Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Dan Strategi Kewirausahaan Sekolah


Konsep Dan Strategi Kewirausahaan Sekolah

Salam dan bahagia pembaca. Sahabat SekolahMu, pada kesempatan kali ini Admin ingin membagikan informasi tentang Konsep Dan Strategi Kewirausahaan Sekolah.

Konsep Kewirausahaan Sekolah

Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki karakter selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face if risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.

Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997).

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:

  1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
  2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge),
  3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
  4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources).

Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.

Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya kewirausahaan, yaitu:

  1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
  2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
  3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
  4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959) 
  5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
  6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.

Berdasakan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah nilai-nilai yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter wirausaha sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6) keorisinalan. Bentuk ketata kelakukan ciri-ciri wirausaha nampak pada tabel berikut.

Tabel 2: Bentuk Ketata Kelakuan Ciri-ciri Karakter Wirausaha

Karakter Kepemimpinan Kewirausahaan

Karakter kompetensi kewirausahaan sebenarnya cukup banyak, namun pada kesempatan ini hanya lima yang dijelaskan. Lima karakter kepemimpinan kewirausahaan tersebut adalah: (5)proaktif, (1) inovasi, (4) berani mengambil risiko, (2) Kerja keras dan pantang menyerah , dan (3) motivasi berprestasi tinggi.

1. Innovativeness (inovatif)
Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan mampu memecahkan masalah (Mattare; Chen; Okudan & Rzasa; Gupta, MacMillan & Surie dalam Afsaneh B. dan Zaidatol., 2009). Ciri inovatif juga nampak saat seorang pemimpin berusaha menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan unjuk kerjanya. Mereka tidak terpaku pada masa lampau, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru atau memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk peningkatan unjuk kerjanya. Mereka cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari hasil pemikirannya. Termasuk dalam perilaku inovatif ini ialah kecenderungan untuk selalu meniru tetapi melalui penyempurnaan-penyempurnaan tertentu (imitative inovative) atau dengan kata lain amati, tiru, modifikasi (ATM)

Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan novelty (baru), original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high product (produk berkualitas tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk yang kreatif bilamana terbenarkan atau diakui oleh pakar dibidangnya. Sedang inovasi adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya (Drucker, 1985).Contoh: hasil kerja atau ide inovasi misalnya kantin jujur, pembelajaran anti korupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences , manajemen sekolah/madrasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan.

Kepala sekolah/madrasah perlu memiliki karakter inovatif agar dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya selalu memikirkan,memperbaiki, mengembangkan, melakukan pengayaan, memodifikasi sesuatu agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam mengerjakan tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan masalah dan memecahkannya dengan cara yang tidak liniear; (3) tertarik pada hasil dari pada proses; (4) tidak senang pada pekerjaan yang bersifat rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan, (6) kurang sensitif terhadap orang lain (Kirton, 1976).

Cara berfikir dan bertindak kepala sekolah/madrasah yang inovatif, antara lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2) tidak berfikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang lain; (4) mendengarkan ide stakeholders sekolah/madrasah; (5) bertanya kepada warga sekolah/madrasah dan Cara berfikir dan bertindak kepala sekolah/madrasah yang inovatif, antara lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2) tidak berfikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang lain; (4) mendengarkan ide stakeholders sekolah/madrasah; (5) bertanya kepada warga sekolah/madrasah dan

Yohanes Surya adalah contoh seorang inovator yang tepat. Ia menemukan cara-cara pembelajaran fisika yang inovatif, sehingga menghasilkan para juara olimpiade fisika tingkat dunia. Penemu jarimatika untuk pembelajaran matematika di SD. Di Tidore memanfaatkan gelombang laut dan alam sekitar sebagai laboratorium praktik siswa,dan koleksi pohon langka di SMA Ambarawa sebagai sarana observasi siswa dan guru.

2. Kerja Keras dan Pantang Menyerah
Kerja keras dan pantang menyerah ialah kegiatan maksimal yang banyak menguras tenaga, pikiran, dan waktu untuk menyelesaikan sesuatu. Kepala sekolah/madrasah bekerja keras untuk mencapai keberhasilan Sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. Pantang menyerah adalah daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu yang diinginkannya tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara bekerja keras dengan motivasi yang kuat untuk sukses. Orang yang pantang menyerah selalu bekerja keras dan motivasi kerjanya juga tak pernah pudar.

Kepala sekolah/madrasah perlu memiliki sifat pantang menyerah agar tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan permasalahan, menghadapi tantangan dan kendala yang ada di sekolahnya/madrasahnya. Kepala- kepala sekolah/madrasah mampu memajukan sekolahnya/madrasahnya dengan sukses. Cara untuk menumbuhkan sifat pantang menyerah adalah dengan menguatkan hati diri sendiri dan warga sekolah/madrasah agar tidak mudah berputus asa dalam mencapai sesuatu yang diinginkan, dan selalu menjaga kesehatan jiwa dan raga agar tidak mudah letih atau sakit yang memiliki sifat pantang menyerah.

Beberapa cara kepala sekolah/madrasah untuk mempengaruhi warga sekolah/ madrasah untuk bekerja keras, antara lain: (1) menujukkan kepada mereka bukti kerja keras diri dan orang-orang sehingga bisa mencapai keberhasilan, (2) mendorong mereka untuk lebih banyak bertindak daripada hanya berbicara agar tujuan yang diharapkan terwujud, (3) mengajak mereka untuk menetapkan target dan membuat perencanaan tindakan dan waktu untuk mencapainya, dan (4) mendorong mereka agar kehidupannya lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.

3. Motivasi Berprestasi Tinggi
Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dalam untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan yang dianggap penting. Teori kebutuhan Mc Clelland yang menyatakan bahwa ada tiga jenis kebutuan manusia yaitu need for achievement (kebutuhan berprestasi), need for power (kebutuhan berkuasa), dan need for affiliation (kebutuhan berafiliasi). Menurutnya, jika seseorang memiliki kebutuhan yang sangat kuat, maka motivasinyapun juga kuat. Sebagai misal, kepala sekolah yang memiliki kebutuhan berprestasi maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang tinggi dan penuh tantangan, dan ia dengan keahliannya akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Motivasi berprestasi yang tinggi, maka dapat memberikan pengaruh kuat kepada warga sekolah lainnya termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Cara menumbuhkan motivasi dalam diri diantaranya melalui:
  1. Tetapkan tujuan (goal setting), yakin dan optimis bahwa kita dapat berubah, bahkan kita memang harus berubah untuk mencapai titik maksimum
  2. Susunlah target yang masuk akal.
  3. Belajar menggunakan bahasa prestasi. Gunakanlah kata- kata optimistis misalnya “masih ada peluang lagi”. Jadikan konsep ini sebagai budaya berfikir, berbicara, berdialog, dan bertindak
  4. Belajar sendiri cermat menganalisis diri. Masih adakah cara berfikir, perilaku, dan kebiasaan saya yang kurang menguntungkan
  5. Perkaya motivasi. Kekayaan motivasi membuat kita tidak kehabisan pemasok daya penggerak. Fokuskan pada motivasi instrinsik (dalam diri). Sentuhan perasaan, fikiran, dan motivasi dari orang-orang terdekat juga dapat dimanfaatkan
Simpulannya adalah bahwa karakter-karakter kewirausahaan di atas merupakan mind set suksesyang itu merupakan potensi kecerdasan entrepreneur yang dimiliki setiap orang. Sebagian besar orang tidak menyadari telah memiliki potensi tersebut. Isi kecerdasan entrepreneur adalah kecerdasan emosional, spiritual dan basisnya dibagian otak sebelah kanan. Kepala sekolah/madrasah perlu menyadari kepemilikan potensi itu dan hendaknya merasa sangat perlu untuk mengasah dan mengembangkannya, semata karena panggilan fungsi dan tugasnya. Sebagaimana dikemukakan Okudan & Rzasa(2006) bahwa Pemimpin kewirausahaan hendaknya terus mengembangkan semua kualitas pribadinya untuk dapat berhasil melakukan tugas-tugas yang menantang.

4. Risk taking (berani mengambil risiko)
Keberanian mengambil risiko yaitu kemampuan seseorang untuk mau mengambil langkah dalam ketidakpastian dan mengambil beban tanggung jawab untuk masa depan (Chen dalam Afsaneh B.dan Zaidatol A.L.P., 2009). Pengambilan risiko yang diperhitungkan merupakan salah satu karakteristik umum dari pemimpin kewirausahaan terutama pada tahap awal dari proses berwirausaha (Robinson, Goleby & Hosgood; Zhao, Seibert & Hills dalam Afsaneh B.dan Zaidatol A.L.P., 2009). Bahkan Purdie E. Chandra (pemilik Prima Gama) menyatakan entrepreneur (penulis: wirausaha atau pemimpin yang berjiwa wirasuaha) harus berani ambil risiko (Zaques, 2007). Ia juga mengatakan bahwa ambil risiko itu berarti gelap. Maksudnya, jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai street smart. Street smart itu yang akan melahirkan kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk usaha pemula. Apa itu street smart ? Untuk menjelaskan konsep street smart, Purdi E Chandra memberikan ilustrasi contoh sebagai berikut. Seorang direksi bank yang ingin buka usaha, dan ia menghitung-hitung terus dan selalu tidak positif, akhirnya tidak berani membuka usaha. Nasihatnya kepada direksi bank tersebut: ‟ jangan dihitung terus ! „Usaha itu dibuka dulu baru dihitung„, itulah street smart. Dalam konteks sekolah hal tersebut dapat dicontohkan bahwa kepala sekolah harus mau ditempatkan di sekolah manapun walaupun kondisinya tidak seperti yang diinginkan, harus berani melakukan perubahan-perubahan demi kemajuan sekolah.

5. Proactiveness (proaktif)
Bersikap proaktif berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif sendiri, kemudian bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri baik dari masa lalu, sekarang ataupun masa mendatang. Sikap proaktif ini menuntut untuk selalu mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipegang dan mengesampingkan suasana hati maupun keadaan.Sedangkan reaktif merupakan kebalikan dari proaktif itu sendiri, seperti menyerahkan kontrol dirinya pada situasi dan emosi dengan mengesampingkan prinsip dan nilai yang ada.

Pemimpin yang proaktif termasuk kepala sekolah akan (1) mampu dan aktif mempengaruhi serta mengarahkan SDM-nya menuju masa depan, (2) mampu memanfaatkan setiap peluang, dan (3) mampu menerima tanggung jawab dari suatu kegagalan (Kuratko, Hornsby & Goldsby, 2007), dan (4) mampu mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi di masa depan dan merasa terdorong untuk melakukan perubahan dan perbaikan (Okudan & Rzasa, 2006). Oleh sebab itu, pemimpin yang proaktif bersikap „aku bisa‟ dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
 
Covey (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang bersikap proaktif memiliki banyak manfaat yaitu: (1) tidak mudah tersinggung, (2) bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya sendiri, (3) berfikir sebelum bertindak, (4) cepat pulih kalau terjadi sesuatu yang buruk, (5) selalu mencari jalan keluar untuk menjadikan segalanya terlaksana, (6) fokus pada hal-hal yang bisa mereka ubah, dan tidak mengkhawatirkan pada hal-hal yang tidak bisa diubah. Karakteristik proaktif sangat diperlukan bagi seorang pemimpin termasuk kepala sekolah/madrasah. Kepala sekolah yang mengaktualisasikan karakteristik pribadi proaktif akan mampu dan mudah mempengaruhi para guru dan staf, dan siswa dan wali murid serta stakeholder.

Keadaan ini berbeda dengan apa yang akan dialami oleh seorang yang bersikap reaktif. Seseorang yang reaktif menunjukkan perilaku (1) mudah tersinggung, (2) menyalahkan orang lain, (3) cepat marah dan mengucapkan kata-kata yang belakangan mereka sesali, (4) mudah mengeluh, (5) menunggu segalanya terjadi pada dirinya, dan (6) berubah hanya bila perlu.

Pendidikan Kewirausahaan di Lingkungan Sekolah

Pendidikan kewirausahaan, dilihat dari siapa yang bertanggung jawab banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan kewirausahaan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah 2003 :1).

Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga),
formal (sekolah) dan nonformal (masyarakat). Dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, sasaran pendidikan kita adalah pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik termasuk sikap mental wirausaha. Dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

1) Pembenahan dalam Kurikulum
Pembenahan kurikulum dalam rangka menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan yang mampu membentuk karakter wirausaha pada peserta didik dapat dilakukan dengan cara melengkapi materi kurikulum yang telah ada dengan bidang studi kewirausahaan khususnya di SMK, dan mengintegrasikan nilai-nilai wirausaha kedalam silabus dan RPP. (Lihat contoh Silabus dan RPP dalam lampiran 1 dan 2).

2) Peningkatkan Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Wirausaha
Hakikat persiapan manusia wirausaha adalah dalam segi penempaan karakter wirausaha. Dengan perkataan lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan semua daya kekuatan pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan kreatif, di samping mampu berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yang menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Seperti telah dikemukakan pada paparan di atas bahwa salah satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat. Untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta didik diperlukan peran sekolah secara aktif. Misal, guru akan menerapkan integrasi nilai kreatif, inovatif, dan berani  menanggung resiko dalam pembelajaran KD produksi, konsumsi, dan distribusi.

3) Pembenahan dalam Pengorganisasian Proses Pembelajaran
Pembelajaran di Indonesia telah mengalami berbagai macam pembaharuan,
termasuk juga dalam pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Agar
peserta didik mengalami perkembangan pribadi yang integratif, dinamis dan kreatif, ada pembenahan lebih lanjut dalam hal pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Hal ini tidak berarti bahwa pengorganisasian yang sudah berlaku di sekolah itu harus ditinggalkan. Pengorganisasian yang sudah ada biar berlangsung terus, yang penting perlu dicari cara pengorganisasian lain untuk menunjang proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif belajar dari pengalaman hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Selain itu alternatif lain untuk mengembangkan organisasi pengalaman belajar peserta didik adalah pelaksanaan pembelajaran yang berbasis unit produksi. Sebagai contoh pada pembelajaran materi produksi, anak dilatih keterampilan untuk memproduksi.  Selanjutnya, hasil produksi dititipan dalam unit produksi di sekolah untuk digunakan sebagai latihan menjual pada saat penyampaian materi distribusi. Bentuk ini bukanya mengganti pengorganisasian yang sudah ada melainkan sebagai variasi pengalaman belajar peserta didik.

4) Pembenahan Proses Kelompok
Hubungan pribadi antar peserta didik di dalam kelas mempunyai pengaruh terhadap belajar mereka. Aktivitas belajar anak dapat dipengaruhi oleh perasaannya tentang diri sendiri dalam hubungannya dengan guru-guru serta temantemannya. Pertumbuhan anak banyak tergantung pada suasana emosional dari kelompok kelasnya. Proses-proses kelompok di kelas bukan hanya mempengaruhi perasaan dan sikap para peserta didik, tetapi juga mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini guru dituntut untuk berusaha mengadakan modifikasi-modifikasi terhadap proses-proses kelompok peserta didik di dalam kelas agar tumbuh kembang nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta didik. 

Contoh: pembentukan diskusi kelompok memperlihatkan heterogenitas di dalam kelompok. Setiap kelompok sebaiknya terdiri dari peserta didik yang banyak bicara, peserta didik yang diam, peserta didik yang banyak ide, dan peserta didik yang pasif, sehingga akan terjadi perpaduan dalam pengalaman belajar.

5) Pembenahan pada Diri Guru
Sebelum guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan, terlebih dahulu guru juga dilatih kewirausahaan terutama yang terkait dengan penanaman nilai-nilai dan ketrampilan/skill wirausaha. Akan lebih baik lagi jika guru juga memiliki pengalaman empiris di dalam mengelola bisnis usaha Pendidikan kewirausahaan juga bisa dilaksanakan melalui kegiatan
ekstrakurikuler, yang melatih peserta didik mengembangkan usaha yang terkait
dengan bakat dan minat peserta didik. Peran guru adalah mengkomunikasikan
potensi dan cita-cita secara jelas sehingga dapat menginspirasi setiap peserta didik
untuk dapat melihat jiwa kewirausahaan dalam dirinya.

Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah

Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu  komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.

1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran

Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses  pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.

Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilai nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)  nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.

Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

  • Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
  • Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
  • Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
  • Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.

2.   Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.

3.  Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.

Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan  kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll)

4.   Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik

Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.

5.   Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar

Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.

6.  Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Sekolah

Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lingkungan sekolah).

7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal

Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di  ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.

Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya Mulok memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP Mulok yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP Mulok yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Terima kasih sudah berkunjung ke Web SekolahMuApabila artikel ini bermanfaat Konsep Dan Strategi Kewirausahaan Sekolah, silahkan Klik LIKE dan SHARE kepada teman-teman yang lain.