak Suci produk LKPTS angkatan ke-5 lebih hebat dibanding angkatan lainnya.
Kaliurang Akhir 2009
Saya sudah lupa tanggalnya, yang jelas harinya Sabtu – Ahad sekitar Bulan Oktober atau November 2009 bertempat di Kaliurang dan Turgo. Hari itu saya selesaikan amanat sebagai coordinator LKPTS angkatan ke-5 Pimda 02 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Bantul. Tugas yang sangat berkesan bagi saya, karena sebagian besar peserta LKPTS saat itu adalah siswa Tapak Suci yang sejak tahun 2002 saya cukup intensif terlibat dalam pembinaan mereka. Di Kaliurang yang sejuk itulah kami melepas status siswa 14 peserta LKPTS angkatan ke-5, dan secara resmi dilantik menjadi Kader Muda oleh Ketua Pimda 02 Tapak Suci Bantul Pendekar Muda Fahrurrozi, S.Pd.
Dalam benak saya, dilantiknya 14 Kader Muda ini juga menumbuhkan sebuah ekspektasi yang sangat tinggi bagi kemajuan dan masa depan Tapak Suci Bantul. Bayangkan saja, di Bantul waktu itu secara kelembagaan Tapak Suci bisa dikatakan hampir lumpuh, sementara ekspektasi Muhammadiyah kepada Tapak Suci sangat besar setidaknya bila dilihat dari permintaan melayani kegiatan ekstra kurikuler di sekolah-sekolah. Saat itu kehidupan ortom ke-11 Muhammadiyah ini di Bantul praktis hanya mengandalkan pada kegiatan latihan yang secara sporadis masih digerakkan oleh pelatih-pelatih (Pendekar dan Kader) yang secara usia sudah terbilang tua. Proses pembinaannya tentu masih dengan model dan metode latihan kuno yang tidak pernah diupdate lagi. Padahal di Kabupaten Bantul perkembangan pencak silat sangat dinamis, semua perguruan yang beroperasi di kawasan Selatan DIY ini sangat getol menggenjot prestasi anak didiknya. Maka hadirnya 14 orang kader muda merupakan amunisi baru bagi Tapak Suci Bantul. Menyaksikan pelantikan itu otak saya berputar kencang memikirkan bagaimana strategi paling efektif untuk memberdayakan mereka.
Secara umum sebagai kader muda yang baru dilantik, apalagi setelah mengalami masa LKPTS yang cukup lama (sekitar 1 tahun) dengan rangkaian materi beragam hingga penugasan membuat karya tulis, dan diakhiri kegiatan gladi manggala di Kaliurang dan Turgo yang penuh perjuangan, tentunya 14 kader muda itu menyimpan semangat yang menyala-nyala untuk berkontribusi maksimal bagi Tapak Suci Bantul.
Mulailah saya menganilis potensi mereka, karena komposisinya sangat heterogen dari sisi usia, pendidikan, maupun latar belakang kompetensinya. Paling tidak mereka terdiri beberapa kelompok, yang pertama adalah Budi Santosa, Hendri Budi Setyawan, Eva Pungki Ainora, Ramlan Hidayat, Jamiul Latif Rahma, Irvan Habibie, Ardianta Setyawan. Kelompok pertama ini paling siap pakai karena sudah berusia mahasiswa, usianya pada kisaran 18 tahun hingga 24 tahun. Saya yakin mereka cukup mumpuni karena secara kompetensi pinter-pinter dan sudah memiliki kematangan mental untuk diberi tanggung jawab besar, ditambah masa pakainya diharapkan cukup lama karena usia mereka yang masih muda.
Kelompok kedua adalah Siti Nurjanah (Hanung), Indah Susilowati, Heni Alfiah, dan Firdana Wahyu Putra yang masih sangat belia waktu itu mereka masih duduk di bangku SMP dan SMA. Kelompok kedua ini jelas masa pakainya panjang karena masih remaja, dan lazimnya para remaja pasti masih gampang disuruh-suruh dan sangat semangat melaksanakan instruksi-instruksi seniornya. Meskipun kompetensinya menjadi terbatas seiring kurangnya pengalaman lapangan, namun mereka tergolong anak-anak yang pintar dan cepat paham.
Kelompok ketiga adalah Pak Sudiyono dan Mas Mujiman yang usianya terbilang sangat senior bahkan jauh lebih tua dari saya dan Rowin yang bertanggungjawab mengurusi LKPTS waktu itu. Ini kelompok yang potensial untuk pekerjaan-pekerjaan teknis untuk memberi dukungan fasilitas dalam berkegiatan. Terakhir adalah Heppy Agung, peserta dari Kota Yogyakarta yang tentu saja saya sadari tidak bisa terlalu diberdayakan di Bantul.
Akhirnya setelah saya pikir-pikir maka pemberdayaan bagi para Kader Muda itu langkah paling awalnya harus dibuat kompak. Mereka harus menjadi tim tangguh, memiliki komitmen untuk saling membantu menuju tujuan yang sama. Membentuk kader yang mampu bekerja dalam tim menurut saya penting, karena mereka adalah masa depan Tapak Suci Bantul. Pada saatnya mereka akan menjadi pengurus dari Pimda 02 Tapak Suci Bantul atau bahkan lebih luas lagi bisa berkiprah di level Pimpinan Wilayah maupun Pimpinan Pusat. Karena mereka kader baru dengan semangat baru, maka pendekatannya harus dibuatkan kegiatan yang menantang, yang harus mereka eksekusi bersama sebagai sebuah tim. Tentang bentuk kegiatan menantang itu tidak boleh saya tentukan sendiri, tapi perlu didiskusikan dengan mereka sebagai para pelaku nantinya.
Senja di Masjid AR Fahruddin
Sepekan setelah acara di Kaliurang, saya berbincang dengan Hendri dan Ramlan sembari duduk santai di atas matras tebal di lantai 2 Masjid AR Fahruddin Bantul. Selepas selesai latihan seperti biasanya kami menunggu saat magrib untuk shalat jamaah baru pulang. Kita berbincang seputar format kegiatan yang sekiranya cukup menantang untuk membentuk para kader baru menjadi tim kerja yang tangguh. Ramlan dan Hendri (sekarang Ketua I Pimda 02 Bantul) adalah atlet yang banyak pengalaman dengan koleksi prestasi regional maupun nasional. Alam berfikir mereka adalah seputar bagaimana memfasilitasi para pelatih di Bantul untuk mencetak pesilat Tapak Suci yang tangguh. Akhirnya diskusi mengerucut ke arah kegiatan kejuaraan Tapak Suci usia dini atau antar Sekolah Dasar. Pilihan sasaran usia dini argumennya sangat kuat untuk menyemai bibit atlet Tapak Suci Bantul, mengingat kami mulai menata pondasi dari awal lagi setelah lama organisasi Pimda berjalan kurang efektif.
Senja itu saya sadar sedang berdiskusi dengan 2 orang pemuda berusia 18 tahun dengan semangatnya yang membaja ingin membuat kejuaraan Tapak Suci usia dini berskala Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentang pilihan skala provinsi ada pertimbangan khusus, terutama jaminan mendapatkan peserta lebih mudah dibanding bila hanya berskala Kabupaten Bantul. Sebagai catatan saat itu Tapak Suci Bantul kurang terorganisir, sehingga tidak memiliki basis data untuk memotret potensi peserta dari Bantul, maka pilihan mengambil segmen provinsi menjadi lebih masuk akal. Tentu Hendri dan Ramlan yang sedang di puncak semangat mudanya tidak tahu bahwa saya masih ragu-ragu dengan tingkat keberhasilan rencana kegiatan itu. Keraguan saya memang karena alasan klasik yaitu pendanaan. Pimda 02 Tapak Suci Bantul jelas tidak mempunyai kas untuk modal kejuaraan, lha wong untuk mengirim atlet ke pertandingan IPSI tingkat kabupaten saja kami harus serkileran. Tapi keraguan itu hanya saya simpan di dalam hati, saya berusaha nampak optimis di hadapan Hendri dan Ramlan.
Kemudian kami sepakati untuk memperluas diskusi bersama seluruh kader muda yang dilantik di Kaliurang tempo hari. Akhirnya salah satu dari kami menghubungi Hanung untuk diminta menjadi tuan rumah pertemuan.
Mereka Menjawab Tantangan
Petang itu hujan mengguyur ketika kami berkumpul di rumah kakak beradik Hanung dan Indah di Kampong Banyon. Orang tua mereka sudah menyiapkan minuman panas dan hidangan gorengan untuk menjamu kami. Sama sekali tidak ada acara formal pada pertemuan itu, hanya berbincang lepas penuh gurauan, seolah 14 kader baru itu merayakan tasyakuran atas pelantikan mereka tempo hari di Kaliurang. Senior mereka hanya saya dan Rowin saja yang ikut pertemuan. Entah mengapa dalam suasana yang penuh canda, mereka bertekad dan optimis mampu mengadakan kejuaraan Tapak Suci usia dini berskala Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil pertemuanpun cukup meyakinkan yaitu tersusunnya struktur dan personil kepanitiaan kejuaraan. Saya yang sebetulnya masih ragu dengan kemampuan Tapak Suci Bantul menggelar even rupanya terbius oleh aroma semangat mereka yang begitu menyengat, dan keraguan sayapun sirna berubah menjadi tekad mewujudkan kejuaraan itu. Seolah saya sadar bahwa kita dilarang mendewa-dewakan dana/uang. Kendati memiliki banyak dana bila tanpa komitmen para kadernya, maka mustahil bisa mewujudkan kejuaraan. Sebaliknya memiliki sumber dana paspasan namun didukung komitmen dan dukungan para kader insya Allah kejuaraan bisa diwujudkan.
Malam itu para kader muda Tapak Suci Bantul menjawab tantangan dengan bertekad menggelar kejuaraan usia dini/antar sekolah dasar se D.I. Yogyakarta. Kami sepakat mengusung nama even “Bantul CUP I” Kejuaraan Pencak Silat Tapak Suci Antar Sekolah Dasar se D.I. Yogyakarta, dan ditentukan tanggal pelaksanaannya 5-7 Februari 2010. Proses pembuatan proposalnya juga cepat, apalagi Hendri dan Ramlan saat itu adalah mahasiswa semester I Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta sehingga mampu segera menyiapkan proposal dan menghitung kalkulasi dana kegiatan. Alhamdulillah Bantul CUP I berlangsung dengan sukses dan setiap tahun sejak 2010, 2011, 2012, 2013 Pimda 02 Tapak Suci Bantul mengadakan kejuaraan “Bantul CUP”.
Rupanya perjuangan juga perlu strategi, termasuk juga menggelar even kejuaraan rutin juga harus punya strategi pendanaan. Setelah 4 kali memutar even “Bantul CUP” terasa ngosngosan juga bila tidak memiliki mitra sponsor utama. Akhirnya November 2015 mulailah kami meloby SMK Muhammadiyah 1 Bantul (MUSABA), sebuah amal usaha Muhammadiyah yang maju pesat dan memiliki ekstra kurikuler wajib Tapak Suci bagi para siswanya. Alhamdulillah loby berhasil dan digelarlah “Musaba CUP I” kejuaraan se DIY dengan mengambil segmen utama pelajar SMP dan disisipi pertandingan antar SD se Bantul dengan SMA Muhammadiyah 1 Bantul sebagai penyandang dana utama.
Turnamen MUSABA CUP bisa diselenggarakan rutin setiap tahun sebagai even pengganti BANTUL CUP yang sebelumnya pernah digelar 4x dari tahun 2010 hingga 2013. Tentu saja even pasca Bantul CUP I panitianya sudah lebih luas lagi, tidak hanya melibatkan LKPTS angkatan ke-5 tahun 2009 saja. Pimda 02 Tapak Suci Bantul selanjutnya mampu melaksanakan LKPTS secara rutin setiap tahunnya. Peserta LKPTS setiap tahun dibebani tugas melaksanakan kejuaraan. Melibatkan peserta LKPTS dalam kepanitiaan kejuaraan rupanya merupakan kiat efektif untuk membekali mereka dengan kompetensi manajemen organisasi, daripada sekedar presentasi teori manajemen di dalam kelas.
Akhirnya harus diyakini bahwa rahmat Alloh senantiasa melingkupi perjuangan kita dengan rumusnya yang sederhana saja, “sejauh Tapak Suci bermanfaat untuk umat, maka Alloh SWT akan selalu menolong Tapak Suci dengan ribuan cara”. Patut disyukuri saat ini di Bantul ada 3 amal usaha Muhammadiyah yang menyelenggarakan kejuaraan Tapak Suci. Setiap tahun ada SMK Muhammadiyah 1 Bantul mengadakan “MUSABA CUP” , setiap 2 tahunan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggelar “Kejurnas UMY Open”, bahkan pernah pula digelar “PKU Bantul CUP” dalam rangka memeriahkan Milad RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Tentu semua fasilitasi yang dinikmati Tapak Suci Bantul adalah rahmat Alloh SWT yang tentu saja harus kita perjuangkan dengan ihtiar dan do’a. Dengan menyelenggarakan kejuaraan secara rutin terbukti dapat menjadi sarana menjalin kekompakan para kader muda Tapak Suci di Bantul. Kader-kader yang kompak akan lebih mudah untuk dibina, dibangun loyalitasnya, serta diberdayakan untuk berkontribusi kepada perguruan dan ummat.
Tulisan ini pernah dimuat pada tanggal 14 Oktober 2020 di :
https://tajdid.id/2020/10/14/mawar-bersemi-di-puncak-turgo/