Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Abdul Mu’ti : Peradaban Tidak Lahir dari Budaya Ngobrol, Tapi dari Budaya Baca Tulis



Menurut Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh OECD, Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di tahun 2019, yakni di peringkat 62 dari 70 negara.

Minimnya minat baca ini, kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, berasal dari kuatnya tradisi lisan masyarakat Indonesia untuk bercengkerama. Hampir setiap suku memiliki tradisi ‘ngobrol’ dalam istilahnya masing-masing.

“Orang Indonesia itu kan paling suka ngobrol kan? kayak heboh aja. Kalau ngobrol yang penting enggak apa-apa, tapi kadang-kadang ngobrolnya enggak penting sehingga orang Indonesia itu di mana-mana kan ngobrol,” jelas Mu’ti dalam program Kolak TvMu bertajuk “The Power of Reading”, Kamis (6/4).

Kenyataan ini kata dia harus mulai diubah dengan menggerakkan masyarakat kepada budaya yang lebih produktif, yaitu budaya membaca berbagai hal yang positif dari bacaan yang ringan, lalu meningkat ke karya sastra, buku filsafat, atau hasil penelitian.

“Sehingga karena itu maka membaca itu juga tidak harus banyak tidak harus banyak, yang penting rutinitasnya itu rutinitas membaca sehingga karena itu maka kalau kita punya kebiasaan membaca maka kita akan menjadi orang yang senantiasa mengupdate ilmu,” ujarnya.

Mengubah kebiasaan memang berat, namun kata Mu’ti, bangsa Indonesia harus memulainya, lebih-lebih bagi umat Islam dan warga Muhammadiyah. Surat Al-Alaq ayat 1-5 kata dia adalah inspirasi dan dorongan agar umat Islam menjadi masyarakat ilmu atau komunitas terdidik.

“Kemudian, membaca itu juga memikirkan, merenungkan. Sehingga dalam proses membaca itu tidak sekedar reading out loud ya, tidak sekadar kita membaca sesuatu dengan dengan keras gitu, tetapi kita membaca yang kita tuh memikirkan ini maksudnya apa? bacaan ini isinya apa? maknanya apa? dan itu menjadi bagian dari proses membaca,” terang Mu’ti.

Jika membaca telah menjadi kebiasaan masyarakat, Mu’ti percaya bangsa Indonesia akan lebih mudah maju dan bersaing sebagai bangsa yang lebih beradab. Sebaliknya jika masyarakat masih kuat dalam tradisi ngobrol dan minim literasi, maka posisi Indonesia akan sulit bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

“Kalau orang itu bicara terus, omdo, omong doang, memang tidak menimbulkan dan tidak melahirkan jejak-jejak budaya dan peradaban sehingga karena itu maka perintah membaca menjadi bagian dari tonggak penting bagaimana peradaban Islam dibangun dan bagaimana peradaban manusia itu menjadi bagian dari proses yang konstruksinya dalam budaya masyarakat itu adalah budaya baca,” pungkasnya. 

Sumber : https://muhammadiyah.or.id/