Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Semangat Filantropi Masyarakat Modern Pada Bulan Ramadhan

Semangat Filantropi Masyarakat Modern Pada Bulan Ramadhan


Penulis : DR. TAUFIQ ABDUL RAHIM ( Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh)

Dalam interaksi, transaksi aktivitas sosial kemasyarakatan, usaha meningkatkan kehidupn masyarakat Islam tidak terlepas dari berbagai aktivitas yang saling mendukung antara satu dengan lainnya, juga memperteguh eksistensi Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. 

Ini berdasarkan kondisi yang sangat berkaitan dengan interaksi antar manusia, sosial kemasyarakatan serta lingkungan  kehidupan agar tercipta menjadi lebih baik. Demikian pula, dalam interaksi sosial kemasyarakatan, Islam sangat menekankan prinsip tolong menolong serta saling bantu-membantu diantara sesama dalam kehidupan sehari-hari. 

Ini merupakan sikap dan prinsip kehidupan sosial ditengah tatanan sosial, aktivitas yang saling perduli dalam kehidupan ummat Islam serta meninggikan posisi manusia serta hak azasinya. Ini sejak masa kenabian Rasulullah Muhammad SAW, prinsip hidup saling menolong diantara sesama, dipraktikkan dan ditegakkan agar makna kehidupan manusia selaras dengan ajaran Islam. 

Demikian juga dalam konteks kehidupan masyarakat modern, sikap, perilaku dan aktivitas seperti ini secara populer disebut dengan filantropi. Jadi istilah filantropi (philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, philos (berarti cinta), dan anthropos (berarti manusia), secara pemaknaan harfiah filantropi adalah konseptualisasi dari praktek memberi (giving), pelayanan (services). 

Dengan demikian bagi kehidupan sosial masyarakat Islam berkaitan dengan filantropi bukan hal yang baru, karena dalam kehidupan sosial masyarakat Islam, akhlaq kecintaan dan kasih sayang terhadap kehidupan sesama manusia ini cerminan hablumminannas, sebagai pertanggung jawaban kehidupan dengan hablumminallah, dalam konteks lingkungan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis, damai dan berkeadilan.

Kehidupan masyarakat modern secara umum menghargai antar sesama, juga menghargai kondisi kehidupan yang harmonis serta bahagia. Juga pemaknaan filantropi didefinisikan sebagai tindakan sukarela untuk kepentingan publik. Menurut Chusnan Yusuf (2007) sifatnya, dikenal dua bentuk filantropi, yaitu filantropi tradisional dan filantropi modern, ini filantropi yang berbasis karitas (charity) atau belas kasihan yang pada umumnya berbentuk pemberian untuk kepentingan pelayanan sosial seperti pemberian para dermawan kepada kaum miskin untuk membantu kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. 

Dengan demikian dipahami bila dilihat dari orientasinya maka filantropi tradisional ini penekanannya lebih bersifat individual antar manusia. Dalam hal ini semangat filantropi menurut ajaran serta keyakinan Islam sangat jelas serta tegas, yaitu menunjukkan adanya praktik filantropi dalam tradisi Islam melalui zakat, infak, shadaqah, dan wakaf (Abu Zahrah. 2005). 

Dimana aktivitas ini semakin berkembang terhadap keperluan yang mulia bagi kehidupan ummat Islam yang lebih berfaedah, maka praktik filantropi tersebut dapat membantu membawa wacana kedermawanan ummat Islam, secara regulasi dan praktik kehidupan ini menjadi sebuah diskursus yang dapat menjangkau isu-isu serta aktivitas yang lebih luas serta fleksibel ditengah masyarakat Islam. Secara prinsipil adalah, landasan ideal dan prinsip ajaran Islam menganjurkan seorang Muslim untuk berfilantropi agar harta kekayaan tidak hanya berputar di antara orang-orang kaya (Qur’an Surat Al-Hasyr: 7). 

Kemudian bentuk kedermawanan dalam Islam, yang mencakup dimensi kebaikan secara luas seperti zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf merupakan istilah yang menunjukkan bentuk resmi filantropi Islam, sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Demikian juga, mengatur mekanisme dan sistem filantropi Islam, kemudian dirumuskan oleh para fuqaha dengan banyak bersandar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah mengenai ketentuan terperinci, seperti jenis-jenis harta, kadar minimal, jumlah, serta aturan lainnya. Dalam Al-Qur’an tidak semata-mata memberikan batasan mengintrodusir istilah zakat, infaq dan shadaqah secara kaku dalam menerjamahkan perkembangannya. Namun, pada tatanan diskursus penggunaan istilah zakat, infaq dan shadaqah juga mengandung makna yang khusus, juga digunakan secara berbeda (Qur’an Surat At-Taubah: 60).

Dalam hal ini semangat ajaran filantropi dalam Al-Qur’an diantaranya dijelaskan pada firman Allah yang terdapat pada Al-Qur’an Surat Al-Hadid (57): 10-11: Artinya: “Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, Padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). 

Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. Demikian luas serta banyaknya anjuran dalam Islam untuk melaksanakan filantropi, juga banyak sekali ayat Al-Quran dan As-Sunnah yang menganjurkan kedermawanan dalam berbagai bentuk serta praktiknya. 

Pelaksanaan praktik filantropi Islam memiliki cakupan yang sangat luas, mulai dari masalah wakaf, infaq, shadakah, hingga zakat, menolong orang yang sedang menghadapi hutang serta kesusahan, juga berkaitan dengan membantu meringankan beban kehidupan antar sesama ummat manuisia. Juga kedermawanan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat material, tetapi juga pada hal-hal yang bersifat spiritual, kerohanian serta kejiwaan atau psikologis. 

Demikiam juga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan serta interaksinya, senyum dapat disebut sebagai salah satu bentuk kedermawanan. Dimana Rasulullah Muhammad SAW menegaskan: “Ada tiga hal yang aku bersumpah, maka hafalkanlah, yaitu tidak akan berkurang harta mereka karena bersedekah, tidak ada seorang hamba-pun yang dizalimi kemudian ia bersabar, pasti Allah akan menambahkan kemuliaan, dan tidak ada seorang hamba-pun yang membuka pintu meminta-minta, kecuali Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran.” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam kehidupan serta praktik ibadah serta mu’amalah Islam, kemudian ada pertanyaan menarik, yaitu bagaimana sebenarnya konsep filantropi dalam Islam? Hal ini secara umum dan konsekwensi kehidupan juga berkaitan dengan ibadah, ini dipahami oleh ummat Islam, yaitu berdasarkan Ayat Al-Qur’an Surat Al-Ma’un: 1-7; Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang berguna”. 

Dalam hal ini orang itu bisa saja mendustakan agama dengan melakukan shalat, taat ibadah tetapi perilaku sosialnya tidak ada dan tidak mencerminkan makhluk sosial, maka dalam kesehariannya orang yang melakukan ibadah seperti ini hanya bermodal ibadah keyakinan saja. Selanjutnya selaras dengan perkembangan masyarakat modern serta kompleks pada praktik interaksi kehidupan sosial kemasyarakatannya, istilah populer ditengah masyarakat orang-orang tersebut tidak memiliki “kesalehan sosial”. 

Dalam kehidupan ummat Islam yang luas ada tuntutan lainnya interaksi positif terhadap berbagai strata sosial, ini penting dalam memperkuat jama’ah Islamiyah dan dakwah komunitas sebagai modal sosial sangat efektif untuk diterapkan, juga dapat dilakukan istiqamah dalam menjalankan ajaran Islam yang benar.

Dengan demikian, bulan Ramadhan sebagai sayyidul ayyam, penghulu segala bulan, bulan penuh barakah, juga segala perbuatan baik mendapatkan pahala yang berlipat ganda, ini merupakan semangat Islam terhadap saling memberi juga hidup dermawan. Karena itu semakin semangat ummat Islam untuk melaksanakan praktik filantropi dengan niat lillahita’ala, agar mendapatkan pahala yang berlipat ganda tersebut. 

Berlandaskan Surat Al-Baqarah Ayat 183, pada ujung ayat menjadikan orang bertaqwa, maka praktik filantropi juga salah satu cara atau jalan akan menjadikan ummat Islam juga hamba Allah yang muttaqien, membangun kehidupan masyarakat Islam dalam kesalihan sosial yang harmonis, damai dan aman. Semua kondisi sosial pada bulan Ramadhan bertinegrasi dengan tetap mengharapkan ridha Allah SWT, juga menjunjung tinggi nilai kemanusian serta hak azasi manusia, ajaran agama Islam sebagai rahmatan lil’alamin dan memberikan manfaat kepada ummat manusia serta seluruh alam.