Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membenahi BUMN Dengan Sprit Pak Dirman



Pekan ini media massa melansir berita Menteri Erick Thohir mengangkat Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Cak Nanto sebagai Komisaris Utama BUMN PT Istaka Karya. Berita ini spontan mendapat perhatian masyarakat terutama warga Muhammadiyah.

Komentar netizen baik yang bernada pro maupun kontra sempat sekilas saya baca di grup-grup WA yang berafiliasi Muhammadiyah. Ketika mengintip Majalah Suara Muhammadiyah Online, sejauh ini belum saya temukan berita tentang Cak Nanto dan jabatan barunya di BUMN.

Hadirnya komisaris utama baru bagi entitas perusahaan tentu diharapkan membawa perubahan positif. Sekretaris PerusahaaIstaka Karya Yudi Kristanto berharap Cak Nanto akan memberikan tambahan semangat/energi untuk memperoleh produksi profitable sehingga dapat memajukan perusahaan BUMN yang berkontribusi bagi Indonesia. Di samping itu, diharapkan komisaris anyar mampu memajukan perseroan di tengah pandemi dan melaksanakan amanah yang telah diberikan oleh Menteri BUMN dengan baik. (https://bisnis.tempo.co ; 12 Januari 2021).

 

Harapan Yudi Kristanto adalah tantangan yang harus dijawab oleh Cak Nanto dengan kinerja terbaiknya. Istaka Karya adalah perusahaan plat merah, maka harapan Yudi mestinya mengingatkan Cak Nanto bahwa kinerjanya harus dipertanggungjawabkan kepada seluruh rakyat Indonesia.

 


Budaya Kritis Warga Muhammadiyah

 

Berita Cak Nanto menjabat Komisaris Utama BUMN Istaka Karya adalah kejutan yang memantik kritik sebagian warga Muhammadiyah. Jangankan Cak Nanto, barangkali jika Mbah Amien Rais sekalipun diangkat sebagai Komisaris Pertamina juga akan dihujani kritik.

 

Warga Muhammadiyah sadar betul bahwa kompetensi adalah salah satu modal utama keberhasilan seseorang dalam mengemban amanah jabatannya. Sementara publik Muhammadiyah sejauh ini tidak cukup memiliki informasi latar belakang Cak Nanto dalam mengurusi perusahaan. Pun bila Cak Nanto diangkat menjadi Mendikbud, pasti netizen Muhammadiyah mempertanyakan kompetensinya dibandingkan dengan kader lain yang memiliki kepakaran pendidikan.

 

Muhammadiyah selalu ingin memberi yang terbaik kepada bangsa ini, maka wajar sebagian warganya mengkritik pengangkatan Cak Nanto karena khawatir Istaka Karya semakin salah urus. Barangkali jika yang diangkat mengurus BUMN kader lain misalnya pengusaha Kang Heri Zudianto, maka warga Muhammadiyah tidak akan menafsirkan alasan pengangkatannya “selain” faktor kompetensi.

 


Pak Dirman Menjawab Keraguan

 

Pada tanggal 12 November 1945,  Kolonel Soedirman Panglima Divisi V TKR terpilih sebagai Panglima Besar TKR. Terpilihnya Pak Dirman menjadi panglima besar merupakan sebuah kejutan, karena ada kandidat lain yaitu Letjen Oerip Soemohardjo, yang telah aktif di militer (KNIL) sejak Soedirman belum lahir. 

 

Presiden tidak langsung melantik Pak Dirman sebagai Panglima Besar TKR. Dalam masa tunggu ini Pak Dirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini berujung pada penarikan diri tentara Inggris, sehingga menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Kolonel Soedirman. Akhirnya Presiden Soekarno melantik Kolonel Soedirman sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember 1945 dengan pangkat Letnan Jenderal.

 

Berbagai pihak awalnya ragu dengan kemampuan Pak Dirman mengemban amanah sebagai Panglima Besar TKR. Hal ini wajar karena pendidikan militernya hanya ditempuh selama beberapa bulan di sekolah calon Komandan Daidan PETA di Bogor. Pengalaman militernya juga dinilai sangat minim, belum genap 2 tahun menjabat sebagai Daidancho (Komandan Batalyon) PETA di Kroya.

 

Bandingkan dengan koleganya di TKR antara lain Letjen Oerip Soemoharjo, Kolonel Gatot Soebroto, Kolonel Hidayat Martaatmadja, yang telah sekian lama berkarir di KNIL. Ada juga sederet perwira-perwira KNIL golongan muda antara lain Kolonel AH Nasution, Kolonel Tahi Bonar Simatupang, Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Letkol Didi Kartasasmita yang semua adalah lulusan Akademi Militer Belanda.

 

Namun semua keraguan dijawab Pak Dirman dengan kinerja terbaiknya. Belum dilantik saja, TKR dipimpin Pak Dirman sudah berhasil memukul mundur pasukan Inggris dalam Palagan Ambarawa. Pertempuran legendaris ini diperingati setiap tahun oleh TNI sebagai Hari Juang Kartika.

 

Pak Dirman yang awalnya agak diragukan, untuk selanjutnya mendapat dukungan rakyat dan tentara. Dukungan publik terbukti dengan “perintah kilat” yang disiarkan RRI Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, Panglima Besar Soedirman berhasil mengkomando seluruh kekuatan pejuang untuk serentak menggelar operasi gerilya di seluruh Jawa dan Sumatra dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 


Memperbaiki BUMN dengan Spirit Pak Dirman

 

Kepercayaan publik berhasil dibangun pak Dirman dengan kinerja terbaik. Maka Panglima Besar Soedirman selalu didukung oleh rakyat dan tentara Indonesia dalam setiap langkah perjuangannya. Cak Nanto sebagai Komisaris Utama Istaka Karya dapat belajar dari Pak Dirman untuk menjawab tantangan dan harapan publik dalam memperbaiki kondisi BUMN-nya.

 

Spirit kerja keras, pantang menyerah, keihlasan, dan pengorbanan, sangat lekat dengan kinerja Pak Dirman. Semua itu perlu dicontoh oleh Cak Nanto jika ingin mengubah rasa pesimis publik menjadi tepuk tangan meriah. Dengan Spirit Pak Dirman maka kehadiran Cak Nanto akan bermakna siginifikan sesuai harapan sekretaris Istaka karya Yudi Kristanto.  

 

Keraguan bahkan kritikan dari warga Muhammadiyah adalah cambuk bagi Cak Nanto untuk dapat berbuat yang terbaik untuk BUMN-nya. Bahkan warga Muhammadiyah perlu sering mengirimkan foto Pak Dirman ke WA Cak Nanto, agar selalu termotivasi dengan kinerja terbaik seniornya dari Pemuda Muhammadiyah Cilacap itu. Selamat bertugas Cak……

 

Tulisan ini telah dimuat pada tanggal 12 Januari 2021 di :

https://www.suaramuhammadiyah.id/2021/01/12/membenahi-bumn-dengan-spirit-pak-dirman/